Mohon tunggu...
Chaycya Oktiberto Simanjuntak
Chaycya Oktiberto Simanjuntak Mohon Tunggu... Jurnalis - Suka menulis dan traveling

a writer and traveler.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Covid-19 dan Tradisi Pulang Kampung

29 Maret 2020   07:52 Diperbarui: 30 Maret 2020   22:35 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ADA dua musim eksodus atau istilah umumnya musim mudik terbesar di Indonesia setiap tahunnya. Satu pada jelang perayaan Natal dan Tahun Baru. Dua, jelang perayaan Idul Fitri atau arus mudik di bulan puasa.

Sejak akhir Desember 2019 lalu, berita mengenai virus Corona mulai terdengar. Pertamanya di Wuhan, salah satu kawasan di Tiongkok. Belum menjadi perhatian besar saat itu. Mengingat, sebelum-sebelumnya juga, beberapa negara pernah menghadapi endemi serupa. Disebabkan oleh Corona juga. Sebut saja penyakit Middle East Respiratory Syndrome ( MERS) yang bermula di Timur Tengah. Ada juga SARS yang disebabkan virus pernafasan akut akibat corona (Sarsr-CoV). Semuanya menyerang sistem pernafasan. Tenggorokan dan paru-paru. Bagi yang immunitas atau sistem kekebalan tubuhnya lemah, gampang tertular.

Gejalanya, kesulitan dan sesak bernafas, nyeri di dada konsisten, tidak fokus atau mendadak bingung, sakit sekujur tubuh, dan kadang munculnya kebiruan di wajah dan bibir. Tidak semua penderita positif mengalami beberapa gejala ini. Tergantung daya tahan tubuhnya.

Januari, bermula di Wuhan, Negara jiran Singapura sudah mulai waspada. Sejumlah pengunjung di bandara dilaksanakan random check untuk uji suhu tubuh memakai  Thermal check.  Lewat dari 37 derajat celcius, wajib menjalankan tes dan karantina kesehatan di sana. Seiring peningkatan jumlah pasien positif dan daerah terpapar di Tiongkok, Singapura pun menambah kuantitas pemeriksaan. Seluruh penumpang dari rute Tiongkok mana saja yang terbang ke Singapura tak luput pemeriksaan. Saat itu memang lagi musim eksodus terbesar di dunia. Hari Raya Imlek. Jutaan warga Tiongkok melaksanakan tradisi pulang kampung, atau liburan antar negara. Singapura was-was. Berjaga-jaga, ditambahlah thermal check itu. Seluruh pendatang dan warganya yang datang dari daratan Tiongkok diperiksa di Changi.

Makin hari, Singapura memperketat pengawasannya. Apalagi sejak ada tiga kasus positif pertama terkonfirmasi di negara itu. Identitas pribadi pasien positif dirahasiakan tapi riwayat perjalanan dan hotel tempat mereka menginap dipublikasikan. Seluruh orang terdampak dengan pasien diperiksa.

Sementara Singapura sudah awas, Indonesia justru sebaliknya. Awal tahun itu, Negeriku ini masih sesumbar. "Indonesia bebas Corona karena kita negara tropis. Virus mati di daerah panas"
"Corona takut masuk ke Indonesia karena birokrasinya ribet"
"Corona keder duluan ke Indonesia karena sebelumnya udah banyak penyakit yang duluan masuk. TBC, Malaria, Tifus, bla bla bla".

Masih banyak sesumbar lain. Bahkan ada juga pernyataan sesumbar dari bapak Menteri Perhubungan.

Nah semakin ke sini, Corona, atau novelCorona virus ini makin menyebar. Awalnya satu negara. Menjadi tiga negara, lalu lima negara dan kini menyebar ke 187 negara. Yang awalnya endemi berakhir menjadi pandemi. Ya penyebarannya global. Melewati batas negara. Tak mengenal suku, agama, ras, dan antar golongan. Siapa saja bisa kena. Saya, kamu, dia, dan mereka. Keluarga, kerabat, pejabat, pemulung, dokter, politisi, orangtua hingga bayi baru lahir bisa kena.

Wuhan cepat tanggap. Virus ini berbahaya dan mematikan, maka mereka mengisolasi seluruh kawasan. Bermula di Wuhan menyebar hingga Hubei dan beberapa distrik di Tiongkok.

Pandemi. Namanya kembali berubah. Dari nCoV menjadi Corona Virus Disease -19 (Covid-19). Penyakit yang diakibatkan virus corona ini sangat berbahaya. Masa inkubasinya 2-14 hari setelah ada gejala awal. Kata pulmonologis yang pernah saya wawancarai di salah satu RS swasta di kota ini dan juga informasi dari MoH Singapura, penyebaran virusnya tertular secara droplet. Maka tak diperkenankan menyentuh wajah, hidung, dan mulut, bahkan mata kalau kondisi tangan kotor.

Bagaimana untuk memutus rantai penyebarannya?
1. Diam di dalam rumah dalam arti yang sebenarnya. Jangan keluar-keluar untuk meminimalisir persebaran dan penularan.
2. Physical distancing (awalnya social distancing). Menjaga jarak dengan lawan bicara 1,5-2 meter.
3. Peka terhadap kondisi tubuh. Ada symptom atau gejala segera memeriksakan diri ke dokter dan pakai masker. Menurutku (hanya pendapat pribadi: di situasi genting sekarang ini semua warga wajib memakai masker. Tanpa terkecuali. Kita nggak tahu kondisi tubuh masing-masing orang. Bisa saja sehat tapi ternyata sudah ada virus di tubuhnya. Karena immunnya kuat jadi gejala nggak kelihatan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun