Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

PSBB dan Bantalan Sosial, Melawan Covid-19

6 April 2020   19:46 Diperbarui: 6 April 2020   19:43 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kembali ke soal PSBB, maka sesuai dengan amanat PP Nomor 21/2020, diperintahkan Menkes menerbitkan Permenkes Nomor 9/2020 tentang Pedoman PSBB. Pedoman ini dikritik keras oleh anggota DPR Komisi IX ( Saleh Daulay), komentarnya "sangat birokratis, tidak menggambarkan suasana kritis".

Kalau kita mau jujur, memang Pedoman itu, hanya sekedar ada untuk memenuhi kewajiban Menkes menerbitkan pedomannya.

Birokrasi yang semakin panjang terlihat dalam tata cara penetapan status PSBB sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Permenkes 9/2020 yang mewajibkan pemerintah daerah untuk mengajukan permohonan berdasarkan: sejumlah data, yaitu peningkatan kasus menurut waktu, penyebaran kasus menurut waktu dan laporan transmisi lokal.

Padahal sudah brlangsung dalam sebulan ini, setiap hari Pemerintah Pusat melakukan penghimpunan dan pengolahan data-data dimaksud pada setiap wilayah di Indonesia berdasarkan laporan setiap laboratorium tes COVID 19 yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, dan disampaikan oleh Juru Bicara Pemerintah terkait Covid-19, dr. Achmad Yurianto.

Sensitivitas terhadap crisis juga tidak terlihat dalam  Permenkes itu, karena untuk mengevaluasi pengajuan PSBB oleh Pemerintah Daerah, perlu dikaji oleh Tim Ahli. Konsekuensinya dibuat lagi Tim Ahlinya. Diterbitkan lagi SK Menkes. Diberi waktu 2 hari. Buat apa Tim Ahli tersebut. Dirjen P2P Kemenkes punya segudang tim ahli secara fungsional, dan juga ada Puslitbangkes, dan dapat mengajak kementerian lain terkait secara fungsional, dan saya yakin sudah dilakukan dan sudah ada peta penyebaran epidemiologis nya di seluruh wilayah, karena itulah tupoksi Ditjen P2P Kemenkes. Kenapa harus dibuat ad hoc yang menghabiskan waktu dan menimbulkan biaya untuk honor Tim.

Semua proses  bisa dilakukan dengan on line system, dan tidak perlu sampai 2 hari, 1 jam saja cukup. Datanya kan sudah ada. Itulah namanya manajemen kedaruratan, bukan manajemen mengulur-ngulur waktu. Harus terbayang di kepala kita, bahwa saat ini sedang saling mengejar peningkatan orang yang terinfeksi, dan meninggal dunia. Dalam 2 hari bisa sampai lebih 300 orang yang terinfeksi, dan puluhan yang meninggal tidak tertolong. Pak Menkes apa tidak sejauh itu Bapak berpikir?.

Sepertinya Menkes dr.Terawan ini mengikuti irama Istana. Contoh kasus adalah yang dialami Gubernur DKI Anis. Tanggal 28 Maret 2020 mengajukan permohonan Karantina Wilayah untuk DKI kepada Presiden. Tanggal 31 Maret 2020, Jubir Istana Fajrul Rachman mengatakan Presiden menolak permohonan itu. Hari itu juga Presiden Jokowi mengumumkan ketiga regulasi covid-19. Mengatur tentang kebijakan PSBB.

Kemudian Anis mengajukan pelaksanaan PSBB kepada Menkes, sesuai dengan PP 21/2020. Menkes belum bisa proses karena belum  menerbitkan Permenkes tentang Pedoman PSBB.

Setelah Permenkes Nomor 9/2020, terbit, maka juga belum bisa diproses, karena menunggu lagi dibentuknya Tim Ahli, yang melakukan kajian. Dan beritanya SK sudah diterbitkan. Dalam 2 hari mereka bekerja.

Dunia juga tahu, bahwa DKI Jakarta epicentrum covid-19, angka kematian dan terinfeksi tertinggi dari seluruh propinsi. Data apa lagi yang perlu dikaji.

Seharusnya, jika sens of crisis dimiliki oleh pejabat negara, bayangan saya yang puluhan tahun bekerja sebagai birokrasi sampai pada level pimpinan tinggi madya, maka saat surat Gubernur Anis tanggal 29 Maret 2020 sampai ke Presiden, ditelaah oleh mensesneg kepada Presiden,  yang isinya menyarankan kepada Presiden untuk diteruskan kepada Menkes agar diproses dan ditindaklanjuti dengan mengacu pada PP yang akan terbit waktu dekat ini. Apakah Mensesneg melakukan hal tersebut, wallahualam bissawab

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun