Beberapa bulan terakhir ini, selain isu tentang pemilu kita cukup dihebohkan dengan dijualnya gunung Ciremai kepada perusahaan Amerika Serikat yaitu PT. Chevron dengan harga Rp.60T. Banyak orang yang cukup berkonsentrasi terkait isu ini, ada pula yang menanggapinya sinis. Tapi apapun reaksi orang, tentunya sebagai seorang Indonesia kita tidak akan membiarkan lagi lebih banyak bangsa asing menguasai tanah kita dan mengusir bangsa kita dari tanah kelahirannya.
Baiklah, kita langsung saja kepada duduk permasalahan rencana pengeksploitasian gunung Ciremai. Pada tanggal 19 Oktober 2010, Pemprov Jabar melalusi Dinas ESDM Jabar memberikan surat dengan perihal "Pemberitahuan Sosialisasi Pemanfaatan Panas Bumi" yang ditujukan kepada Kepala SDAP Kab.Kuningan dengan nomor 452/1058/A-Pabum/2010. Isi surat tersebut, pada intinya Pemprov Jabar melalui Dinas ESDM akan melaksanakan kegiatan sosialisasi terkait rencana pemanfaatan Panas Bumi Gunung Ciremai. Disurat itu sendiri terdapat sebuah lampiran yang berisi daftar 162 desa yang masuk dalam Wilayah Kerja Pertambangan (WKP). Seperti yang kita ketahui, berikutnya pada tahun 2011 PT. Chevron memenangkan lelang mengalahkan perusahaan asal Turki. Dan yang harus kita ketahui juga adalah didalam WKP dilarang adanya pemukiman penduduk karena dikhawatirkan akan adanya efek negatif dari proyek pemanfaatan panas bumi. Lalu, akan tinggal dimana warga dari 162 yang masuk dalam WKP?
Ya, untuk menjawab hal tersebut kita bisa melihat gambaran yang ada di kota Jakarta. Di Jakarta, sudah menjadi rahasia umum jika ada sebuah developer yang akan membangun apartemen atau komplek perkantoran, tentunya masyarakat yang tinggal dilokasi pembangunan harus digusur dan pindah dari tempat tinggalnya. Contoh lain adalah ketika dilaksanakan normalisasi waduk pluit dan ria-rio. Jika konteksnya di Jakarta, tentu developer atau Pemprov tidak akan kesulitan untuk memindahkan masyarakatnya karna sebagian besar tentu adalah orang-orang pekerja kantoran. Lalu, bagaimana jika konteksnya adalah di Kuningan dan Majalengka yang 99% penduduknya adalah petani? Tentunya memindahkan penduduk disekitar gunung Ciremai adalah syarat mutlak yang harus dilakukan oleh Pemprov Jabar. Lalu, apakah itu menjadi solusi? Tentu tidak, karena dalam pertanian tentunya kontur tanah akan sangat berpengaruh pada hasil pertanian. Dan sudah pasti, memindahkan masyarakat di lereng gunung Ciremai adalah kesalahan besar karena masyarakat disekitar lereng gunung Ciremai pasti akan kehilangan mata pencariannya. Selain terkait permasalahan penghidupan, tentu kita akan berhadapan dengan permasalahan penghapusaan kebudayaan sunda yang sudah lahir sejak ratusan tahun yang lalu. Perlu diketahui, dilereng gunung Ciremai terdapat ratusan situs budaya yang menjadi identitas budaya sunda. Dan sebagian besar masyarakat adat sunda, meyakini bahwa leluhur mereka dan asal muasal orang sunda lahir dilereng gunung Ciremai.
Kesimpulannya, apapun alasan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi ataupun daerah melakukan proyek pemanfaatan panas bumi digunung Ciremai adalah sebuah pengkhianatan tehadap bangsa ini khususnya kepada orang sunda. Selain itu, tentunya sebagai orang Indonesia kita harus melawan segala bentuk penjajahan oleh bangsa asing yang perlahan menggrogoti negeri tercinta ini. Mau dijual atau disewakan sama saja jika akhirnya merusak alam kita dan keseimbangan bumi kita. "Dijual teu dijual, Ciremai montong diganggu!!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H