Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

BPJS Ketenagakerjaan, antara Akumulasi Dana dan Persoalan Investasi

8 Juni 2019   01:00 Diperbarui: 8 Juni 2019   01:09 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mungkin banyak yang bertanya dimana sih perbedaan antara BPJS Kesehatan dengan BPJS Ketenagakerjaan. Kedua BPJS tersebut adalah saudara kembar, yang sama lahirnya yaitu 1 Januari 2014, dari rahim dua orang ibu bernama PT.Askes yang melahirkan BPJS Kesehatan dan PT.Jamsostek yang melahirkan BPJS Ketenagakerjaan.

Pada saat melahirkan, kedua ibu tersebut meninggal bersamaan pada 1 januari 2014.  Jadilah kedua bayi tersebut menjadi bayi yatim yang diurus oleh orang tua yang sama bernana Negara Indonesia.

Negara memberikan tugas kepada kedua bayi tersebut yang langsung menjadi bayi raksasa, untuk melaksanakan tugas yang berbeda tetapi dalam rumpun yang sama yaitu Program Jaminan Sosial Nasional.

Kita sudah tahu semua, BPJS TK ( Ketenagakerjaan), diberikan tugas melaksanakan 4 program yaitu Program JKK, JKm, JHT dan JP, yang ditujukan untuk semua pekerja. Sedangkan BPJS Kesehatan, tugasnya melaksanakan 1 program saja, tetapi untuk seluruh penduduk yaitu Jaminan Kesehatan Nasional.

Karakter tugas BPJS kesehatan adalah services, memberikan jaminan kesehatan kepada semua peserta, yaitu menjamin semua peserta mendapatkan manfaat pelayanan kesehatan sesuai dengan haknya.  

BPJS TK, dengan keempat program, fokus pada memberikan jaminan perlindungan mendapatkan manfaat finansial, bagi peserta jika mengalami kecelakaan kerja, kematian, jaminan hari tua saat usia pensiun, dan uang pensiun sesudah memasuki usia pensiun.

Karena itu BPJS TK, pendekatannya adalah sistem asuransi sosial, dan tabungan sosial bagi pekerja, sebagai bentuk perlindungan dalam kondisi yang disebut diatas.

Dalam menjelang lebaran tahun ini, kita memperoleh informasi yang bagus, dimana pada hasil pemeriksaan KAP tahun 2018, BPJS TK mendapatkan predikat WTP.

Detailnya adalah berdasarkan hasil audit Kantor Akuntan Publik (KAP) Mirawati Sensi Idris (member firm of Moore Stephens International Limited) Laporan Keuangan BPJS Ketenagakerjaan (BPJS TK) meraih predikat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian).  Demikian juga hasil Audit atas Laporan Pengelolaan Program tahun 2018 oleh KAP Razikun Tarko Sunaryo juga meraih predikat asuransi sesuai dengan kriteria yang berlaku pada Peraturan Presiden Nomor 108 Tahun 2013.

Apa yang telah diperoleh atau dicapai BPJS TK, dapat dilihat data berikut ini.

Direktur Keuangan BPJS TK Evi Afiatin menyampaikan, dari indikator utama kinerja BPJS TK dan Dana Jaminan Sosial (DJS) Ketenagakerjaan tahun 2018 yang digunakan untuk memberikan manfaat terbaik bagi peserta, telah tercapai di atas target yang telah ditetapkan.

"Dalam hal cakupan perlindungan kepesertaan, sampai dengan akhir tahun 2018, sebanyak 50,57 juta pekerja telah terdaftar sebagai peserta BPJS TK, dengan 30,46 juta tenaga kerja peserta aktif dan 560,73 ribu pemberi kerja aktif," ujar Evi dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (22/5/2019).

Sepanjang 2018 total iuran yang dihimpun BPJS TK mencapai Rp 65,1 triliun. Aset DJS yang dikelola BPJS TK meningkat 15 persen dibandingkan tahun sebelumnya menjadi sebesar Rp 359,4 triliun. Jika ditambah dengan aset badan dari BPJS TK sebesar Rp 14,9 triliun, maka sampai dengan penghujung tahun 2018 secara total BPJS TK mengelola aset sebesar Rp 374,3 triliun.

"Dari total aset tersebut sebesar Rp 364,9 triliun telah diinvestasikan dengan menghasilkan pendapatan investasi yang direalisasikan sebesar Rp 27,3 triliun untuk memberikan imbal hasil kepada peserta Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar 6,26 persen p.a. atau 1,07 persen lebih tinggi dari bunga deposito rata-rata perbankan pemerintah sebesar 5,19 persen p.a," sebut Evi.

Evi mengatakan, hasil pengembangan investasi DJS di BPJS TK tersebut tidak dikenakan pajak, sedangkan bunga deposito di perbankan dikenakan pajak sebesar 20 persen. "Dengan demikian imbal hasil JHT yang diterima peserta secara neto 2,11 persen lebih tinggi dari bunga deposito," ujar dia.

Sementara, dari sisi manfaat kepada peserta, selain memberikan imbal hasil, sepanjang  tahun 2018 BPJS TK telah membayarkan klaim atau pembayaran jaminan sebesar Rp 27,6 triliun kepada 2,16 juta peserta.

Tentu prestasi kerja BPJS TK tersebut, kita apresiasi, walaupun kita berharap, bahwa dengan potensi SDM yang dimiliki, dan instrumen manajemen yang sudah mapan, hasilnya dapat lebih ditingkatkan lagi di masa mendatang.

Selanjutnya kita cermati apa temuan BPK untuk tahun 2018. 

Menurut hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS-TK), menyimpulkan sejumlah permasalahan dalam pengelolaan investasi yang mengakibatkan hilangnya potensi penerimaan dan peningkatan  biaya.

Seperti dilansir CCNIndonesia.com, (29/5/2019). BPK juga merekomendasikan kepada Direktur Utama BPJS TK untuk menyusun roadmap atas pengelolaan property investasi.

Hasil pemeriksaan semester II 2018, (IHPS) BPK melansir pelaksanaan kebijakan yang mengakibatkan hilangnya potensi penerimaan, antara lain enam property investasi berupa tanah belum dimanfaatkan, sehingga belum memberikan pendapatan atau hasil investasi.

Ada  beberapa permasalahan yang ditemukan BPK, pertama; investasi tanah yang belum dimanfaatkan, kedua; tingkat pengembalian investasi atas aset jaminan sosial dan aset BPJS Ketenagakerjaan masih di bawah tolak ukur, ketiga; pendapatan sewa yang diperoleh dari pengelolaan property investasi gedung Graha Nagoya dengan sistem Master Lease kepada PT Bijak tidak memberikan hasil optimal, ke-empat; BPK juga menemukan pelaksanaan kebijakan peningkatan biaya, sehingga BPJS TK berpotensi mengalami kerugian yang lebih besar jika saham tersebut ter-delisting dari Bursa Efek. (cnnindonesia.com)

Lantas, apa penjelasan BPJS TK terhadap hasil temuan BPK?

BPJS TK mengaku bakal segera menindaklanjuti rekomendasi Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK)  terkait hasil pemeriksaan terhadap lembaga tersebut.

Deputi Direktur Bidang Humas & Antar Lembaga BPJS TK  Irvansyah Utoh Banja menjelaskan pihaknya selalu menindaklanjuti rekomendasi BPK atas hasil temuan audit sesegera mungkin. Terkait rekomendasi BPK pada investasi properti, menurut dia, pihaknya telah menyusun Roadmap Pengelolaan Properti Investasi.

"BPJS TK telah menyusun Roadmap Pengelolaan Properti Investasi dengan fokus optimalisasi aset properti secara efisien dan memperhatikan unsur kehati-hatian serta potensi return yang optimal," ujar Utoh kepada CNNIndonesia.com, dikutip Minggu (2/6).


Ia juga menjelaskan untuk dapat mempercepat proses optimalisasi aset properti, BPJS TK juga sedang mengajukan revisi terhadap PP 55/2015 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, dengan dukungan Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Keuangan.

"Kami juga telah menyempurnakan pedoman untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya penurunan kualitas investasi dengan mengutamakan governance. Pedoman tersebut telah mengatur alternatif dan langkah tahapan penanganan dengan cut loss sebagai langkah kebijakan terakhir," jelas dia.

Dari data yang diperoleh, hingga April 2019, total dana kelolaan mencapai Rp386,5 triliun ( akhir Desember 2019 sebesar Rp. 359,4 triliun).  Dana kelolaan tersebut sekitar 60 persen ditempatkan pada surat utang, 19 persen saham, 10 persen deposito, 10 persen reksadana dan 1persen investasi langsung.

Akumulasi dana dan investasi 

Jika kita simak laporan  KAP Mirawati dan Razikun,  yang memberikan penilaian WTP untuk tahun 2018 atas  pengelolaan program dan keuangan BPJS TK,  pihak BPJS TK sudah berhasil menghimpun dana iuran peserta yang cukup signifikan dengan tingat kepesertaan aktif yang mencapai target yang ditetapkan.

Angka 359,4 triliun iuran yang berhasil dihimpun, dengan 30,46 peserta aktif, dari 50, 57 juta peserta terdaftar, masih terlihat tantangan yang dihadapi. Yaitu bagaimana caranya sekitar 20 juta peserta yang tidak aktif, bisa didorong menjadi peserta aktif, disamping mencari terus pekerja yang belum sebagai peserta,  dengan membangun kemitraan yang intensif dengan perusahaan-perusahaan kecil, menengah maupun perusahaan besar.

Untuk meningkatkan  peserta aktif, adalah  merawat kerjasama dengan perusahaan-perusahaan sebagai pemberi kerja,  serta serikat pekerja sebagai alat kontrol agar perusahaan tidak lalai mendaftarkan pekerjanya untuk menjadi peserta BPJS TK.

Idealnya kita berharap dengan semangat yakin usaha sampai, kepada jajaran Direksi BPJS TK yang akan berakhir periodenya tahun 2021 mendatang ini, dapat mencapai akumulasi dana iuran antara 750 -- 1000 triliun, dengan peserta aktif 60 juta peserta.

Oleh karena itu, persoalan investasi adalah persoalan strategik yang harus diperhitungkan betul,  karena memberikan kontribusi yang besar juga untuk peningkatan akumulasi dana jaminan sosial BPJS TK.

Berbagai temuan dan rekomendasi BPK pada Iktiar hasil Pemeriksaan  Semester Ii 2018,  memang suatu keniscayaan untuk ditindaklanjuti. Penyusunan Roadmap Investasi dan langkah-langkah penting lainnya, harus diimplementasi dengan maksimal,  dan jika perlu pihak BPJS TK melakukan investigasi internal jika memang ada hal-hal yang menyimpang dari SOP yang telah ditetapkan.

Jka upaya penertiban kedalam tidak dilakukan dengan sepenuh hati, komitmen tinggi, dan berintegritas, cepat atau lambat akan menggerus kredibilitas BPJS TK yang saat ini sudah pada performance yang  baik.  Dewas adalah pihak garda terdepan untuk terus mengingatkan Direksi agar menyelesaikan berbagai persoalan manajemen secara profesional, dan terpadu.

Terkait upaya revisi terhadap PP 55/2015 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, memang sesuatu yang mendesak, oleh karena itu DJSN adalah pihak yang ikut turut bertanggung jawab untuk proses relaksasi PP 55/2015 tersebut,  sehingga BPJS TK tidak terjepit antara rekomendasi BPK yang harus dilaksanakan, dengan payung hukum PP yang perlu direvisi supaya rekomendasi dapat ditindak lanjuti.

Cibubur, 8 Juni 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun