Tidak dapat dipungkiri, bahwa substansi PP 21/2020, merujuk pada pasal 60 UU 6/2018. Karena di dalam pasal PP tersebut, menguraikan tentang kriteria dan penyelenggaraan PSBB ( tidak termasuk karantina). Â Dan PP tersebut sudah spesifik menyebutkan jenis wabah (covid-19), sehingga PP itu hanya berlaku sepanjang terkait wabah covid-19. Setelah pandemi berakhir, maka PP itu tidak bisa digunakan lagi. Hal tersebut tentu tidak sesuai dengan maksud diterbitkannya PP. PP Â yang merujuk pasal 60 itu, seharusnya dapat digunakan kapan saja sepanjang terjadinya keadaan kekarantinaan kesehatan.
Patut diduga, tidak dimasukkannya  kriteria dan pelaksanaan Karantina ( rumah, wilayah dan rumah sakit),  dalam PP 21/2020, untuk menghindari upaya ke arah Karantina Wilayah yang sejak awal pemerintah berusaha untuk menghindarinya.
Sebetulnya pemerintah tidak perlu phobia jika dibuat kriteria dan pelaksanaan Karantina disamping PSBB. Pengaturan tersebut bisa saja diperlukan jika ternyata PSBB tidak berjalan efektif, dan korban jiwa semakin bertambah banyak, dan kita kehilangan waktu untuk menetapkan Karantina Wilayah karena menunggu PP yang harus dibuat.
Sebaiknya pemerintah membuat PP komprehensif sesuai amanat pasal 60, dengan judul PP yang mengatur kriteria dan pelaksanaan Karantina dan PSBB untuk segala keadaan tertentu dalam Kekarantinaan Kesehatan.
Korelasi PP 21/2020 dengan keempat PP lainnya
Mari kita simak terlebih dahulu Keppres Nomor 11/2020 Â tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat covid-19. Apakah Perpres dimaksud sebagai tindak lanjut dari PP 21/2020, ternyata tidak, karena tidak tercantum dalam konsideran Perpres tersebut. Memang dasar mengingatnya ada merujuk UU Nomor 6/2018, tetapi tidak menyebut pasal berapa.
Jika mengacu pada pasal 10 UU 6/2018, untuk  menetapkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat (covid-19), harus diatur terlebih dahulu dengan peraturan pemerintah (PP).  Dan PP itu ternyata tidak ada. Langsung saja menerbitkan Keppres Nomor 11/2020 tersebut.
Bunyi pasal 10 itu sangat jelas dan tidak multi tafsir: (1) Pemerintah Pusat menetapkan dan mencabut Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. (2) Pemerintah Pusat menetapkan dan mencabut penetapan Pintu Masuk dan/atau wilayah di dalam negeri yang Terjangkit Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. (3) Sebelum menetapkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, Pemerintah Pusat terlebih dahulu menetapkan jenis penyakit dan faktor risiko yang dapat menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan dan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan pemerintah.
Ternyata sampai hari ini, pemerintah belum menerbitkan PP sebagai amanat pasal 10 itu.
Demikian juga halnya, dalam upaya penanggulangan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, Â sesuai dengan pasal 11 Â diatur dengan PP. Ternyata PP nya juga belum ada. Â Untuk diketahui bunyi pasal 11 adalah: (1) Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan pada Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat secara cepat dan tepat berdasarkan besarnya ancaman, efektivitas, dukungan sumber daya, dan teknik operasional dengan mempertimbangkan kedaulatan negara, keamanan, ekonomi, sosial, dan budaya. (2) Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berkoordinasi dan bekerja sama dengan dunia internasional. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanggulangan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagaimana Keppres 11/2020 dapat dijalankan secara maksimal, disamping sangat singkat, pada keputusan diktum kedua berbunyi: menetapkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat covid-19, di Indonesia yang wajib dilakukan upaya penanggulangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ternyata belum  didukung  payung hukum diatasnya yaitu PP yang mengatur mengenai penanggulangan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dimaksud.