Mohon tunggu...
Sirilus
Sirilus Mohon Tunggu... Guru - pencinta budaya terutama budaya Manggarai dan filsafat. Juga ingin studi antropologi.

Saya ingin mengajak kaum muda untuk melestarikan budaya kita. Ini adalah harta kekayaan kita yang berharga. Saya juga peduli dengan peristiwa yang terjadi di masyarakat. Untuk itu subscribe chanel youtube saya :motivasi hidup . Chanel ini berisi musikalisasi puisi dan video mengenai budaya dan daerah wisata.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Asyik Masa Muda, Lupa Menikah: Sebuah Refleksi Ultah Ke-29

1 Maret 2024   10:32 Diperbarui: 1 Maret 2024   10:44 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.tamasyaku.com/2010/07/tradisi-tumpeng-nasi-kuning.html

Waktu dan usia, kehidupan dan pilihan

Menikmati masa muda bersama teman-teman

Hingga lupa akan usia sudah semakin menua

Menikahpun tak dipikirkan

Kata-kata ini sebagai bagian dari refleksi saya di bulan kelahiran atas yang sudah terjadi dalam hidup. Dengan kesadaran dalam diri bahwa saya tidak lagi muda, saatnya untuk memikirkan kehidupan untuk menikah. Bulan Maret sebagai bulan special bagi saya, di bulan ini tanggal delapan saya berulang tahun ke dua puluh Sembilan. Di usia yang ke dua puluh Sembilan ini, Ibu selalu meminta saya untuk menikah di usia yang cukup matang kalau untuk menikah. Nasihat yang menohok dari ibu saya adalah:

Nak ingat laki-laki di kampung yang usia dibawa kamu sudah menikah

Bahkan ada yang sudah memiliki dua orang anak

Kapan kamu menikah, ingat juga akan keturunanmu nanti

Kalau kamu menikah di usia tiga puluhan tahun

Saat anakmu SMA, kamu menjemputnya, teman-temannya pikir kamu kakeknya

Tentu karena beruban, wajah keriput

Kata-kata dari ibu saya ini menyadarkan saya akan usia saya sekarang yang tidak lagi muda. Saya mungkin terlena dengan waktu dan keasyikan dalam dunia kerja dan bergaul bersama teman-teman yang belum menikah. Sehingga yang saya pikirkan hanya dunia kerja dan refreshing bersama teman-teman. Dari perkataan ibu saya, saya merenungkan bahwa betapa benar dari yang disampaikannya. Saya juga memahami bahwa ibu tentu menginginkan mengendong cucu dan bermain bersama cucu atau anak saya nantinya. Itu sudah pasti. Harapan terselubung dari ibu yang tidak disampaikan kepada saya.

saya juga bertanya pada diri sendiri, mengapa belum berani menikah selama ini? Dari pertanyaan ini, saya kembali akan kehidupan saya diusia yang ke dua puluh lima tahun. Waktu itu saya, masih di tempat kuliah dan mengundurkan diri dari calon pastor. Peristiwa ini terjadi di tahun 2021, saya memutuskan untuk tidak melanjutkan pembinaan untuk menjadi pastor dan lebih memilih menjadi awam. Dengan berbagai alasan-alasan pribadi. Setelah memutuskan untuk hidup sebagai awam, belum juga menikah. Oh iya, sedikit pemberitahuan, kalau pastor dalam gereja katolik itu tidak menikah iya.

Dari usia yang ke dua puluh lima tahun saya justru lebih asyik berkumpul bersama teman-teman. Saya merasa bahwa saya menemukan kebahagiaan bersama mereka. Bisa jalan sesuka hati, nongkrong dan bercerita dengan penuh kebahagiaan. Akan tetapi, perkataan ibu saya membuat saya tersadarkan dan sedikit menyesal. Saya menyesal karena tidak menikah di bawa usia dua puluh Sembilan tahun. Mengapa saya menyesal? Bagi orang yang tidak paham akan kondisiku, tentu akan bertanya seperti ini. Saya akan menjawabnya. Saya menyesal, karena ayah saya dan saudari saya yang sangat saya cintai sudah dipanggil Tuhan tahun lalu. Saya menyesal sebab mereka tidak hadir dalam pernikahan saya nantinya. Inilah momen terberat yang saya rasakan diusia yang saat ini. Waktu ayah saya masih sehat, dia sempat mengatakan:

Nak, mana calonmu

Menikah sudah ingat usia

Lihat teman yang di kampung ini

Sudah menikah

Itu perkataan ayah saya yang masih diingat. Ayah saya meninggal dalam usia yang enam puluh dua tahun. Terbilang masih muda sih ayah saya meninggal. Cob saja saya menikah waktu itu, penyesalan seperti saat ini pasti tidak akan terjadi. Iya sudahlah, waktu tidak dapat diputar kembali. Inilah rencana Tuhan dalam hidup kita manusia yang tidak pernah kita tahu.

Memutuskan Menikah

Di usia yang ke dua puluh Sembilan ini saya sudah berkomitmen untuk mencari pasangan hidup dan membahagiakan ibu yang memiliki kerinduan akan kehadiran menantu dan cucu. Keputusan ini berdasarkan permenungan saya di tahun dua ribu dua puluh empat ini. Saya ingin agar menikah dan mulai membangun bahtera keluarga bersama pasangan itu. Dengan berusaha hidup melepas masa  muda bersama teman-teman yang selama ini selalu setia berkumpul bersama saya. Di bulan januari yang lalu saya menelpon ibu saya untuk menyampaikan isi hati saya ini. Bu saya ingin mengatakan sesuatu (kataku dalam telpon). Apa nak? (jawab ibu saya dengan nada yang lembut). Aku pun mengatakan: bu aku ingin menikah di tahun ini. Ibu selalu tersenyum mendengarnya. Ibu meminta mengenalkan pacarku padanya. Aku pun mengenalkan pacaraku dengan ibuku melalui telpon.

Saya memahami bahwa keputusan untuk menikah berarti ada peralihan konsep kehidupan dan cara berpikir. Dari yang hanya memikirkan kehidupan diri sendiri akan berubah memikirkan kehidupan bersama keluarga kecil itu nanti. Kehidupan ekonomi juga akan berubah, yang mencari uang untuk membiayai kehidupan keluarga dan menata masa depan untuk anak-anak. Kesadaran ini yang membangunkan saya untuk memikirkan pekerjaan yang harus dijalankan setelah menikah demi kebahagiaan.

Saya memahami konsekuensi menikah itu ada banyak hal, mulai dari harus berani meninggalkan kelompok teman-teman yang suka nongkrong dan meluangkan waktu sepenuhnya untuk keluarga. Konsekuensi yang lain juga tentu banyak hal. Terutama dalamhal ekonomi dan menerima kekurangan serta kelebihan pasangan. Dengan keberanian untuk memutuskan menikah, saya sudah siap menghadapi konsekuensi itu. Komitmen yang ada dalam diri dan perubahan pola pikir dari orang muda menjadi orang yang menikah. Dari yang hidup sendiri menjadi orang yang hidup berdampingan bersama pasangan.

Saya sebelum memutuskan untuk menikah di tahun ini, terlenih dahulu saya menelpon pacarku, begini isinya.

Saya                : Malam beb, saya ingin mendiskusikan sesuatu.

Pacaraku         :Malam juga, ingin diskusi tentang...

Saya                : Apakah kamu sudah siap hidup berkeluarga bersama saya? ( saya langsung menyampaikan pertanyaan seperti ini)

Pacaraku         : Dengan tersenyum dan seolah mengatakan iya, dia menjawab iya, yang penting kamu juga siap.

Saya                : baiklah kalau gitu. Kemudian saya bertanya padanya, apa rencanamu setelah menikah.

Pacarku           : Aku ingin hidup bahagia dan berbisnis dengan membuka usaha kecilan.

https://www.istockphoto.com/id/vektor/panggilan-masuk-dari-ibu-di-layar-ponsel-ilustrasi-vektor-dalam-gaya-kartun-datar-gm1409111352-459771665
https://www.istockphoto.com/id/vektor/panggilan-masuk-dari-ibu-di-layar-ponsel-ilustrasi-vektor-dalam-gaya-kartun-datar-gm1409111352-459771665

Sayapun merenungkan jawaban yang terakhir ini dari pacarku ini. Dalam hati saya merenungkan bahwa pacar saya ini sudah matang memikirkan kehidupan berkeluarga dan selama ini dia menunggu lamaran dari saya. Saya merenungkan demikian, dengan memikirkan jawabannya itu.

Dari jawabannya juga saya juga merefleksikan bahwa menikah berarti memikirkan kehidupan setelah pernikahan dan mengambil keputusan untuk melakukan sesuatu atas dasar keputusan bersama. Saya dengan pasangan harus membangun dialog dan menata kehiduapan di masa akan datang secara bersama.

Keuangan Untuk Menikah

Sebelum memutuskan menikah di tahun ini, saya berusaha menabung uang. Akan tetapi, itu sangat sulit. Sulit dipengaruhi tidak ada pribadi yang mampu mengendalikan saya. Dengan berkumpul bersama teman-teman sudah jelas akan mengeluarkan uang. Hal inilah yang menyebabkan tidak bisa menabung.  Saya pun saat ini belum memiliki uang untuk membiayai pernikahan itu.

Saya membicarakan ini dengan saudara-sauara saya, saya menyampaikan bahwa saya ingin menikah tetapi saya tidak memiliki uang untuk membiayai pernikahan itu. Saudara-saudara saya mengatakan bahwa menikah itu urusan bersama keluarga. Kita akan berkumpul bersama mengumpulkan uang untuk membiayai pernikahan itu, yang terpenting kesiapan dirimu setelah menikah, kata mereka.

Dari tidak dapat menabung di masa muda ini, saya berpikir bahwa apabila hidup sendiri dengan memiliki banyak teman, sebagai pribadi tidak mampu menabung uang. Ditambah dengan gaji yang kecil. Kehidupan sebagai single atau belum menikah pengeluaran juga lumayan besar hingga tidak mampu menabung. Kehidupan sebagai single dengan tidak ada keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran, membawa saya pada permenungan kehidupan setelah menikah.

Beralih Profesi Setelah Menikah

Saya saat ini bekerja sebagai seorang guru honorer di Jakarta. Penghasilan saya jauh dibawa UMR kota Jakarta. Penghasilan saya hanya dua jutaan lebih sebulan. Dengan penghasilan seperti ini tidak mampu untuk membangun kehidupan berkeluarga bersama pasangan dengan biaya hidup yang lumayan tinggi di kota Jakarta. Penghasilan ini tidak mampu menata masa depan saya ke arah kesejahteraan bersama pasangan dan anak-anak nantinya.

Keberadaan situasi ini mendorong saya, untuk diakhir semester kembali pulang ke kampung halaman dan beralih profesi menjadi petani dan juga membuka usaha-usaha kecil-kecilan. Dengan penghasilan yang kecil hidup di kampung sendiri, biaya kehidupan tidak terlalu tinggi. Karena rumah tidak dibayar dan untuk makanan sehari-hari bisa didapatkan dari hasil pertanian.

Mungkin ada teman-teman di kompasiana ini yang memiliki saran untuk saya berkaitan dengan usah yang bagus untuk di tahun 2024 dengan modal yang kecil tentunya. Saya beberapa kali membaca beberapa artikel di kompasiana mengenai bisnis, saya menjadi terinspirasi untuk beralih profesi menjadi pengusaha dengan membuka usah kecil-kecilan. Apabila pembaca kompasiana memiliki saran untuk usaha kecil-kecilan di kampung mohon untuk ketik komentarnya yang dapat membantu saya dan menambah wawasan saya mengenai dunia usaha dan usaha yang sesuai.

Dalam benak saya sekarang ini, saya ingin menjadi petani sayur dan cabe. Saya membaca beberapa ulasan mengenai keuntungan menjadi petani sayur ini. Dengan pengolahan tanah secara modern dan menuai penghasilan yang berlipat-lipat. Keputusan untuk menjadi petani ini setelah menikah dengan melihat situasi pasar sekarang ini. Kebutuhan akan sayur-sayuran yang besar dan keinginan orang untuk berprofesi sebagai petani juga kecil. Ditambah lagi anak-anak muda sekarang sebagian besar tidak memilih profesi ini. Oleh karena itu, saya secara pribadi ingin mengambil profesi ini dengan ahrapan nantinya bisa sukses. Diakhir kata saya menyampaikan akhir refleksi saya ini dengan puisi:

Masa muda tak terikat

Bebas seperti awan

Berjalan tanpa berpikir

Hingga lupa menikah dan menabung

Sadar usia tak semenarik kemarin

Nyesal tak aa gunanya

Menata masa depan

Memutuskan menikah

Berharap bahagia

Berusaha mencapai

Selamat membaca teman-teman sekalian, dukungan dan doa teman-teman sekalian menambah sukacita bagi saya di masa yang akan datang.

                                                                              Jakarta, 01 Maret 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun