Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Persoalan Insentif Dewan dan Direksi BPJS

12 Maret 2019   08:09 Diperbarui: 12 Maret 2019   08:08 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam UU BPJS bahkan disebut sebagai Pengawas Eksternal. Tidak ada satu Menteri pun yang diamanatkan UU SJSN dan UU BPJS melakukan tugas sebagai Pengawas Eksternal. UU BPJS hanya menyebutkan bahwa  partner DJSN untuk melakukan Pengawasan Eksternal adalah OJK, dan BPK sesuai dengan perintah undang-undang.

Memang ada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.02/2015  tentang Manfaat Tambahan lainnya dan Insentif bagi Dewas dan Direksi BPJS. Dalam  pasal 30  PMK tersebut substansinya mengutip persis isi UU BPJS dan Perpres 110/Tahun 2013, sehingga tidak dapat ditindak lanjuti, karena tidak ada mekanisme eksekusinya. 

Pihak Menkeu tidak berani melakukan eksekusi insentif dimaksud karena tidak adanya otorisasi dari Presiden sebagai Pejabat yang ditunjuk untuk menetapkan insentif. Bahkan PMK tersebut juga tidak membuat spesifikasi kriteria capaian kinerja bagi Dewas dan Direksi BPJS untuk dasar perhitungan dapatnya insentif.

Intinya regulasi dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas berputar terus tidak ada putusnya. Kenapa ini bisa terjadi karena Presiden sendiri belum melakukan penilaian kinerja BPJS yang dilaporkan Direksi BPJS setiap tahun sesuai dengan perintah UU BPJS.

Solusi

Agar persoalan insentif Dewas san Direksi BPJS,  dapat diselesaikan, dan kebijakan ( Political Will)  Presiden memberikan insentif  karena tidak menjadi beban pemerintah ( bukan APBN, bukan dana DJS), tetapi dari pengembangan asset BPJS, maka beberapa alternatif solusi dapat ditempuh yaitu :

  1. Memperbaiki Perpres 110/2013, khusus pada pasal 9 ayat ( 2) dan (3), terkait penetapan target kinerja oleh Presiden atau Pejabat yang ditunjuk, perlu dirubah menjadi "dengan menilai laporan tahunan Kinerja BPJS"  dengan memperhatikan hasil review DJSN.  Sedangkan Ayat (3) " atau Pejabat yang ditunjuk" dihapuskan karena soal Pejabat yang ditunjuk merupakan wewenang yang melekat pada Presiden.  Dan Pasal 12 terkait ketentusn lebih lanjut mengenai Manfaat Tambahan Lainnya dan Insentif Dewas dan Direksi BPJS diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, diperbaiki sebagai berikut hanya Manfaat tambahan Lainnya yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan. Tetapi terkait Insentif  harus tetap diatur dengan Peraturan Presiden.
  1. Penilaian Kinerja BPJS yang didalamnya juga menggambarkan kinerja Direksi dan Dewas, dan  dilaporkan setiap tahun oleh Direksi BPJS  kepada Presiden,  dipublikasi kepada publik melalui media cetak ( sesuai perintah UU BPJS) dengan format yang sudah dirumuskan DJSN,  telah di audit oleh akuntan publik,  sudah komprehensif bagi presiden untuk menilai kinerja Dewas dan Direksi.
  1. Untuk menguji penilaian kinerja Dewas dan Direksi dimaksud pada point 3, dapat meng"cross check"nya dengan Laporan hasil monitoring dan evaluasi yang dilaporkan DJSN baik per-semester mapun setiap tahun sebagai laporan tahunan. Atau bahkan juga dapat memperhatikan laporan masyarakat yang disampaikan melalui media cetak, dan elektronik.
  1. Dari kesimpulan analisis Laporan Kinerja BPJS dimaksud, dan hasilnya dapat diberikan insentif, barulah Presiden menerbitkan Kepres Penetapan besarnya insentif, dengan mengacu pada  perkalian dari Gaji atau Upah Dewas dan Direksi.

Kesimpulan

Kunci dari persoalan belum selesainya soal insentif Dewas dan Direksi yang selama 2 tahun belakangan ini, merupakan isu hangat yang dibicarakan di kalangan Dewas dan Direksi sekarang maupun periode yang lalu dan sangat mengharapkannya, adalah tidak terlepas dari tidak adanya respons/feed back  Presiden atas laporan kinerja BPJS yang dilaporkan Direksi setiap tahun kepada Presiden.

Yang bikin saya tidak habis pikir,  kita sering membaca di media cetak dan menonton di media elektronik, para Direksi BPJS berdampingan dengan Presiden dalam berbagai kegiatan BPJS, apakah para beliau itu pernah berbisik " Pak Presiden laporan kinerja kami suda bapak baca ?"  atau kalau lebih halusnya " mohon ijin Pak Presiden, mohon arahan atas laporan program tahunan  yang sudah kami sampaikan pada Bapak beberapa waktu yang lalu".

Dugaan saya mungkin sulit bagi  Direksi BPJS untuk menyampaikannya. Sebaiknya sebagai mitra kerja yang baik,  ada 3 Menteri yang dapat menanyakan  hal tersebut. Yaitu Menteri Kesehatan, atau Menteri Tenaga Kerja atau Menteri Keuangan.  Semoga para Menteri tersebut berkenan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun