Mohon tunggu...
Chasna Zakiatuz Zahwa
Chasna Zakiatuz Zahwa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya mahasiswa semester 3 yang sedang menempuh pendidikan di Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi, Universitas Negeri Semarang.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membangun Karakter Anak melalui Cerita Rakyat Malin Kundang sebagai Pelajaran Karakter dan Moral Bakti kepada Orang Tua

2 Desember 2024   11:20 Diperbarui: 2 Desember 2024   15:16 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

3) Nilai Moral dalam Hubungan Manusia dengan Tuhan

Dalam hubungan mereka dengan tuhan, manusia dapat mempercayai atau membalas segala sesuatu yang mereka lakukan kepadanya. Seseorang akan dihukum atau diberi pahala atas perbuatan mereka yang pantas jika mereka melakukan perbuatan buruk. Sebaliknya, jika seseorang selalu berbuat baik, mereka akan mendapatkan surga yang sebanding dengan perbuatan baik mereka. 

Sebagai anak yang baik, kita harus selalu menghargai apa yang diberikan orang tua kita kepada kita, tidak membantah apa yang mereka katakan, dan turuti apa yang mereka katakan selagi mereka ada. Selain itu, jangan pernah berbicara atau memperlakukan orang tua dengan cara yang tidak menyenangkan, apalagi memperlakukan mereka dengan buruk.

Revitalisasi dalam pembentukan karakter dan nilai-nilai budaya, yaitu; 1) Kepatuhan dan hormat kepada orang tua. Kisah ini menekankan betapa pentingnya menghormati dan berbakti kepada orang tua, dan mengajarkan bahwa meninggalkan mereka bisa berdampak buruk, 2) Kesederhanaan dan Kerendahan Hati: Kisah Malin yang sombong setelah menjadi kaya mengajarkan pentingnya mengingat keluarga dan asal usul, 3) Penyampaian nilai moral dan sosial: Cerita rakyat seperti Malin Kundang membantu generasi muda mempelajari nilai-nilai moral dan sosial sambil mempertahankan budaya dan tradisi lokal dan 4) Pembentukan identitas budaya: nilai-nilai budaya penting diwariskan melalui cerita rakyat, yang membantu membentuk identitas budaya dan memperkuat ikatan komunitas. (Ardianto et al., 2024).

Salah satu alasan mengapa buku bacaan sastra harus diberikan kepada orang-orang adalah agar mereka dapat menikmatinya karena karya sastra adalah produk imajinatif pengarang yang ditulis dalam bentuk tulisan yang memiliki nilai estetika. (Sari et al., 2022). Seorang pengarang dapat menggunakan karya sastra sebagai wadah untuk menyampaikan imajinasi dan pengalaman mereka sendiri tentang kehidupan. 

Sebagai karya sastra, cerita rakyat memiliki banyak unsur yang saling berhubungan, yang disebut unsur intrinsik dan ekstrinsik. Karya sastra memiliki nilai pembelajaran yang dapat diterima pembaca. Cerita rakyat adalah kekayaan bangsa yang didasarkan pada keinginan masyarakat untuk berinteraksi secara sosial. Cerita rakyat menampilkan berbagai tindakan melalui bahasa dan mengajarkan nilai-nilai kepada masyarakat.(Ardianto et al., 2024). 

Karakter adalah suatu sifat atau kualitas yang dapat diidentifikasi dengan seseorang dan tetap ada dan kekal. Fathurrohman et al. (2013) Faktanya, karakter seseorang sudah ada sejak lahir. Kemudian, lingkungan sehari-hari membuatnya berkembang. Selain itu, lingkungan keluarga seseorang juga berpengaruh aktif pada karakternya, karena keluarga adalah dasar pendidikan dan pembentukan karakter. Pendidikan karakter juga merupakan proses menyebarkan nilai-nilai luhur bangsa melalui pembangunan logika, akhlak, dan keimanan. 

Tujuan dari proses ini adalah untuk membangun diri manusia yang berakhlak, berwatak, dan bermartabat dari sekolah dasar (SD) hingga jenjang universitas. Lingkungan sekolah memiliki kapasitas untuk berfungsi sebagai tempat pendidikan yang efektif untuk membantu perkembangan karakter siswa. Pendidikan karakter dapat mengintegrasikan apa pun yang terjadi di sekolah. Menurut presentasi tersebut, pendidikan karakter adalah upaya bersama semua siswa untuk menciptakan budaya baru di lingkungan sekolah, yaitu budaya pendidikan karakter.

Untuk menunjukkan perbedaan antara karakter baik dan karakter buruk dalam konteks pembelajaran, cerita Malin Kundang dipilih sebagai contoh. Cerita rakyat ini, termasuk kisah Malin Kundang, dapat berfungsi sebagai alat pendidikan yang efektif dalam membentuk karakter siswa sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Legenda ini dapat digunakan oleh para guru sebagai sarana untuk mengajarkan siswa mengenai perbedaan antara sifat baik dan buruk dengan cara yang kontekstual dan relevan.

Dengan pendekatan ini, diharapkan siswa akan lebih mudah memahami dan menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan mereka sehari-hari. (Julia & Sitorus, 2024). Cerita rakyat Malin Kundang memiliki hubungan dengan pendidikan karakter karena ada elemen yang mengacu pada perilaku moral tokoh-tokohnya, seperti yang ditunjukkan dalam naskah, "Izinkan saya pergi, bu. Saya kasihan melihat ibu terus bekerja" sampai sempai sekarang," kata Malin Kundang (Qori'ah & Ningsih, 2021). Tokoh Malin dalam cerita ini hormat dan iba dengan ibunya, menurut naskah ini. Anak sekolah dasar dapat diajarkan rasa hormat dengan berperilaku dengan orang tua dan yang lebih tua.

SIMPULAN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun