Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

PKH, Politik, dan Kemiskinan

9 Agustus 2020   01:04 Diperbarui: 9 Agustus 2020   21:08 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

"PDI-P terang-terangan mengejar Program Keluarga harapan (PKH). Berdalih untuk pengawasan, partai berlogo banteng ini memerintahkan kadernya untuk menjadi koordinator program bantuan keluarga miskin dengan anggaran Rp. 37,4 triliun itu. Namun Menteri Sosial Juliari Batubara, yang juga kader PDIP, mengklaim posisi itu terlarang untuk anggota partai politik" ( sumber Koran Tempo, 5/8/2020).  Sikap melawan kebijakan partai, yang ditunjukkan seorang menteri  kader partai itu agar PKH tidak menyimpang dari tujuannya.

Memang sudah menjadi rahasia umum, kegiatan bansos di Kemensos termasuk PKH, tidak lepas dari kepentingan politik, terutama partai pendukung pemerintah.

Warna PKH itu, warna-warni, mulai hijau, putih, hijau, kuning, dan kini diupayakan untuk warna merah. Seperti lagu balonku ada lima, rupa-rupa warnanya.

 Apakah minat partai untuk mengejar PKH hanya PDI-P saja?. Jawabannya tidak. Tetapi hanya PDI-P yang melakukannya dengan terang terangan melalui Instruksi DPP PDIP kepada DPC-DPC, untuk melibatkan kadernya dalam rekrutmen koordinator PKH yang sedang disiapkan di daerah Kab/Kota.  Sebelumnya partai lain juga tidak beda. Tetapi tidak terbuka, secara diam-diam, main peta umpet. Termasuk sebagai pendamping program lainnya, seperti rekrutmen Pendampingan Program Bantuan Dana Desa, dari kementerian sektor terkait.

Namun demikian, baru kali ini kita dengar secara tegas Menteri Sosial yang seorang kader inti partai,  menyatakan bahwa posisi koordinator PKH terlarang untuk anggota partai politik.    Karena hal itu sesuai dengan Juklak Pengelolaan SDM PKH dan Kode Etik Pengurus PKH.  Silahkan kader partai mendaftar, tetapi persyaratan seleksi yang akan memutuskan.

Kenapa PKH ini menjadi menarik dan mengundang ketertarikan partai politik,  untuk mendorong kadernya menjadi koordinator. Tentu bukan saja karena anggaran APBN 2020 yang jumbo Rp. 37,4 triliun, tetapi juga sasaran KPM (Keluarga Penerima Manfaat)   10 juta keluarga, merupakan sumber suara yang potensial setiap Pemilu dan Pilkada.

Sebelum kita uraikan lebih lanjut, saya sudah pernah menguraikan soal PKH ini, di Kompasiana  18 Maret 2019  yang lalu.  Sebagian saya kutip lagi  untuk penyegar ingatan kita.                    

PKH diluncurkan pertama sekali sekitar 13 tahun yang lalu, yaitu 25 Juli 2007 di Kota Gorontalo oleh Mensos Bachtiar Chamsyah, bersama Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad.  Jadi pada masa pemerintahan Presiden SBY.

Pada awalnya bernama CCT yaitu Conditional Cash Transfer, istilah yang dipakai Bank Dunia untuk program Kemiskinan di beberapa Negara Amerika Latin yang dinilai berhasil menaikkan angka partisipasi sekolah dan derajat kesehatan Ibu dan Anak keluarga sangat miskin.

Di Indonesia, dengan bantuan konsultan dari Bank Dunia, pada tahun 2006 datanglah Prof. .Tarcisio dengan istrinya yang telah sukses menangani Program CCT di Amerika Latin, ditemani Ibu Vivi Alatas dan Mrs.Alisa dari Bappenas ke Departemen Sosial. Tentunya sesudah dibahas mendalam di Bappenas dengan Kementerian terkait ( Depsos, Depdikbud, dan Depkes). Bertemu dengan kami yang waktu itu menjabat sebagai Direktur Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial Departemen  Sosial..

Disepakati Prof. Tarcisio berkantor selama 6 bulan di Kemensos   untuk mengadvokasi program CCT kepada para pengelola program di Kementerian. Langkah pertama adalah apa judul yang tepat pengganti CCT dalam bahasa Indonesia. Karena karakter program adalah untuk memutuskan mata rantai kemiskinan bagi keluarga yang sangat miskin dengan kondisi khusus, maka pada awalnya disampaikan pada suatu rapat kepada Menteri Sosial ( Bachtiar Chamsyah), berjudul Program Keluarga Sejahtera yang disingkat PKS.

Waktu itu Pak Menteri merespons baik, tetapi karena PKS terkait dengan nama partai politik,  bisa menimbulkan bias di masyarakat, maka diganti dengan Program Keluarga Harapan disingkat PKH.

Maknanya adalah dengan upaya memutuskan mata rantai kemiskinan, tekad yang dibangun agar anak-anak keluarga sangat miskin ( extremely poor families)  harus keluar dari lingkaran kemiskinan. Ada harapan yang hendak dicapai. Maka jadilah Program Keluarga Harapan.

Filosofi CCT panjang lebar dijelaskan oleh Tarcisio pada kami, dan seluruh petinggi Direktorat Jaminan Sosial yang diberi tanggung jawab untuk menyelenggarakan Program CCT (PKH). Prinsipnya sederhana. Bahwa persoalan di negara sedang berkembang adalah akurasi data. Terutama  data penduduk yang sangat miskin. Mereka ini tidak dapat mengakses berbagai fasilitas untuk meningkatkan kualitas hidup yang mencakup indikator kesehatan dan pendidikan. Kondisi ini diperberat bagi mereka yang sangat miskin tersebut dengan kondisi; istrinya sedang hamil, punya anak balita, dan anak usia sekolah tetapi tidak masuk sekolah.

PKH mencari keluarga-keluarga yang sangat miskin  dengan kondisi tertentu itu yaitu apakah istrinya sedang hamil, apakah disamping sedang hamil punya balita, dan apakah disamping punya balita juga punya anak usia sekolah. Jika kondisinya salah satu, atau salah dua, atau salah tiga atau ketiga-tiganya, maka mereka mendapat program PKH.

Program ini sangat dinamis, karena ibu hamil pasti akan melahirkan, balita pasti akan masuk usia sekolah. Usia sekolah tentu tamat dan masuk lapangan kerja. Jadi syarat utama yang ditekankan Mr.Tarcisio adalah melakukan verifikasi dan validasi data yang terus menerus ( real time), dengan sistem IT yang terintegrasi  sampai di level kecamatan.

Prasyarat utama PKH adalah menghindari terjadi mistargeting peserta PKH. Jangan sampai  keluarga yang  sangat miskin tersebut tidak terjaring oleh PKH.  Karena itu dibutuhkan IT yang terintegrasi sebagai instrumen penting mencegah terjadinya mistargeting tersebut.

Ada dua pokok program ini, yaitu; pertama, peserta PKH, mendapat bantuan uang tunai sejumlah tertentu yang besarnya sesuai dengan kondisi khusus sebagaimana diuraikan diatas selama 6 tahun berturut-turut. Kedua, adanya Pendamping profesional, yang melakukan pendampingan (sosialisasi, advokasi, verifikasi dan validasi) peserta PKH selama 6 tahun.

Dengan bantuan uang tunai itu, ibu yang sedang hamil dimotivasi oleh pendamping bahkan didampingi langsung untuk pergi ke Pusat Layanan Kesehatan setempat memeriksa kehamilannya, sekurang-kurangnya 4 kali. Uang yang diberikan digunakan untuk transportasi, atau membeli pakaian yang bagus karena akan bepergian.

Jika punya balita, uang yang diberikan dapat digunakan untuk peningkatan gizi balita, dan biaya transportasi ke Posyandu untuk pelayanan Balita.

Jika punya anak usia sekolah harus masuk dalam sistem sekolah. Uang yang diberikan dapat digunakan untuk uang saku anak, beli sepatu, beli pakaian sekolah, atau tas sekolah. Sehingga si anak bersemangat pergi sekolah dan gairah belajar.

Prinsipnya dana  dimaksud, tidak boleh untuk biaya pelayanan kesehatan, dan untuk membayar uang sekolah. Sebab hal tersebut sudah bagian dari tanggung jawab Kemenkes dan Kemendikbud.

Bagi Kabupaten/Kota  yang dapat alokasi program PKH ada persyaratan khusus yang harus disanggupi oleh Bupati/Walikota  bersangkutan dan dituangkan dalam surat pernyataan bermeterai. Antara lain adalah kesanggupan untuk meneruskan PKH, setelah berjalan 6 tahun untuk di take over dengan alokasi APBD.

Pemda Kab/Kota mendukung fasilitas yang diperlukan oleh Pendamping ( kecuali gaji pendamping dibayar Pemerintah Pusat). Demikian juga fasilitas tempat unit pelaksana di Kabupaten dan dukungan biaya operasional.

Pemerintah Pusat menyediakan sistem Informasi Teknologi yang on line, dan dapat di akses real time dari Unit Pelaksana Kabupaten sampai ke Pusat Data Kemensos. Setiap saat dapat dilihat perkembangan peserta. Penyaluran dana juga dapat dimonitor pergerakannya, dengan membangun link dengan system IT Kantor Pos yang ditunjuk sebagai penyalur dana.

PT.Pos dinilai sangat tepat sebagai penyalur dana karena ada di desa dan orang miskin familiar dengan Kantor Pos. PT.Pos menjadi lebih menggeliat yang sebelumnya hampir tenggelam di era internet. Karena mereka yang sangat miskin umumnya di daerah terpencil, maka PT Pos dapat menjangkau. Bahkan pihak PT. Pos mempersilahkan kantor Pos yang ada di Kecamatan menjadi kantor Pendamping. Suatu kerjasama yang harmonis di lapangan.

Setelah berjalan 6 tahun, dilakukan exit strategy. Ternyata di hampir semua lokasi PKH, tidak dapat di exit. Karena mereka belum putus rantai kemiskinannya. Tetapi secara keseluruhan, dari spot check yang dilakukan di kecamatan lokasi PKH, angka partisipasi sekolah meningkat dan derajat kesehatan Ibu dan Anak trend meningkat. Artinya ada kontribusi Program PKH yang positif.

Perlu diketahui juga, bahwa pada tahap awal (2007-2008), program dilaksanakan di 7 provinsi dengan melibatkan 500.000 rumah tangga sangat miskin (RTSM) yang  mendapat dana bantuan dari pemerintah antara Rp.600.000 sampai Rp.2,2 juta per tahun selama 6 tahun.

Rincian dana PKH meliputi bantuan tetap Rp.200.000 setiap keluarga dan bantuan komponen per tahun meliputi:Bantuan pendidikan SD/MI Rp.400.000, Bantuan pendidikan SMP/MTs Rp.800.000. Bantuan kesehatan, balita Rp.800.000, Bantuan kesehatan, ibu hamil/menyusui Rp.800.000.

Penyaluran bantuan PKH  dilakukan dalam 4 tahap. Pada tahap awal dengan dana sebesar Rp.1 triliun  dilakukan di 48 kabupaten/kota pada 7 provinsi yaitu: DKI Jakarta (1 kota), Jawa Barat (11 kabupaten/kota), Jawa Timur (21 kabupaten/kota), Sumatera Barat (1 kabupaten), Sulawesi Utara (5 kabupaten), Gorontalo (2 kabupaten/kota) dan Nusa Tenggara Timur (7 kabupaten)

Bagaimana PKH saat ini?

Untuk saat ini setelah mencermati perjalanan panjang PKH, apakah masih sesuai dengan filosofi awal dari program CCT. Ternyata ada perubahan dan sudah berbeda dengan filosofi awalnya.

Oleh karena itu, sudah tidak tepat lagi istilah CCT untuk PKH. Karena sudah adanya modifikasi. Apa saja modifikasi yang terjadi:

Pertama, verifikasi dan validasi tidak lagi dilaksanakan secara realtime atau online system, tetapi offline system.

Kedua, tidak adanya Surat Pernyataan dari Bupati/Wako untuk men Take Over program.

Ketiga, peserta PKH juga mendapat paket -- paket program Bansos untuk mempercepat pengentasan kemiskinan ( KUBE-PKH).

Keempat, Dalam PKH dimasukkan juga program bantuan sosial untuk lansia dan disabilitas. 

Kelima, dengan cakupan peserta seluruh keluarga yang masuk kategori sangat miskin  ( extremely poor families) dengan  persyaratan khusus tidak lagi menjadi syarat utama.. Sebagaimana kita ketahui bahwa untuk tahun 2020, cakupan peserta 10 juta KPM, yang bukan saja extremely poor families  tetapi sudah masuk dalam kelompok poor family,  dengan anggaran sebesar Rp. 37,4  Triliun.

Keenam, exit strategy untuk periode per 6 tahun apakah masih relevan. Kita belum tahu pasti. Untuk hal ini tergantung political will pemerintah.

PKH saat ini  merupakan keranjang besar, dimana semua skema bantuan sosial masuk kedalamnya, antara lain bantuan sosial untuk Lansia, dan bantuan sosial untuk disabilitas.

Hakekat PKH untuk memutus mata rantai kemiskinan bagi generasi muda, melalui jaminan untuk mendapatkan akses pelayanan kesehatan dan akses pelayanan pendidikan, sehingga menjadi generasi muda yang sehat dan berpendidikan, dan ujungnya dapat keluar dari lingkar kemiskinan yang melilit keluarga tersebut. Kata kuncinya PKH difokuskan pada target sasaran lapisan yang paling bawah dari strata kemiskinan yang dihadapi  masyarakat Indonesia.  Sampai disitu sebenarnya PKH hendak diukur keberhasilannya.

Bantuan sosial untuk Lansia dan disabilitas tidak boleh disamakan. Karena mereka itu harus terus menerus dibantu. Sedangkan PKH ada masa waktu evaluasi 6 tahun untuk selanjutnya dilakukan exit strategy. Kekuatan PKH ini kalau tidak berubah kebijakannya, diberikan untuk jangka waktu 6 tahun berturut-turut. Dan sesudah 6 tahun di evaluasi kalau belum bisa di exit, dapat dilanjutkan untuk 3 tahun berikutnya.

Dari apa yang diuraikan di atas  dapat diduga bahwa skema PKH yang dimaksud pada awal diluncurkannya 25 Juli 2007 yang lalu, berbeda dengan apa yang diinginkan pemerintah saat ini.  Yang pasti PKH saat ini, melihat jumlah KPMnya pada tahun 2017,2018, dan 2019 sebanyak 10 juta KPM ( 40 juta jiwa) , dengan anggaran meningkat dari 11 T, 19 T dan 34 T. 

Dalam proses berikutnya, target KPM tahun 2020 sudah diturunkan menjadi 9,2 juta Keluarga penerima PKH. Tetapi karena situasi Covid-19, dalam perubahan anggaran April 2020, dinaikkan lagi kembali ke angka 10 juta KPM.

Dengan jumlah peserta 40 juta jiwa orang miskin ( 10 juta KPM), bukanlah segmen sasaran ( mistargeting)  PKH atau Conditional  Cash Transfer, jika merujuk pada ide awal diluncurkannya program. Sasaran keluarga yang ingin disentuh oleh PKH adalah keluarga sangat miskin ( extremely poor families) dengan kondisi khusus ( istri sedang hamil dan atau punya balita, dan atau punya anak usia sekolah) ,  yang jumlahnya tidak lebih dari 10 juta jiwa ( sekitar 2,5 juta KK). 

Peran Strategis Koordinator PKH

Kenapa peran koordinator PKH menjadi strategis?. Apa kekuatan dan kekuasaannya dalam PKH?. Sehingga ada partai politik yang membuat instruksi resmi untuk menempatkan para kadernya sebagai koordinator PKH?.

Melanjutkan uraian diatas, tentu untuk terlaksananya PKH sebagai program strategis memutuskan rantai kemiskinan, memerlukan bimbingan, pembinaan, edukasi, mediasi, dan sumber informasi dari para pendamping sosial di level desa. Seorang pendamping sosial PKH, membina sekitar 150-200 KPM, tergantung juga kepadatan dan luas wilayah. Setiap kecamatan ditunjuk seorang koordinator yang mengkoordinasikan tugas-tugas pendamping sosial di desa.

Biasanya koordinator PKH adalah senior, pernah  menjadi pendamping PKH, dan punya track record yang bagus.  Perlu diketahui, koordinator dan pendamping PKH diberikan honor yang lumayan, rata-rata diatas UMP. Tentu honor koordinator lebih besar dari pendamping, dan mendapatkan fasilitas sepeda motor.

Belum lagi kalau Bupati atau Walikotanya senang dengan PKH, dan banyak membantu "terpilih" sebagai Bupati/Walikota, maka akan dapat dukungan APBD untuk operasional koordinator dan pendamping PKH.

Koordinator dan pendamping PKH itu sangat populer dikalangan penerima PKH. Omongannya didengar karena jelas memberikan kemudahan dan aksesibilitas untuk mendapatkan dana PKH.

Di beberapa Kabupaten/Kota yang saya ketahui, banyak juga koordinator dan pendamping PKH, berhasil menjadi anggota DPRD Kab/Kota karena dukungan peserta PKH.

Bahkan pernah di salah satu Provinsi, dimana Sekdanya  mencalonkan diri sebagai Gubernur, dalam suatu acara Rapat Koordinasi  koordinator dan pendamping PKH se Provinsi, yang jumlahnya ratusan orang waktu itu, Pak Sekda saat membuka rakor menyatakan minta dukungan untuk menjadi Gubernur, dan berjanji akan memperhatikan kesejahteraan mereka jika terpilih.

Alhamdulillah terpilih. Karena kemampuan para koordinator dan pendamping PKH memobilisasi penerima manfaat PKH untuk memilih Sekda itu menjadi Gubernur sampai dua periode. Tentu juga tidak terlepas dari dukungan masyarakat lainnya.

Untuk tidak berulang, memanfaatkan peserta PKH untuk kepentingan politik, dan dengan pemain lapangannya pendamping dan koordinatornya, maka rekrutmennya diperketat, walaupun sebenarnya sejak awalnya sudah ketat.  Sampai status penduduknya, harus menunjukkan KTP dari Desa/Kecamatan setempat yang boleh menjadi pendamping  dan koordinator pendamping PKH.

Kebijakan Kemensos terkait rekruitmen koordinator PKH, disampaikan dalam bentuk Siaran Pers Senin 3/8/2020, sebelum Koran Tempo memuatnya Rabu 5/6/2020.

Poin pentingnya adalah untuk memastikan koordinator PKH Kabupaten/Kota bekerja dengan profesional, disyaratkan antara lain terdaftar sebagai SDM PKH aktif pada jabatan Pendamping Sosial dan Administratif Pangkalan Data minimal 1 tahun. Dan tidak pernah mendapat surat peringatan 1 dan 2 selama 6 bulan. Kemudian juga disyaratkan adanya surat rekomendasi dari Dinas Sosial Kabupaten/Kota setempat.

Mensos menyatakan, dari persyaratan khusus ini, jelas bahwa untuk mengisi posisi koordinator, terlebih dulu terdaftar aktif sebagai Pendamping Sosial. Yang tidak kalah penting, pada salah satu butir persyaratan umum bagi calon SDM PKH, disebutkan bahwa: calon "tidak berkedudukan sebagai pengurus, anggota dan atau berafiliasi Partai Politik".

Konsistensi sikap dan penjelasan Mensos di apresiasi banyak pihak, dengan harapan ditindak lanjuti oleh birokrasi Kementerian sampai dengan Dinas Sosial Kab/Kota. Mereka ini harus  tegas, konsisten dan taat pada perintah atasan atas  garis kebijakan yang sudah ditetapkan. Jangan sampai birokrasi di level lapangan sebagai gate keeper, malahan seolah-olah tidak mengerti bagaimana caranya menangkap bola. Gawang pasti kebobolan.

Kapan PKH dinyatakan berhasil? 

PKH dinyatakan berhasil, bukan semakin bertambah pesertanya, dan semakin banyak uang yang ditaburkan. Tetapi adalah apakah kelompok masyarakat yang masuk dalam kategori extremely poor families , setelah diintervensi dengan PKH dalam jangka waktu 6 tahun  dapat dikeluarkan dari lingkaran kemiskinan ekstrim tersebut. Jika belum ada perubahan, penambahan waktu 3 tahun, dan dievaluasi lagi.

Program PKH sebagai Conditional Cash Transfer (CCT),  sebagaimana yang landasan filosofinya disampaikan  Prof. Tarcicio tahun 2006 yang lalu kepada kami, dan sudah berhasil di beberapa negara Amerika Latin, dan ternyata di Indonesia peserta  PKH semakin membesar berlipat-lipat , apakah hal itu mengindikasikan suatu keberhasilan?. Atau menunjukkan jumlah penduduk sangat miskin bertambah berlipat-lipat?.

Hal itu mungkin saja terjadi, karena wabah Covid-19 ini, jumlah orang miskin akan bertambah signifikan karena keterpurukan ekonomi dan yang menurut beberapa ekonom sudah berada di jurang resesi ekonomi.

Mungkin itulah alasan pertimbangan kepentingan untuk menyelamatkan bangsa yang sedang dalam menghadapi pandemi Covid-19 dan resesi ekonomi,  sehingga partai politik PDI-P secara terbuka membuat  kebijakan partai  untuk "turut mengawasi PKH agar memenuhi harapan mereka rakyat miskin."  Apakah dari political policy itu memberikan keuntungan politik,  itu namanya berkah. Alhamdulillah.

Niat baik partai PDI-P, bertemu dengan niat baik Mensos yang juga sebagai kader PDI-P, tetapi dengan jalan yang berbeda. Semoga birokrasi Kemensos sebagai gate keeper yang handal  dapat menemukan solusi yang terbaik, untuk melindungi keluarga miskin sesuai dengan koridor regulasi yang berlaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun