Mohon tunggu...
Charol Maubere
Charol Maubere Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Hanya anak-anak yang terjebak dalam kesibukan tanpa tujuan..

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bunuh Diri; Menyelesaikan Masalah dengan Masalah

10 Desember 2023   16:15 Diperbarui: 10 Desember 2023   16:15 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 

BUNUH DIRI; MENYELESAIKAN MASALAH DENGAN MASALAH

                                                Oleh

Charol Maubere

Mahasiswa Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandira Kupang

 

Pendahuluan

            Kasus bunuh diri semakin hari semakin meningkat. Bahkan saat ini kasus bunuh diri sudah menjadi trend alternatif dalam penyelesaian masalah. Berdasarkan data Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Kepolisian RI (Polri), ada 971 kasus bunuh diri di Indonesia sepanjang periode Januari hingga 18 Oktober 2023. Angka itu sudah melampaui kasus bunuh diri sepanjang tahun 2022 yang jumlahnya 900 kasus, dan Jawa Tengah sebagai provinsi dengan kasus bunuh diri terbanyak yakni 365 kasus diikuti oleh Jawa Timur dengan 184 kasus.

 

Kenyataan Pahit di Nusa Tenggara Timur (NTT)

            Bunuh diri adalah tindakan mengakhiri hidup yakni mengambil nyawa sendiri dengan cara-cara yang fatal dan tidak bermoral. Berdasarkan hasil bacaan penulis dalam media-media online, seperti detik.com, kompas id, CNN Indonesia dan beberapa media lokal NTT, di Nusa Tenggara Timur (NTT) sendiri sudah terdapat lima kasus bunuh diri selama periode Oktober-Nopember 2023. Kasus pertama, adalah seorang mahasiswa dari Ruteng 24 tahun berasal dari Mangarai tewas bunuh diri pada awal oktober dengan cara gantung diri. Kasus kedua, seorang mahasiswi Politeknik Negeri Kupang, AL (26) berasal dari Sumbah Timur, melompat dari jembatan Liliba Kota Kupang, pada senin, 23/10/2023. Kasus ketiga seorang mahasiswa Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, ARD (24), berasal dari Adonara meninggal gantung diri di dalam kosnya di Kelurahan Penfui Timur kota Kupang pada senin, 30/10/2023. 

Kasus keempat, seorang siswa SMK Kupang, NT (19) tewas gantung diri di pohon jati pada hari Minggu 26/11/2023 di area BTN, Kecamatan Maulafa Kota Kupang. Berdasarkan informasi yang di dapat, siswa tersebut bunuh diri karena putus cinta.  Kasus kelima, JN (45) warga kelurahan Naikliu Kecamatan Amfoang Utara Kabupaten Kupang, ditemukan gantung diri didalam rumahnya pada Rabu, 29/11/2023. Kasus ini terjadi akibat sang pelaku stress mengangur dan tidak mempunyai pekerjaan yang tetap.

            Diantara sekian banyak kasus tersebut, kasus bunuh diri terbanyak terdapat diantara kaum mudah, masiswa dan pelajar dimana yang menjadi penyebabnya adalah kesehatan mental, ganguan psikis; putus asa dengan tugas, putus cinta, bullyng, dan tekanan sosial dan ekonomi. Dari data tersebut saya berpikir bahwa semakin tinggi presentasi kasus bunuh diri di Indonesia, membuat kasus bunuh diri tidak lagi asing di kalangan masyarakat Indonesia itu sendiri.

 

Alasan Filosofis Bunuh diri

            Ada banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa fenomena bunuh diri dilakukan dengan latar belakang yang berbeda-beda yang disebabkan oleh ketidaksiapan seseorang atas kondisi dan kenyataan hidup yang dialaminya. Akibat semakin kompleksnya persoalan-persoalan hidup yang dihadapi seseorang, membuatnya mengambil keputusan untuk mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri. Ada banyak cara untuk orang bunuh diri dan cara yang lazim terjadi itu seperti gantung diri, melompat ke jurang, menyayat nadi dan meminum racun.

            Sampai saat ini beberapa alasan dibalik kasus bunuh diri masih mennjadi misteri. Orang hanya mengambil kesimpulan berdasarkan isu-isu yang beredar dalam masyarakat dan hanya berdasarkan perspektifnya sendiri yang mungkin saja dapat menjadi alasan yang tepat mengapa seseorang melakukan bunuh diri. Dalam opini ini saya akan memberikan beberapa alsan filosofis dari beberapa filsuf terkait kisah-kisah tragis bunuh diri yang dianalisis berdasarkan sudut pandang mereka masing-masing.

 

Artur Schopenhauer; keinginan sebagai penyebab penderitaan

            Artur Schopenhauer, seorang filsuf berkebangsaan Jerman lahir pada tahun 1780, ia mengatakakan bahwa kehendak merupakan penyebab dari penderitaan manusia. Penderitaan itulah yang kemudian memicu orang untuk bunuh diri. Disaat keinginan itu tidak lagi bisa dipenuhi, manusia akan mengalami penderitaan, ia akan mengutuk dirinya karena tidak mampu mewujudkan angan-angannya kedalam kenyataan dan yang tersisa kemudian hanyalah rasa kecewa dan frustrasi. Dari pendapat Schopenhauer ini mungkin kita bisa bertanya, jika memang kematian adalah gerbang untuk melenyapkan kehendak, dan itu akan menghilangkan penderitaan, mengapa tidak bunuh diri saja supaya bebas dari keinginan-keinginan? Tidak, bukan itu solusi yang tepat. Schopenhauer menawarkan cara yang lain, cara yang lebih dewasa untuk menghindari penderitaan akibat ketidaksesuaian antara keinginan dan kenyataan tersebut. Baginya penderitaan itu dihindari dengan cara menolak kehadirannya. Sederhananya, ekspektasi yang tinggi haruslah dimaklumi bila tidak terrealisasi. Singkatnya, kita harus belajar menerima kenyataan. Dunia juga tidak akan kiamat bila apa yang selama ini dikehendaki tidak sesuai kenyaatan.

 

Sigmun Freud; “bunuh diri merupakan suatu bentuk ungkapan kekecewaan”

            Sigmun freud menagnalisis kasus bunuh diri dari perspektif psikologi. Dalam teori psikoanalisisnya ia  menjelaskan bahwa bunuh diri itu disebabkan oleh konflik internal yang tak terpeccahkan dan juga masalah psikologi yang cukup dalam. Ia mengatakan bahwa bunuh diri merupakan bentuk kemarahan terhadap diri sendiri (depresi) sebagai akibat dari pandangan negatif terhadap dirinya, situasi sekarang, dunia, dan masa depan. Dia memandang dirinya tidak berguna, memandang dunia menuntut terlalu banyak darinya dan memandang masa depan itu suram. Situasi ini disebabkan oleh ketidakstabilan suasana hati (mood disorder). Sehingga bunuh diri merupakn suatu bentuk ungkapan keputusasaan.

 

Emile Durkheim; 

            Ia sempat melakukan penelitian keliling dunia untuk menemukan alasan dibalik orang bunuh diri, karena tidak juga ia temukan alasan yang memuaskan, lalu ia menyimpulkan bahwa bunuh diri diakibatkan oleh gagalnya relasi seseorang terhadap lingkungan sosialnya. Dalam teorinya suicide, ia menemukan empat alasan penyebab orang bunuh diri;

 

  • Bunuh diri egoistic (egoistic suicide), biasanya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki sedikit keterikatan dengan keluarga, masyarakat dan komunitas tempat ia berada sehingga orang merasa terasingkan dari orang lain dan kurang mendapat dukungan sosial yang penting untuk perkembangan mental dan emosinya.
  • Bunuh diri altruistic (altruistic suicide), merupakan bunuh diri yang disebabkan oleh terlalu mengutamakan kepentingan sosail, sehingga ia merasa sangat menjadi bagian dari suatu kelompok dan berani mengorbankan diri untuk melakukan hal yang diaangapnya menjadi kebaikan masyarakat atau kelompoknya. Misalnya, kasus bom bunuh diri yang sering terjadi di Indonesia. Bunuh diri autruistik ini lebih diakibatkan oleh kesesatan berpikir, dimana orang merasa bahwa tindakan yang dilakukannya itu dapat berguna bagi banyak orang dan itu akan menjamin keselamatanya di akhirat.
  • Bunuh diri anomik (anomic suicide)

Era Modern dan Praktik Sekularisme

Selain alsan-alsan filosofis diatas salah satu alasan mendasar di era modern ini adalah berkembangnya paham-paham secular, dimana orang tidak lagi percaya pada nilai-nilai agama sebagai pedoman dalam bertindak, melainkan orang mengangap agama sebagai pengekang kebebasan, akibatnya orang bertindak suka-suka sehingga orang mudah terjebak dalam kenyataan akibat ekspektasi yang berlebihan maka bunuh diri bisa jadi jalan alternative untuk menghindari penderitaan.

Bunuh Diri; ‘menyelesaikan masalah dengan masalah’

            Semua orang pasti mengalami banyak persoalan-persoalan dalam hidup, dengan tingkat kesulitannya masing-masing. Namun yang pasti orang selalu berusaha keluar dari persoalan-persolan tersebut dengan caranya masing-masing, tapi bukan dengan cara bunuh diri. Manuisa pada kodratnya adalah makluk sosial yang hidup berdampingan dengan manusia-manuisa lain, berelasi dan berkomunikasi, karena bagaimanapun pada kodratnya manusia adalah zoom politikom yang hidup membutuhkan manusia lain. Menjadi suatu hal yang sangat disayangkan ketika mendengar masih ada orang yang mencoba menyelesaikan persoalan hidupnya dengan cara bunuh diri bukan dengan cara berkomunikasi, dalam hal ini menyeringkan masalahnya dengan orang lain atau berkonsultasi dangan para psikolog terkait masalah yang dialami. Memang tidak semua orang dapat merasakan dan mengalami persoalan-persoalan hidup yang serupa dengan kita, namun pasti mereka punya solusi yang setidaknya dapat membantu meringankan persolan-persoalan tersebut.

            Berdasarkann alasan-alasan filosofis diatas, makan bunuh diri sebetulnya disebabkan oleh, keinginan yang berlebihan dan ketidaksiapan seseorang dalam menghadapi kenyataan hidup yang pahit sehingga membuatnya gagal untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, akibatnya sebagai ungkapan kekecewaan terhadap kenyataan, bunuh diri adalah jalan satu-satunya untuk keluar dari masalah dan dapat hidup tenang. Namun salah itu tidak menyelesaikan apapun, yang ada hanya menyelesaikan masalah dengan masalah.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun