Mohon tunggu...
Sirilus
Sirilus Mohon Tunggu... Guru - pencinta budaya terutama budaya Manggarai dan filsafat. Juga ingin studi antropologi.

Saya ingin mengajak kaum muda untuk melestarikan budaya kita. Ini adalah harta kekayaan kita yang berharga. Saya juga peduli dengan peristiwa yang terjadi di masyarakat. Untuk itu subscribe chanel youtube saya :motivasi hidup . Chanel ini berisi musikalisasi puisi dan video mengenai budaya dan daerah wisata.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Makan Tak Bisa, Tidur Tak Bisa, Mati Tak Dipanggil

4 Maret 2024   01:37 Diperbarui: 4 Maret 2024   01:43 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.kompas.com/global/read/2021/06/16/081753770/orang-termiskin-di-filipina-makan-pagpag-dari-tempat-sampah-untuk

Makan tak bisa, tidur tak bisa

Mati tak dipanggil

Seruan-seruan kaum tertindas

Kehidupan manusia bagaikan langit dan bumi, perbedaan ini yang menimbulkan permasalahan sosial dalam masyarakat. Sebagian orang kaya, sebagian orang hidup berkecukupan dan sebagian orang hidup dalam kemiskinan. Kaum kaya penuh dengan rasa syukur pada Tuhan atas anugerah kehidupan yang diperoleh. 

Kaum miskin mempertanyakan keberadaan Tuhan. Mengapa Tuhan tidak adil? Yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin menderita. Tuhan, dimanakah Engkau? Kemungkinan isi hati sebagai orang miskin seperti ini. Sebagian orang menginginkan agar cepat meninggal daripada terus-menerus hidup dalam penderitaan. 

Kemiskinan membawa seseorang tidak dapat makan, tidak dapat makan membuat seseorang tidak dapat tidur dengan nyenyak. Ketimpangan sosial ini menciptakan situasi martabat manusia direndahkan.

Saya secara pribadi pernah mengalami situasi kelaparan. Waktu itu pada masa kuliah, saya kehabisan uang. Saya mengunakan uang makan untuk keperluan kampus. Sehingga saya tidak dapat makan selama dua hari, hanya minum air saja. 

Saya merasakan saat perut kosong untuk tidur dengan nyenyak akan sulit. Ingin rasanya dipanggil Tuhan saja. Saya baru mengalami peristiwa tidak makan hanya selama dua hari, bagaimana dengan mereka yang tidak makan berhari-hari atau kadang makan dan kadang tidak.

 Orang yang berduit, terlambat makan saja, mengeluhnya banyak sekali. Atau orang berduit salah sedikit saja rasa makanan protes dan marah pada pembantu luar biasa. Sedangkan bagi kaum miskin, nasi putih sudah cukup, yang penting perut terisi.

Persoalan sosial dalam masyarakat sebagian orang kaya dan sebagian orang miskin berujung pada keburukan dengan perendahan martabat sebagai manusia. Yang miskin akan ditindas orang kaya sebagai pekerja, dan harga dirinya tidak bernilai sama sekali. 

Dia akan menjadi pribadi yang patut pada kaum kaya. Sehingga kesalahan sedikit yang dilakukan kaum miskin, kemarahan dari kaum berduit berkepanjangan "jurus seribu kata", melupakan segala kebaikan yang pernah dilakukan. 

Contoh saja, apabila kaum berduit yang melakukan kesalahan, biasa saja dan sebaliknya, kesalahan sedikit kaum miskin, kemarahan meledak hingga berujung pada penghinaan.

Martabat sebagai kaum miskin direndahkan dan tidak berdaya. Dari berbicarapun dapat terlihat perendahan martabat ini. Kalau yang tak berduit berbicara, tidak didengarkan atau diabaikan, berbeda sebaliknya. 

Meskipun yang dikatakan benar dan berbobot. Situasi ini berkelanjutan pada anak-anak. Di sekolah terkadang meskipun anak dari yang kaya bersalah, anak dari yang miskin pasti akan diam saja. Anak dari kaum miskin pun kerapkali ditindas dan dibullying oleh anak yang berduit.

Bagi sebagian orang yang tak berduit ingin rasanya meninggal saja, biar cepat hilang dari penderitaan ini. Sebab kaum miskin mengalami penderitaan yang banyak, menderita karena kekurangan makanan dan menderita karena tekanan mental. Singkatnya, penghargaan pada manusia tergantung dari latarbelakang ekonomi.

Apakah Tuhan adil? Saya ingin menjawab pertanyaan ini dengan refleksi saya secara pribadi. Dalam pengamatan dan permenungan saya, Tuhan itu tetap adil. 

Tuhan akan menilai pada akhir hidup atau saat kematian. Tuhan menganugerahkan harta berlimpah pada kaum tertentu, dan apabila dia bertindak sesuka hati, dengan mengabaikan sisi kemanusiaan dari orang lain serta tidak bermurah hati, itu diperhitungkan Tuhan. 

Bisa saja dianugerahkan harta berlimpah dengan Tuhan bekerja melalui dia untuk membantu orang lain, hanya pribadi itu tidak hidup dalam permenungan sehingga tidak peduli terhadap sesama. 

Berkaitan kemiskinan pada orang tertentu, itu adalah ujian yang memampukan untuk tetap berjuang dan memperoleh yang diinginkan. Mungkin saja kehidupan keluarga akan berubah pada generasi selanjutnya.

Saya mengambil contoh dalam keluarga saya yang dahulu hidup dalam kemiskinan. Saat makan, ukuran nasi setiap piring sedikit atau tidak dapat makan sesuka hati. 

Kami makan hanya sedikit saja. Di sekolah pun tidak jajan, hanya memperhatikan teman-teman yang selalu jajan. Akan tetapi orang tua tidak menyerah, terus bekerja sebagai petani dan beternak sapi. Singkat cerita, pada akhirnya bisa mengsukseskan tujuh orang anak menjadi sarjana.

 Artinya kemiskinan dari orang tua, diubah dengan kesuksesan anak-anaknya yang dapat mengubah pola hidup selanjutnya. 

Oleh karena itu, sebagai kaum miskin, sebagai anak-anak dari kaum miskin terus berjuang demi perubahan nasib di masa yang akan datang. Jangan menyerah ingin meninggal secepatnya, sebab Tuhan melihat perjuangan kita.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun