Mohon tunggu...
Aulia
Aulia Mohon Tunggu... Lainnya - Pendamping Belajar

Seorang pekerja migran yang beralih profesi menjadi pendamping belajar

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Cabut Gigi, Siapa Takut?

27 September 2012   11:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:36 4146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selesai menyikat gigi, saya kira dokter akan langsung memeriksa gigi saya. Ternyata tidak. Seorang suster meminta saya duduk di kursi periksa, tubuh saya ditutupi dengan selimut, kursinya ditinggikan sedikit. Setelah itu dia menyerahkan satu cangkir kecil berisi air dan sebuah mangkuk. Dimintanya saya berkumur di situ. Saya masih tidak tahu gerangan apa yang akan dilakukan suster itu. Tiba-tiba dia meminta saya untuk membuka mulut. Eh, dia menyikat gigi saya. Cuma sebentar. Sesudahnya dia bertanya. " Ada bedanya nggak cara saya menyikat gigi kamu dengan cara kamu?" Saya bilang ada. Cara dia menyikat gigi saya lebih pelan dan lembut. Tidak ada tekanan sama sekali.

Di situ dia menjelaskan pentingnya menyikat gigi dengan benar. Jangan memberikan tekanan terlalu kuat pada gigi. Dikatakannya lagi, cara yang tepat menyikat gigi adalah sehalus mungkin. cukup menempelkan sikat pada gigi, lalu tarik pelan-pelan. Tak perlu sampai menimbulkan suara gesekan. Menekan gigi terlalu kuat ketika menggosok gigi lama kelamaan akan menyebabkan lapisan terluar gigi terkikis, sehingga menyebabkan kerusakan.

Selesai acara sikat-menyikat, tibalah saya diacara inti. Ceilee..kayak acara resepsian penganten saja. :D Seorang perawat lainnya datang menghampiri saya, dia meminta ijin untuk mem-foto rontgen gigi saya. Saya diminta berbaring. Seperti mau dioperasi, lampu besar diatas saya dinyalakan. Silau bukan main. Pengambilan gambar dengan memasukkan kamera kecil ke dalam mulut saya harus dilakukan berkali-kali. Saya tersedak karena kamera itu dimasukkan jauh di dalam mulut saya. Mungkin juga karena perasaan takut, grogi yang bercampur menjadi satu. Pada pengambilan gambar yang ketiga, dinyatakan sukses. Setelah itu saya dipersilakan membersihkan mulut untuk lalu kembali ke ruang tunggu, menunggu hasil analisis dokter. Lama sekali ya prosesnya. Padahal saya kira tadi itu udah masuk acara inti. Langsung cabut, selesai deh. Ternyata belum. Hahahahaha..

Lama menunggu akhirnya saya diminta masuk lagi ke ruangan. Ditunjukkannya saya pada foto rontgen gigi saya. Ternyata ditemukan sebuah lubang besar menganga di 'wisdom tooth' bagian kiri. Yups, geraham bungsu kiri saya yang berlubang. Dan satu-satunya cara menyelesaikan masalah adalah dengan mencabutnya. Saya disodori sebuah surat pernyataan bersedia dicabut giginya, plus perincian biaya sebesar HK$2.500. Nggak salah nih? Cabut gigi dua jeti lebih? Alamak. Kalau di puskesmas deket rumah paling nggak nyampe dua puluh ribu. Kenapa bisa sebesar itu biayanya? Alasan pak dokternya sih karena mencabut gigi geraham bungsu memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi dari gigi-gigi yang lain. Benarkah begitu pak dokter gigi?

Untungnya saya di-cover asuransi di sini, jadi biaya sebesar itu bukan masalah. Selesai menandatangani surat pernyataan, akhirnya tiba juga saat yang sangat tidak saya nanti-nantikan. Perlu diketahui, waktu saya benar-benar dicekam rasa takut. Saya disuruh duduk di kursi periksa tadi yang telah di-set posisi sedikit berbaring, lalu lampu dinyalakan. Satu dokter dan 3 perawat berjibaku dengan geraham bungsu saya waktu itu.

Pertama-tama, mata saya ditutup dengan kain/masker. Dokter mengatakan pada saya bahwa sekarang dia akan menyuntik bius gusi saya. Saya diminta untuk tidak bergerak. Yang terjadi selanjutnya, daerah yang akan dibius ditempeli semacam setiker. Kemudian didiamkan beberapa saat dan lalu dilepas. Di tempat bekas setiker itulah obat bius disuntikkan. Saya bisa merasakan rasa obat bius itu pahit dan getir. Kemudian saya diminta menunggu beberapa menit  sampai obatnya benar-benar bekerja. Saat itulah dokternya bilang kalau saya tidak boleh takut. Santai saja. "Trust me! This won't hurt!" Tetep saya saya takut, Bapaaakkk. Dan perawatnya juga nggak kalah perhatiannya. Dianya dengan telaten mengelap keringat saya yang sedikit demi sedikit mulai mengucur.

Setelah 15 menitan, saya merasa pipi dan bibir saya mati rasa. Dokter pun mulai bekerja. Dia bilang, saat dia mulai mengotak-atik gigi saya, kalau ternyata saya merasa kesakitan, saya harus mengangkat tangan kanan saya ke atas, agar dia tahu bagian itu tak terprotek obat bius. Dia juga meminta saya menelan darah yang keluar dari gusi selama proses pencabutan gigi berlangsung. Doa-doapun saya panjatkan. Berharap semuanya berjalan dengan lancar. Dan, yuhuuu tak lebih dari 3 menit, si gigi berlubang itupun sukses dikeluarkan dari sarangnya. :D Swear saya nggak merasakan apa-apa. Paling bibir saja yang berasa jadi ndower akibat dimasukin segala macam peralatan medis. Hahahhaha.. Alhamdulillah semuanya selesai juga akhirnya.

Yah begitulah cerita heboh saya ketika berhadapan dengan seorang yang dulu pernah menjadi sosok paling menakutkan bagi saya. Dokter gigi! Ternyata oh ternyata tak seseram yang saya bayangkan selama ini. :D

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun