Alexithymia merupakan sebuah kondisi mental yang berkaitan dengan kesulitan mengekspresikan emosi. Meskipun bukan kondisi yang membahayakan tetapi seorang dengan Alexithymia dapat mengalami masalah berkaitan dengan hubungan sosial dan intrapersonal secara tidak disengaja. Kondisi ini juga termasuk kedalam defisit kognitif saat mengidentifikasi dan mengungkapkan emosi, serta kurang memikirkan emosi yang dirasakan.
Alexithymia bukanlah suatu hal baru, Alexithymia telah diperkenalkan pada tahun 1972, oleh seorang psikoterapis yang bernama Dr. Peter Sifenos. Alexithymia tidak dikategorikan sebagai sebuah gangguan, namun termasuk kedalam gejala sub-klinis.
Sehingga, termasuk kedalam ciri kepribadian yang dapat mendeteksi orang dengan resiko gangguan psikiatrik atau medis lainnya. Berdasarkan sumber kemunculannya, Alexithymia dibagi menjadi dua kategori, yaitu primer dan sekunder. Primer dapat terjadi karena hal tersebut telah menjadi bagian dari kepribadiannya, sedangkan sekunder, dikarenakan adanya kejadian traumatik yang dapat bersifat sementara.
Seseorang dengan Alexithymia akan mengalami distress psikologi dan melakukan gaya koping yang maladaptive untuk pengungkapan emosinya. Berkurangnya kapasitas ini cenderung dapat membuat individu memiliki masalah dalam keberfungsian sosial. Prevalensi Alexithymia pada populasi umum dapat meningkat pada diri individu yang agresif. Yang artinya, individu dengan Alexithymia memiliki tingkat agresi yang lebih tinggi dibanding dengan individu Non-Alexithymia.
Peningkatan level Alexithymia tidak terkait dengan level agresivitas yang lebih tinggi. Alasannya karena individu yang lebih sadar secara emosi dapat memberikan respon stres yang lebih tinggi terhadap stimulus ancaman sehingga rentan akan pikiran dan emosi negatif.
Disebutkan bahwa mengabaikan emosi dalam diri memungkinkan seseorang untuk melindungi kondisi mental dari efek buruk seperti menyalahkan diri sendiri, meskipun juga tidak memungkinkan untuk melakukan penilaian ulang terhadap suatu masalah.
Hubungan yang positif dan signifikan antara Alexithymia dan agresivitas pada remaja menunjukkan bahwa remaja yang memiliki kecenderungan alexithymia yang tinggi lebih mungkin untuk mengalami peningkatan agresivitas, begitu pun sebaliknya.
Emosi berfungsi menyediakan informasi untuk mengarahkan, mengontrol, dan meregulasi perilaku yang sejalan dengan norma sosial. Namun, individu yang mengalami Alexithymia seringkali tidak sadar atau kebingungan akan emosi yang dirasakan beserta penyebabnya. Kesulitan dalam mengekspresikan perasaan tersebut dapat membuat individu mengalami frustrasi atau distres internal sehingga gagal mengatur emosi secara adaptif dan berujung pada munculnya masalah perilaku. Dimensi kesulitan memahami emosi dan mengkomunikasikan emosi pada Alexithymia dapat mempengaruhi kemunculan agresi fisik, amarah, dan sikap permusuhan.
Ciri-ciri orang dengan Alexithymia, diantaranya: ketidakmampuan mengungkapkan emosi, berpikir terlalu logis dan tidak berperasaan, minim empati, kesulitan menjawab pertanyaan sederhana, tidak mampu berimajinasi mengenai masa depannya, kurang tertarik pada sebuah karya seni, keputusan diambil secara rasional dan tidak menggunakan perasaan, terkadang memiliki gangguan fisik seperti wajah memerah, sakit kepala, serta sakit perut.
Aspek-aspek pada individu dengan Alexithymia, adalah:
- Kesulitan dalam memahami perasaan (difficulty identifying feeling), memiliki emosi yang nampak, namungagal mengenali penyebab munculnya emosi.
- Kesulitan dalam menyadari perasaan (difficulty defining feeling), sulit membedakan dan memahami perasaan dengan sensasi tubuh pada saat mengalami suatu dorongan emosi
- Memiliki pola pikir yang eksternal (eksternal oriented thinking), perkataan dan pikiran didasarkan pada sebuah bukti yang objektif
Faktor yang dapat memengaruhi Alexithymia, diantaranya:
- Kecerdasan emosi, jika seseorang mampu mengerti kecenderungan emosi dirinyya sendiri maka mereka juga akan memahami bagaimana menjaga hubungan dengan orang lain dan menyalurkan emosi yang lebih positif
- Attachment style, gaya interaksi individu dengan orang lain yang telah mereka pelajari dari lingkungan sekitar pada masa kecil akan memengaruhi bagaimana seseorang akan berkomunikasi dan merespon serta menyesuaikan emosinya.
- Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), telah dijelaskan sebelumnya, bahwa alexithymia sekunder disebabkan adanya trauma yang terjadi di masa lampau.
Alexithymia dapat diukur menggunakan Toronto Alexithymia Scale (TAS-20). Pada penggunaannya, jika hasil skor memiliki nilai yang tinggi maka tingkat Alexithymia yang di derita semakin tinggi pula. Skala ini banyak digunakan karena hanya terdiri dari tiga dimensi, yaitu: difficulty identifying feeling, difficulty defining feeling, dan eksternal oriented thinking.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H