Mohon tunggu...
Sirilus
Sirilus Mohon Tunggu... Guru - pencinta budaya terutama budaya Manggarai dan filsafat. Juga ingin studi antropologi.

Saya ingin mengajak kaum muda untuk melestarikan budaya kita. Ini adalah harta kekayaan kita yang berharga. Saya juga peduli dengan peristiwa yang terjadi di masyarakat. Untuk itu subscribe chanel youtube saya :motivasi hidup . Chanel ini berisi musikalisasi puisi dan video mengenai budaya dan daerah wisata.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Rasional dan Pragmatis dalam Berpolitik

6 November 2023   06:16 Diperbarui: 6 November 2023   07:04 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berpolitik dimanati oleh hamper setiap orang. Setiap orang memiliki keinginan untuk mengambil bagian dalam berpolitik praktis, terutama untuk masuk dalam kontestasi dengan manjadi calon legislatif dari partai tertentu. Pada dasarnya, berpolitik tidak sebatas hanya pada keinginan. Keinginan untuk menjadi calon dan dapat masuk ke parlemen, mendapatkan penghasilan. Berpolitik harus dilandaskan oleh kemampuan intelektual, ekonomi dan juga moral etika. Ketiga hal ini menjadi sesuatu yang fundamental dalam mengikuti kontestasi berpolitik. Orang-orang tertentu terkadang memiliki kecerdasan intelektual namun tidak didukung oleh ekonomi yang mencukupi dan orang-orang tertentu memiliki kekuatan ekonomi namun tidak difasilitasi kemampuan intelektual dan moral etika. Kekurangan dari beberapa segi dalam berpolitik ini menimbulkan ketidakseimbangan berpolitik.

Moral etika dalam berpolitik

Moral dan etika sangat penting dan mesti menjadi bangunan mendasar pada diri politisi. Moral dan etika penting untuk menanamkan kecerdasan emosional dan kecerdasan ruang dari politisi. Kecerdasan emosional dan kecerdasan ruang agar mampu menempatkan diri dengan baik, mulai dari tutuk kata hingga pada tingkah laku. Kita memang berada dalam ruang lingkup negara demokrasi, akan tetapi jangan sampai salah memposisikan diri dalam negara demokrasi dengan tidak memperhatikan moral dan etika. Moral dan etika akan membentuk orang dalam pekerjaan yang dapat menimbulkan beranekaragam persepsi, antara pro dan kontra. Kritikan-kritikan yang ada dengan modal moral dan etika dapat ditinjau dari sisi positif. Kritikan itu dinilai dengan kecerdasan intelektual, bahwa tujuannya positif untuk membangun dan membentuk tipikal pemimpin. Moral dan etika masih berhubungan dengan budaya. Budaya dapat membentuk moral seseorang. Indonesia kaya akan budaya, dan setiap orang juga dididik dengan budaya etika yang baik dan tujuan positif.

Kecerdasan intelektual ( Rasional dan pragmatis)

Kecerdasan intelektual bernalar kritis dibutuhkan dalam berpolitik praktis. Politisi dituntut untuk berpikir rasional dan pragmatis dalam menjalankan tugas. Rasional untuk mempertanyakan realitas yang terjadi, sebab-akibat yang menyimbulkan kegaduhan dalam realitas hidup bermasyarakat. Politisi bukan hanya pribadi yang mampu berdebat di media untuk menarik orang agar dipemilihan berikutnya dapat memperoleh suara yang banyak. Politis itu seorang yang mempertaruhkan hidupnya untuk rakyat. Seorang yang memiliki perjuangan untuk rakyat dengan terus mempertanyakan segala sesuatu yang berkaitan dengan kewajiban yang harus dipenuhi pemerintah kepada rakyat. Kemampuan politisi untuk mempertaruhkan dan memperdebatkan ini di ruang parlemen, tentu karena politisi itu sudah hadir di tengah masyarakat, berkontribisu dalam dialog Bersama masyarakat dan melihat lokasi yang dibicarakan. Dengan demikian, seorang politisi dapat berbicara kritis berdasarkan fakta bukan opini. Karena, dalam hal tertentu orang berbicara mengenai persoalan atas dasar opini bukan fakta. Kecerdasan inteletual, benar untuk membela rakyat dengan moralitas yang terjadi.

Keberadaan ekonomi

Keberadaan ekonomi dapat melumpuhkan kekayaan intelektual. Realitas yang terjadi, keberadaan ekonomi menimbulkan sebagian orang yang berIQ tinggi tidak dapat merasakan Pendidikan. Situasi ini membangun moral dalam masyarakat yang bisa saja merujuk ke dalam sesuatu yang negatif. Stres karena tidak mengenyam Pendidikan dan menciptakan sebuah persoalan dalam masyarakat. Bagi orang yang berintelektual yang sudah berpendidikan formal, ingin membela rakyat dengan menjadi wakil rakyat, namun tidak memiliki uang. Artinya, kita kehilangan beberapa orang-orang kritis yang sebenarnya dapat membangun bangsa. Sebaliknya, bermodalkan ekonomi yang kuat seorang dapat menang dalam putaran pemilu, namun tidak memiliki kapasitas untuk membela rakyat, bahkan kursi, meja dijadikan sebagai tempat tidur, yang semestinya dijadikan tempat untuk bekerja. Kegunaan obyek dari sebuah benda sudah salah, hingga keberadaannya pun di parlemen dalam kebinggungan.

Penutup

Moral dan etika berguna untuk hidup dan dapat menciptakan kebaikan dengan moral dan etika yang baik. Hati nurani menjadi penentu moral dan etika politik. Hati nurani yang tumpul bisa menghasilkan moral dan etika yang baik. Moral dan etika dipakai untuk meninjau sebuah persoalan. Tidak boleh mengunakan sesuatu yang keliru untuk tujuan tertentu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun