Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

PSBB dan Bantalan Sosial, Melawan Covid-19

6 April 2020   19:46 Diperbarui: 6 April 2020   19:43 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam artikel saya terdahulu dengan judul : Banjir Regulasi Covid-19", kita mengapresiasi dengan terbitnya sekaligus 3 regulasi yaitu; Perppu Nomor 1/2020, PP No.21/2020, dan Perpres No.11/2020., pada tanggal 31 Maret 2020, dan dilanjutkan dengan keluarnya Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Pedoman PSBB.

Setelah dicermati lebih lanjut, ternyata ada beberapa kelemahan dalam berbagai regulasi tersebut, sehingga dikhawatirkan tidak dapat dengan cepat merespon wabah covid-19 yang terus bergerak cepat, menuju puncak kurva yang tidak dapat diprediksi secara tepat sampai kapan waktunya. Kekeliruan saya dalam membaca PP No.21/2020 di artikel tersebut, ternyata hanya membatasi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan di wilayah, khusus untuk PSBB tidak mengaitkan nya dengan Karantina Wilayah.

Lebih dalam  kita  mencermati regulasi yang diterbitkan pemerintah, sejauh mana memberikan daya ungkit yang signifikan untuk mengendalikan virus corona yang sedang mengganas saat ini.

Jelas sumber hukum yang digunakan pemerintah untuk mengatasi kedaruratan kesehatan ini adalah UU Nomor 6 Tahun 2018, tentang Kekarantinaan Kesehatan, dan UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Khususnya terkait dengan kategori Bencana Non Alam, yang antara lain adalah terjadinya wabah.

Hakekat UU Nomor 6 Tahun 2018, penentuan karantina wilayah dan PSBB ditetapkan oleh Menkes. Lihat Pasal 49 ayat (3) Karantina Wilayah dan Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

Tetapi substansi PP 21 Tahun 2020, hanya mengatur tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka Percepatan Penanganan COVID-19. Padahal UU Kekarantinaan Kesehatan dimaksud memerintahkan kepada pemerintah untuk menerbitkan PP terkait bagaimana kriteria dan pelaksanaan Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di wilayah. Lingkup PP dimaksud harus meliputi lingkup Karantina ( rumah,  wilayah, dan Rumah sakit), dan lingkup Pembatasan Sosial Berskala Besar.  Sebab kedua hal tersebut, saling terkait satu sama lain dalam operasional di lapangan.

Pemerintah  tidak mencantumkan kriteria dan pelaksanaan karantina dalam PP dimaksud, hanya terbatas melaksanakan PSBB, dengan alasan yang tidak jelas. Tetapi banyak pihak menduga, pemerintah tidak mau terbebani akan dituntut melanggar UU No.6/2018, karena tidak melaksanakan pasal 55 (1) Selama dalam Karantina Wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat. (2) Tanggung jawab Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan Karantina Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Daerah dan pihak yang terkait.

Apakah berarti pemerintah lepas tangan?. Ternyata pemerintah punya strategi yang berbeda. Menunjukkan   pemerintah bertanggung jawab dan  peduli dengan rakyat miskin dan mereka yang tidak mampu, maka digunakan skema Bantuan Sosial, atau Social Safety Net atau bantalan sosial.

Berbagai program bantuan sosial itu sudah masuk dalam RPJM dan RKP 2020, pada sektor Perlindungan Sosial. seperti program PKH, Bantuan Pangan Non Tunai, kartu pra kerja. Yang baru adalah bebas rekening listrik 450 VA, dan potongan 50% untuk pemakai 900 VA, untuk 3 bulan, dan keringanan pembayaran kredit rumah dan kendaraan.

Program Bansos yang sudah dilaksanakan oleh Kemensos selama ini, di eksten jumlah peserta dan satuan biayanya, karena wabah covit-19. Bansos dimaksud dikemas dalam program perlindungan sosial sebesar Rp. 110 triliun, untuk kesehatan Rp. 75 triliun,  untuk insentif perpajakan dan stimulus KUR Rp. 70,1 triliun, dan Rp. 150 triliun untuk program pemulihan ekonomi  nasional. Total anggaran sebesar Rp. 405,1 triliun.

Seharusnya untuk kesehatan lebih dari Rp. 75 triliun, mengingat persoalan utama covid-19, adalah bagaimana upaya intensitas  pelayanan kesehatan di faskes-faskes yang perlu ditingkatkan dan diperluas  secara maksimal, mulai penanganan fasilitas RS, ruang ICU, ventilator, APD, alat Rapid Test, SWAB, dan PCR yang harus ditingkatkan jumlah  titik pelayanannya. Karena terkait dengan  nyawa manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun