Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Case Fatality Rate, Bagaimana Kecenderungannya?

27 Maret 2020   14:58 Diperbarui: 27 Maret 2020   15:14 896
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Analisis saya, dengan semakin bertambahnya jumlah kasus yang terinfeksi setiap harinya, mengindikasikan bahwa data yang akan diperoleh mendekati realita di lapangan.  Oleh karena itu, konsistensi dan kesungguhan tim lapangan dinas kesehatan kabupaten/kota setempat menjadi kunci untuk memastikan angka terinfeksi dan peta penyebarannya.

Kembali ke soal Case Fatality Rate itu, akan menjadi menghantui, jika upaya intervensi yang dilakukan pemerintah melalui social distancing atau sekarang isitilah berubah menjadi physical  distancing  tidak optimal dipatuhi masyarakat. Apalagi  berbagai keterbatasan alat kesehatan, obat-obat vitamin untuk daya tahan tubuh, desinfektan, masih belum dapat teratasi dengan cepat dan merata mengejar cepatnya lari covid-19 memburu manusia.

Hal ini dipertegas Presiden Jokowi tidak membuat kebijakan lockdown. Catat itu. Walaupun hampir semua ahli kesehatan, dokter, IDI dan berbagai pemerhati sosial lainnya menyarankan lockdown pada tingkat wilayah. Presiden Jokowi tetap pada pendiriannya. Terkesan Jokowi lebih mendengarkan para ahli ekonomi di sekelilingnya, pebisnis, politisi yang akan membayangkan ekonomi akan jeblok, dan rezim pemerintahan akan jatuh. Kebijakan pemerintah tersebut,  membuat RS kebanjiran mereka yang tersuspect, tenaga medis kekurangan APD, akibatnya 8 orang dokter tewas terkena serangan virus corona.

Dari pada melakukan lockdown, lebih baik beli obat Avigan dan menyediakan Chloquin dalam jumlah besar untuk mengatasi virus corona yang berselancar di tubuh manusia dan sekitar kita. Jokowi memperbanyak RS untuk isolasi. Wisma atlit Senayan dijadikan RS dadakan, dan sudah diresmikan Presiden. Dapat menampung sampai 3000 pasien. APD diperbanyak dapat dari China, dijemput dengan pesawat Hercules TNI, setelah para dokter berjatuhan sakit dan meninggal dunia.   

Pemakaian Avigan dan Chloroquin ini bukan tidak ada persoalan. Memerlukan kehati-hatian, dan hanya dapat menyembuhkan jika masih gejala ringan. Tetapi obat itu sendiri bukanlah drug of choice yang direkomendasi WHO, karena masih memerlukan uji klinis yang lebih banyak dan lebih luas. Gencarnya Presiden Jokowi mendorong pemakaian Avigan dan Chloquin mungkin sebagai bentuk uji klinis massal melibatkan rakyat Indonesia yang ter-suspect.

Tidak ingin lockdown, hanya physical distancing, kata kuncinya adalah disiplin dan kesadaran tinggi dari masyarakatnya. Untuk kebijakan physical distancing dimaksud, rapid test digencar kan, RS di perbanyak, tenaga medis direkrut, obat Avigan dan Chloquin diluncurkan. Begitulah bentuk kebijakan pemerintah.

Kebijakan untuk bekerja di rumah, ibadah di rumah, belajar di rumah, ternyata masih belum konsisten diterapkan. Perkantoran kementerian masih bekerja seperti biasa, hanya dikurangi dibagi per shift  kehadiran. Kantor perusahaan dan perbankan masih tetap buka. Lalu lintas manusia di Jakarta masih ramai. Terminal bus, stasiun kereta api, pusat-pusat perbelanjaan, walaupun sudah semakin menurun pengunjung tetapi masih tetap ramai. Di pasar Pramuka, orang yang belanja alat kesehatan   obat-obatan masih berjubel, bersenggolan, sebagian besar tanpa masker, masih berlangsung sampai hari ini.

Pekerja-pekerja harian yang mencari peruntungan di Jakarta asal Jawa Tengah, ribuan kembali ke Jawa Tengah melalui bis, karena tidak ada pekerjaan. Gubernur Ganjar teriak-teriak kepada para Bupati untuk melakukan screening  terhadap mereka, karena berpotensi dapat  meningkatkan penyebaran virus corona.

Seminggu ini social  distancing sudah digalakkan, dan saat  ini berganti istilah dengan physical distancing, maknanya sama. Presiden Jokowi menyadari bahwa kebijakan dimaksud tidak berhasil baik, jika disiplin masyarakat untuk tidak berkumpul, berkerumun, dan memadati pasar serta swalayan, tidak dipatuhi.

Ratusan ribu penduduk Bekasi, Tangerang, Depok, Bogor yang bekerja di Jakarta, masih terus bergerak dengan transportasi umum,  dan sulit dipungkiri virus corona itu juga ikut berjalan-jalan mencari tempat yang aman, disekeliling manusia yang berkerumun.

Akibatnya angka kesakitan atau terinfeksi tetap tinggi sebagaimana  diutarakan awal   tulisan ini. Sudah bekerjanya Rapid Test, dan meningkatnya arus pelaporan yang lebih akurat, semakin terlihat secara lebih transparan situasi terjadinya wabah covit-19 di Indonesia. Tidak bisa lagi ditutupi. Pemerintah secara ber lahan mulai jujur kepada rakyatnya. Termasuk tidak cukup tersedianya dana. Sehingga membuka donasi bantuan dari rakyatnya,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun