Mohon tunggu...
Aulia
Aulia Mohon Tunggu... Lainnya - Pendamping Belajar

Seorang pekerja migran yang beralih profesi menjadi pendamping belajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjadi Pintar Tak Harus Mahal

31 Oktober 2013   20:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:45 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya pernah berbincang dengan tetangga seputar pendidikan putra-putri mereka di sekolah. Kesulitan apa yang mereka temui selama mendampingi putra-putrinya belajar. Bukan tanpa maksud apa-apa saya menelusuri itu. Saat itu terbersit keinginan untuk membuka les bahasa Inggris di rumah. Sepulang dari Hong Kong saya nyaris tak punya kesibukan berarti di rumah. Maksud hati ingin berbagi ilmu (yang tak seberapa) kepada anak-anak di lingkungan sekitar. Yang paling saya kuasai adalah bahasa Inggris. Dan itulah yang ingin saya bagi. Namun dari hasil 'survei', ternyata bahasa Inggris kurang diminati di sini. Ibu-ibu justru menyarankan saya membuka bimbingan belajar untuk semua mata pelajaran. Wah tantangan ini! Pesimis! Satu kata itu menggelayuti benak saya. Materi pelajaran anak-anak SD sekarang sungguh sulit. Dinamika dunia pendidikan telah berkembang pesat. Sementara saya tak punya background pendidikan seorang guru. Dorongan itu semakin kuat. Ditambah lagi adanya pemandangan di sekitar. Saya perhatikan anak-anak banyak menghabiskan waktu mereka dengan bermain-main saja sepulang sekolah. Sayang, waktu produktif mereka jadi terbuang sia-sia. Seorang ibu bercerita, ia pernah mendaftarkan anaknya yang duduk di bangku kelas 3 SD ke sebuah lembaga bimbingan belajar/bimbel di kota. Ia mengatakan anaknya mengalami kesulitan mengikuti pelajaran di sekolah. Penjelasan dari guru tak cukup membuat mereka paham materi yang diajarkan. Ia dan sejumlah orang tua lainnya memutuskan untuk memasukkan putra-putrinya ke bimbel itu. Namun niat itu seketika diurungkan ketika ia tahu tingginya harga yang harus ia bayar. Sebagai biaya pendaftaran, modul dan bimbingan, dalam satu semester, bimbel mematok harga hampir 2 juta. Duh, mahalnya biaya pendidikan! Berangkat dari keprihatinan itulah akhirnya saya benar-benar membuka bimbingan belajar yang saya lebih suka saya sebut sebagai 'rumah belajar'. Di sini konsep yang saya tawarkan adalah belajar bersama. Saya ada ditengah-tengah mereka, mengajar, membimbing, mengawasi serta mendengarkan keinginan dan kebutuhan mereka. Saya akan duduk sejajar dengan mereka. Hubungannya akan lebih nampak seperti teman, tak hanya sabagai guru dan murid. Awal Maret 2013 rumah belajar itu saya buka. Dengan mencongkel sedikit celengan, saya membuat kelas yang sangat sederhana. Lengkap dengan persediaan buku-buku layaknya sebuah perpustakaan. Bagi murid SD saya memberi bimbingan belajar di semua mata pelajaran. Sedangkan untuk siswa SMP, SMA dan umum saya hanya sanggup mengajar bahasa Inggris saja. Sementara bagi anak usia dini dan taman kanak-kanak saya mengajarkan calistung (membaca, menulis dan berhitung). Suatu pekerjaan yang sebenarnya semua orang bisa lakukan. Saya menyediakan peralatan audio serta seperangkat komputer sebagai sarana penunjang. Saya ingin mengajarkan banyak hal. Termasuk pengenalan internet kepada anak-anak ini. Tak hanya sampai di situ, khusus pada hari Sabtu dan Minggu, saya membuka kelas menggambar. Semua boleh datang. Anak kecil, remaja, orang tua yang berminat boleh bergabung di sini. Sangat menyenangkan! Atmosfer dikampung sekarang agak berbeda. Dahulu, sepulang sekolah anak-anak seringkali menghabiskan waktu dengan bermain dan bermain. Sepeda-sepedaan, main layangan, nonton tv, atau sekedar membuat kegaduhan kecil di samping rumah. Sekarang hal-hal semacam itu sudah agak berkurang. Sepulang sekolah mereka berduyun-duyun ke 'rumah belajar' yang saya beri nama 'Tutor Time' ini. Tentunya saya memberi jadwal agar kelas tak terlalu penuh. Saya tak menampik memungut biaya dari mereka. Saya membutuhkan dana untuk operasional kelas sehari-hari. Untuk penyediaan alat tulis, alat peraga dan bank soal. Hanya Rp 2000,00 saja untuk setiap kehadiran dengan durasi belajar selama 1 jam. Saya menyadari yang saya lakukan ini tak bernilai apa-apa. Sebab sudah selayaknya mendidik dan membimbing anak-anak untuk menjadi generasi penerus bangsa yang cerdas dan berkarakter itu menjadi tanggung jawab kita bersama. Tak hanya menjadi kewajiban guru dan orang tua saja. Seperti apa suasana proses belajar-mengajar di rumah belajar saya sehari-harinya, akan saya ceritakan di tulisan-tulisan saya berikutnya. Pati, 31 Oktober 2013

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun