Untuk PBI clear, Kemenkeu sudah Move On. Untuk non PBI, siapa yang bertanggung jawab menghitungnya?, merumuskannya?, dan menyampaikan kepada Presiden?.
Menurut aturan yang berlaku, besaran iuran PBI dan non-PBI, harus dicantumkan dalam Perpres Jaminan Kesehatan (amanat UU SJSN/BPJS).
Sebagai pemrakarsa Rperpres JK sesuai dengan regulasi yang berlaku adalah Kementerian Kesehatan.
Dalam hal ini Menteri Kesehatan adalah figur sentral yang harus bicara dan bekerja banyak untuk membahas hitungan iuran.
Dalam implementasinya, Menkes sesuai dengan wewenangnya, mengajak duduk bersama dalam forum rapat antar kementerian/sektor/badan terkait untuk membicarakan soal besaran iuran dan substansi lainnya yang akan dituangkan dalam Rperpres JK.
Dalam forum tersebut, DJSN menyampaikan hasil kajian besaran iuran non PBI, Â dan rekomendasi besaran iuran PBI. Kemenkeu menyampaikan kemampuan fiskal pemerintah terkait besaran PBI, dan analisis ability to pay peserta mandiri, dan perusahaan serta pemerintah, dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi makro Indonesia.
BPJS Kesehatan, menyampaikan perhitungan cermat atas bisnis proses yang dilakukan dengan pola kendali biaya dan kendali mutu, sehingga menemukan suatu formula seimbang antara besaran iuran dengan manfaat pelayanan kesehatan yang menjadi hak peserta.
Kementerian Kesehatan juga punya tanggung jawab untuk melakukan hitungan cermat dan simulasi biaya tarif FTP dan FKTL, dengan pola kapitasi dan prospective payment Sehingga terjaminnya pelayanan medis yang bermutu dengan biaya yang efisien.
Jika pola pembahasan seperti diatas, hitungan saya tidak perlu rapat sampai 150 kali, ya paling banyak 10 kali selesailah. Jika semuanya sudah dipersiapkan dengan baik, data lengkap, argumentasi yang kuat, komitmen tinggi, dan tekad yang sama untuk terselenggaranya JKN secara sustein.
Untuk harmonisasi substansi Rperpres JK, tentu menjadi urusan Kemenkumham melalui Direktorat Harmonisasi. Setelah mengerucut, dan sebelum disampaikan pada Presiden dalam sidang Kabinet terbatas, dikoordinasikan dalam Rapat Koordinasi Kemenko PMK, dengan mengundang Kemenko Perekonomian. Disisir lagi jika ada yang belum sinkron dan memerlukan penyempurnaan, tetapi tidak membongkar substansi yang sudah solid dan komprehensif.
Dalam pola penyelesaian berjenjang yang diuraikan diatas, maka dalam Sidang kabinet Terbatas yang dipimpin Presiden, tidak akan menjadi sulit dan berputar-putar lagi. Segala hal yang belum jelas dan menjadi pertanyaan Presiden dapat dijelaskan oleh peserta rapat yang menguasai substansi terkait.Â