"Pembentukan Komite Penanganan Virus Corona (Covid-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) merupakan bentuk gas dan rem dari pemerintah", dilansir laman kontan.
Hal itu untuk menyeimbangkan antara penanganan kesehatan dan ekonomi dari pandemi Covid-19. Pembuatan lembaga akan membuat kebijakan lebih terintegrasi. "Jadi sekali lagi ini adalah gas dan rem kebijakan terintegrasi," ujar Menteri Sekretaris Negara Pratikno dalam siaran pers, Rabu (22/7).
Dari penjelasan diatas, pemerintah diibaratkan sebuah mobil yang pengemudinya adalah Presiden Jokowi.Â
Dalam menghadapi Pandemi Covid-19 ini, Presiden harus dapat mengatur kapan menancap gas untuk menembus barikade corona virus, dan saat bersamaan kapan harus mengerem untuk mengendalikan ekonomi tidak mengalami turbulensi karena goncangan yang hebat berbenturan dengan lapisan virus corona yang sangat kenyal dan menghadang rapat perjalanan mobil.
Presiden tidak sendiri. Punya pembantu, para menteri maupun kepala badan atau satuan kerja yang siap pasang badan untuk melaksanakan tugas, apakah pada pedal gas maupun pedal rem mobil.
Itulah hakekat dan ma'rifat dari Perpres 82/2020 tentang Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, yang diterbitkan pada tanggal 20 Juli 2020.
Perpres ini, dari substansi dan dasar menimbangnya tidak ada UU ataupun peraturan perundang-undangan sebagaimana yang dikutip pada Perpres ataupun Keppres sebelumnya yang terkait, dan pada dasar mengingat hanya merujuk pada UU Dasar 1945 pasal 4 ayat (1).Â
Artinya semua produk peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kedaruratan kesehatan masyarakat ( Keppres Nmor 11/2020) dan bencana nasional non alam (Keppres Nomor 12/2020) tentunya masih berlaku sepanjang pandemi Covid-19 masih berlangsung, hanya saja ada perobahan di struktur organisasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 berdasarkan Keppres Nomor 7/2020 dan diubah dengan Keppres 9/2020, dicabut dan di blended dalam Peraturan Presiden Nomor 82/2020.
Hemat saya, Perpres ini, merupakan bentuk konkrit dari Omnibus Law, karena beberapa substansi disinergikan. Mulai dari mem-blended kebijakan strategis penanganan Covid-19 dengan upaya pemulihan dan transformasi ekonomi nasional sampai dengan pembubaran 18 lembaga pemerintah dalam lingkup otorisasi Presiden.
Lahirnya Perpres 82/2020 tentu tidak terlepas dari perdebatan yang "terkesan tajam" antara mazhab yang menginginkan agar pemerintah tetap memperlakukan PSBB, dengan mazhab yang menginginkan pelonggaran PSBB karena sektor ekonomi sudah menuju pada titik krisis, sebagaimana sudah dikeluhkan oleh negara tetangga kita Singapura.
Hal ini dipertegas lagi oleh Presiden Jokowi kepada para anggota kabinetnya pada 18 Juni 2020, untuk tidak bekerja secara manajemen normal, tetapi harus menerapkan manajemen yang mengedepankan sense of crisis.Â