Fenomena "gender reveal parties" telah menciptakan gebrakan dalam perbincangan seputar permasalahan gender di kehidupan sehari-hari. Meskipun pada awalnya terlihat sebagai acara yang ceria dan menyenangkan untuk mengumumkan jenis kelamin bayi yang akan lahir, kini fenomena ini tidak hanya menjadi pusat perhatian tetapi juga memunculkan berbagai isu yang menciptakan pertanyaan mendalam tentang norma-norma gender dan stereotip yang berkembang.
Dalam era media sosial yang terus berkembang, "gender reveal parties" telah menjadi tren dimana calon orang tua merayakan pengumuman jenis kelamin bayi mereka dengan cara yang semakin dramatis. Penggunaan warna-warni, mulai dari potongan kue berwarna biru atau merah muda hingga asap berwarna, menciptakan momen penuh kegembiraan yang tidak hanya dirayakan secara langsung tetapi juga diabadikan dalam video yang diunggah ke platform media sosial. Dalam perspektif psikologi gender, fenomena ini memperkuat stereotip tradisional tentang peran gender, di mana warna tertentu (biru untuk laki-laki, merah muda untuk perempuan) dikaitkan dengan identitas gender, memperkuat pandangan bahwa minat dan preferensi tertentu seharusnya dimiliki berdasarkan jenis kelamin.
Dasar dari pesta gender reveal adalah bahwa orangtua yang sedang hamil mengadakan pesta di mana jenis kelamin janin diumumkan melalui pertunjukan kejutan, dengan warna pink untuk anak perempuan atau biru untuk anak laki-laki. Proses ini melibatkan bidan yang menuliskan jenis kelamin bayi dan menyegelnya dalam amplop, yang kemudian diserahkan kepada seseorang atau profesional yang akan menyusun materi untuk "pengungkapan" tersebut. Contohnya mencakup kue berwarna di bagian dalam, meriam confetti, balon berwarna yang muncul dari kotak, atau cara lain yang lebih dramatis dan berbahaya.
Acara "gender reveal party" sebenarnya mengumumkan kemungkinan jenis kelamin janin melalui dua tes prenatal non-invasif. Pertama, pemindaian ultrasonografi dapat mendeteksi keberadaan atau ketiadaan penis atau menilai arah tuberculum genital setelah usia kehamilan 12 minggu. Kedua, tes darah ibu dapat mengidentifikasi kromosom janin sejak usia kehamilan 4 minggu. Meskipun amniosentesis juga dapat menguji kromosom janin, resikonya lebih tinggi, sehingga umumnya digunakan sebagai metode konfirmasi kelainan kromosom yang dicurigai (Jack, 2020).
Dalam beberapa tahun terakhir, melalui media sosial, konsep gender reveal party telah berkembang menjadi salah satu elemen utama dalam perayaan kehamilan. Orangtua calon bayi memilih cara kreatif untuk mengumumkan jenis kelamin anak mereka, menciptakan momen yang tidak hanya menyenangkan bagi mereka sendiri tetapi juga menarik perhatian publik. Kesuksesan gender reveal party dalam menarik perhatian publik dan menjadi viral di media sosial menciptakan semacam "kompetisi" di antara calon orangtua untuk menciptakan momen pengungkapan yang paling unik dan mengesankan, menambah tekanan pada mereka.
Meskipun mendapat popularitas yang melonjak, fenomena gender reveal party juga mendapatkan kritik dan kontroversi. Beberapa kritik datang dari kelompok aktivis gender dan feminis, yang melihatnya sebagai perwujudan lanjutan dari norma-norma gender tradisional yang memasukkan anak-anak ke dalam stereotip berwarna biru dan merah muda sejak dini. Hal ini tidak hanya menciptakan pembagian warna berdasarkan jenis kelamin, tetapi juga meresap ke dalam persepsi masyarakat tentang minat, hobi, dan preferensi yang diharapkan dari setiap gender. Selain itu, ada kekhawatiran terkait dampaknya pada lingkungan, terutama penggunaan asap berwarna atau bahan lain yang dapat mencemari udara.
Pesta gender reveal cenderung menciptakan harapan dan asumsi tentang kepribadian dan minat anak berdasarkan jenis kelaminnya. Misalnya, anak laki-laki dianggap akan tertarik pada hal-hal yang berbau maskulin seperti olahraga atau mainan konstruksi, sementara anak perempuan diharapkan lebih tertarik pada aktivitas yang dianggap feminin seperti bermain dengan boneka atau berkebun. Hal ini dapat mempengaruhi cara orangtua dan masyarakat memperlakukan anak-anak dan mengarah pada pemberian ekspektasi yang berbeda berdasarkan jenis kelamin.Â
Di lain sisi, popularitas pesta gender reveal dapat menciptakan tekanan bagi calon orangtua untuk mengikuti norma-norma yang telah ditetapkan. Ada dorongan tidak langsung untuk membuat pengungkapan jenis kelamin seunik dan se-spektakuler mungkin agar dapat bersaing dengan tren yang ada. Hal ini menciptakan ekspektasi sosial yang dapat mempengaruhi bagaimana calon orangtua merencanakan dan melaksanakan pesta mereka, serta bagaimana mereka memandang kesuksesan dalam perayaan tersebut.Â
Pengaruh sosial media dan kapitalisme dalam fenomena gender reveal party telah menciptakan dinamika kompleks dalam cara orangtua memperanakan peran mereka dan merayakan kehamilan. Berikut adalah dampak-dampak utama dari kedua faktor ini:
Sosial media menciptakan tekanan pada calon orangtua untuk menghasilkan pengumuman jenis kelamin yang kreatif dan viral, memunculkan pertanyaan tentang sumber kreativitas dan desakan untuk bersaing dengan tren media sosial.
Kapitalisme memanfaatkan gender reveal parties sebagai peluang bisnis dengan menghubungkannya pada penjualan produk dan dekorasi gender-specific. Ini mendorong konsumsi besar dalam perayaan, menciptakan keterkaitan erat antara kapitalisme dan perencanaan serta perayaan acara-acara semacam itu.
-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!