Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kemarahan Struktural Presiden

3 Juli 2020   23:50 Diperbarui: 3 Juli 2020   23:47 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Maka itu kurang bijak jika Ketua Komisi IX DPR merespons kemarahan Presiden sebagai sesuatu yang tidak tepat. Terkesan Menteri  terkait mendapat "pembelaan" dari DPR. Hal itu akan makin mempersulit Pak Menteri.

Di sektor Perlindungan Sosial,  Presiden menyatakan masih lumayan besaran serapan bantuan sosial untuk mereka terdampak covid-19, walaupun Presiden masih belum puas.

Jika kemarahan struktural Presiden sudah dipublikasikan  ke masyarakat, itu bermakna bahwa Presiden sudah mengambil resiko apapun untuk kepentingan 267 juta penduduk dan kepentingan negara.

Termasuk resiko politik, dan resiko lainnya seperti  melakukan reshuffle, membubarkan lembaga, bahkan melakukan langkah ekstraordinari menerbitkan Perppu, demi menyelamatkan rakyat dari keterpurukan karena covid-19 dan kemunduran ekonomi nasional.

Kata kuncinya Sense of crisis

Dalam suatu  pemerintahan, ada penyakit birokrasi yang disebut dengan business as usual. Tidak terkecuali di lembaga kementerian. Karena saat ini tidak ada visi dan missi Kementerian, yang ada hanya visi dan misi Presiden dengan tujuan untuk melakukan convergency atas berbagai target program strategis dan prioritas.

Berimplikasi di jajaran birokrasi pemerintahan pada level eselon I dan II, miskin inovasi dan kreativitas program, karena lebih bersifat menunggu apa yang meluncur dari Istana, dari Sidang Kabinet, atau berbagai event nasional yang berproses menimbulkan inspirasi baru bagi Presiden.

Para pejabat tinggi pemerintah yang merupakan alat penopang untuk kokohnya Menteri bekerja, sebelum covid-19, sudah ternina bobokan dengan remunerasi yang besar, fasilitas kerja yang high performance , KPK yang sudah tidak garang, pos anggaran operasional yang besar,  tidak bisa dengan cepat melakukan switching atas datangnya musibah covid-19 yang sudah bersifat pandemi.

Di mata Presiden, Kementerian itu ibarat pedati tua yang berjalan lambat di tengah musibah virus corona yang menghempang disekitarnya. Kerbau yang bongsor dan bertenaga besar  yang menarik pedati itu berjalan lambat karena tidak dipecut oleh kusir pedati . Mungkin kalau dipecut dengan cemeti yang dipegang sang kusir pedati, bisa jadi kusirnya  ikut terpontal-pontal bahkan terjatuh.

Kemarahan Presiden kali ini, boleh jadi karena Presiden  menggunakan model pemantauan dengan Helicopter view. Sehingga dapat melihat masalah secara komprehensif, dan terlihat di dashboard monitor heli itu, mana  sinyal-sinyal indikator  yang bewarna merah, kuning maupun hijau.

Sense of crisis, memang tidak akan datang begitu saja. Dalam perjalanan hidup ada namanya proses kehidupan.  Bagaimana seorang Menteri dapat dengan cepat merasakan dan menangkap apa itu sense of crisis, jika perjalanan dan pengalaman hidupnya tidak pernah mengalami gelombang kehidupan yang jatuh terhempas, bangun kembali, jatuh lagi dan seterusnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun