-sebuah skenario hidup
tak seperti awal tahun lalu,
awal tahun ini aku telah tidak lagi sendiri, setidaknya aku merasa telah kedatangan seseorang yang sedia menemani, dan kuanggap ini sebagai sesuatu yang (mungkin) kebetulan yang menyenangkan bagiku, dan setidaknya itu membuatku bisa lebih leluasa meluahkan rasa tanpa harus terjebak lagi dalam keegoan birahi terhadap kerumunan wanita
dulu aku selalu berpikir aku selalu merasa memiliki cinta dan kasih sayang yang besar, cinta yang tulus, cinta yang begitu indah, namun ternyata itu hanya mimpi terbodohku, aku sangat mencintai cinta, tapi cinta sama sekali tak pernah mencintaiku, membuatku jera terjatuh dan terjatuh lagi, jadi aku memilih sendiri, untuk apa pusing-pusing memikirkan cinta
tapi belum jenuh menikmati kesendirian, tiba-tiba aku merasa ingin berdua, kemudian ingin juga seseorang yang dulu suka menatapku dalam-dalam, aku ingin seseorang yang menurutku biasa melakukan itu tanpa harus banyak berbicara tentang cinta yang baru, cinta yang menurutku tak lebih dari penjara
hampir dua tahun ini aku mencoba bermetamorfosa dari diriku yang semula, aku tidak pernah begitu percaya dengan cinta, sekalipun sejujurnya aku sangat mendambakan cinta, namun aku begitu menikmati kesendirian yang kujalani, dan bila kelak aku ada yang menemani, aku sangat berharap kenikmatan semacam ini masih bisa kurasakan pada saat-saat nanti
lega saat di tengah kesendirianku akhirnya teringat keanggunan bunga melati, aku sangat tahu, di belakang kesibukan hari-hariku, sesungguhnya aku merindukan segala sesuatu yang beraroma melati, dan aku mengerti dengan apa yang semestinya kulakukan untuk membuatnya bisa kembali mengisi kekosongan langit-langit kamar hatiku, yang tiba-tiba menjadi sangat merindukannya
kupandangi potret-potret kenangan yang lama aku beranjak meninggalkannya, kubuang jauh-jauh debu-debuan usang, lantas kutarik selimut putih yang dengan kelembutannya kuharap dapat kembali menumbuhkan putih-putih melati yang dulu segar bermekaran seisi hati
dan seperti kataku di tahun-tahun sebelum ini, seusai membantai panjangnya sepi, dengan puisi aku masih akan berdiri, memasrahkan keindahan rindu yang tak terakhiri, lantas mengecup kembali kuntuman-kuntuman bunga melati, karena kusadari banyak hal yang selama ini telah kusesali
kini, di sini, dalam kepingan-kepingan cinta di dasar palung hati, aku mendamba melati, merindu bunga-bunganya yang putih, dan aku mencintainya, dengan cinta yang kupikir telah banyak belajar memberi tanpa pamrih, bukan seperti pelangi yang ada sekedar mewarnai hari
ya, di sini, setidaknya biarkan aku berkata seadanya, seandainya ada keterpaksaan yang dirasa dari rentetan helai demi helai kenangan kita, dan tak mampu lagi menumbuhkanmu karena terbungkam kegetiran masa lalu, dan tak benar-benar mudah terobati, aku takkan ragu untuk mentahbiskan diriku sendiri sebagai seorang pendosa, namun seandainya segala apa yang telah kutuliskan di sini dapat merintikkan tetesan kedamaian, penuh harmoni di dalam hati, membintikkan keindahan dalam jiwa, menjilati segenap resahmu, meninabobokan gelisahmu, dan meniduri curigamu, ambillah cintaku, sandingkan dengan cinta yang ada dalam hatimu sepenuh keyakinan, dan biarkan aku memetikmu, lantas menyuntingmu untuk menjadikanmu halal dalam kehangatan pelukanku
I’ll be there for you, insya Allah...