Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Antara Cukai Rokok dan Defisit JKN

20 Maret 2019   16:34 Diperbarui: 21 Maret 2019   03:45 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pekerja menyelesaikan pembuatan rokok sintren di Perusahaan Rokok Klembak Menyan di Gombong, Kebumen, Jawa Tengah, Sabtu (21/10/2017). Distribusi rokok sintren meliputi daerah Kebumen, Kroya, Purwokerto dan Gombong, yang satu bungkusnya dijual seharga Rp 2100 dengan isi 10 batang. (KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG)

Perpres 82 /2018 tersebut memberikan ruang untuk mengatasi defisit (bleeding) Dana Jaminan Sosial JKN dari pajak cukai rokok bagian hak masing-masing daerah  provinsi/kabupaten/kota.  Hal ini bermakna, jika cukai rokok naik dari 40% menjadi 57% sesuai amanat UU 39 / 2007 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai, akan juga akan menaikkan tambahan untuk menambal defisit DJS JKN.

Pajak cukai rokok mampukah menambal defisit DJS JKN?.

Perpres 82 Tahun 2028 Tentang Jaminan Kesehatan, sebenarnya sudah mengunci sumber DJS JKN yang dapat digunakan untuk menambal defisit DJS JKN. Sebab sumber DJS yang dapat diperoleh hanyalah dari iuran peserta dan pajak cukai rokok yang menjadi hak daerah.

Dari laporan BPJS Kesehatan, defisit DJS sampai akhir tahun 2018 adalah Rp. 16,5 triliun. Dengan rincian untuk tahun berjalan Rp. 12,1 triliun dan carrier over tahun 2017 sebesar Rp. 4,2 triliun. Tetapi rupanya hasil verifikasi dan validasi pihak BPKP mencatat defisit DJS tahun  2018 sebesar Rp.10,98 triliun. Sampai hari ini tidak ada keterangan resmi yang jelas dan terinci  dari pemerintah ( Kemenkeu) dimana perbedaan angka itu terjadi. Karena jumlahnya tidak sedikit sekitar Rp. 5,5 triliun lebih.

Terlepas dari selisih tersebut, ternyata Kemenkeu sesuai dengan amanat Perpres 82/2018, membayarkan defisit DJS JKN sebesar Rp.4,9 triliun. Angka tersebut hampir persis sama dengan besaran pajak cukai rokok untuk tahun 2018 sebesar Rp. 5 triliun  yang menjadi bagian dari BPJS Kesehatan.  Kalau menggunakan angka BPKP , masih kurang 6 triliun lebih, dan tidak ada lagi dananya dari pos pajak cukai rokok tahun 2018.

Dengan demikian, terkesan bahwa mau berapapun defisit DJS JKN setiap tahun maka dana talangan yang disediakan tidak lebih dari Rp. 5 triliun, apalagi dengan tidak naiknya cukai rokok pada tahun 2019 sebagai sartu-satunya sumber dana talangan sesuai dengan Perpres 82/2018.

Potensi gagal bayar BPJS Kesehatan

Dari perhitungan diatas, maka diprediksi sampai akhir tahun ini BPJS Kesehatan akan mengalami gagal bayar sebesar minimal Rp. 6 triliun ( jika pakai  angka BPKP), dan sekitar Rp. 11, 5 triliun ( pakai angka BPJS Kesehatan). Tahun depan akan lebih besar lagi karena peserta semakin bertambah  untuk mencapai UHC 2019.

Tidak ada jalan lain, Pemerintah harus mencari sumber dana lain dari APBN, apakah langsung diambil dari cukai rokok yang masuk APBN atau pos pendapatan lainnya.

Apa yang akan terjadi terhadap JKN kedepan

 Jika pemerintah tidak melakukan upaya-upaya yang diuraikan diatas, maka ada beberapa kemungkinan yang terjadi yang tentu akan mempengaruhi pandangan masyarakat atas kebijakannya tersebut. Yang berbahaya adalah jika yang terjadi "krisis kepercayaan"  kepada pemerintahnya, dan berimplikasi terhadap pilihan politik rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun