Mohon tunggu...
Sirilus
Sirilus Mohon Tunggu... Guru - pencinta budaya terutama budaya Manggarai dan filsafat. Juga ingin studi antropologi.

Saya ingin mengajak kaum muda untuk melestarikan budaya kita. Ini adalah harta kekayaan kita yang berharga. Saya juga peduli dengan peristiwa yang terjadi di masyarakat. Untuk itu subscribe chanel youtube saya :motivasi hidup . Chanel ini berisi musikalisasi puisi dan video mengenai budaya dan daerah wisata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta Buta

10 Oktober 2020   17:16 Diperbarui: 10 Oktober 2020   18:20 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

       Gombalan romantis bernuansa telanjang, membuka dada menunjuk keintiman. Lapisan terobek, pagar terbuka, pencuri datang merampas kemegahan harta. Barang jadi hilang, jatuh miskin tidak ada yang menghargaiku. Kemiskinan harta bisa dicari dan mudah didapatkan, kemiskinan ku tak dapat kukembalikan. Efek gombalan romantis pencuri malam. Aku jatuh cinta pada rayuan maut, kata-kata gombal penuh kenyamanan. Aku terbawa suasana taman yang menunjukkan bunga yang indah. Aku telanjang dalam kehangatan tak merasakan dinginnya malam.

        Malam itu sekitar pukul 20.00, di tengah mata mulai mengantuk, kutak bisa buka lagi untuk menantap isi kamar, tapi layar kecil bisa kuamati. Bunyi dentingan hanphone mengejolakkan hatiku di tengah kesepian malam. Bapa, mama sudah tidur lelap. Kuliah di Whatsapp sebuah nomor baru muncul dan berisikan chat p..tandanya ada yang ingin berdekatan denganku. Aku sepi dan kulihat profilnya tampan bagai baignda raja yang bisa mengembirakanku ketika kutunjukkan pada teman-teman. Aku punya gebetan yang tampan dan teman-teman memujiku, tampan cowokmu.

         Aku membalas chatnya dan terjadilah romansa cinta kami berdua, aku ingin memastikan dia muda atau tua, punya istri apa belum dengan video call, dan hasilnya yang di profilnya memang dirinya. Chattingan romantis kami dengan gombalan maut membuat aku jatuh cinta dan mulai menjalin asmara. Kata-katanya, jangan perkenalkan aku pada orang tuamu. Memang menuai curiga, tapi aku tak curiga. Bukan tanpa alasan, karena memang dia lugu beraroma manis kupu-kupu.

       Aku pun mengiyakan perkataannya namun satu permintaanku, ijinkan aku memperkenalkanmu pada teman-temanku. Kalau itu dia mau. Ada tanda positif menurutku. Kamu merajut cinta sudah hampir tiga bulan, sering ketemu berdua, layaknya kami sudah satu tak dapat dipisahkan. Akupun terlena tak mau berpakaian di hadapannya, agar dia dapat mencicipi rumahku yang mewah. Dan malam itu kami berdua bertemu di sebuah taman. Dia memulai dengan kata-kata romantis dihadapanku, aku cinta padamu, kamulah pilihanku. Aku jatuh pada perasaan yang mendalam bukan pikiran, tak ada pemikiran yang panjang, aku langsung jatuh pada pelukannya.

        Oh, indah rasanya, memang hartaku kubagikan padanya, malam menjadi indah. Cat rumahku luntur seiring tubuhnya bersentuhan di dinding rumah dan lantai rumahku kotor seiring langkah kakinya. Tidak masalah, yang terpenting aku cinta padanya dan nyaman dengannya, karena dia lelaki seumur hidupku. Aku terbiasa berjumpa dengannya dan dia terbiasa pula bertamu ke rumahku. Tentu kami berdua. Kalau tidak berdua tidak mungkin dia bisa bertamu, karena ada saksi.

        Tak terasa waktu berlalu sudah hampir dua tahun kami berpacaran, dia sudah mulai jarang chat dan ketemuku, aku sendiri rindu jejak kakinya di rumahku. Kucari tahu tentang dirinya dan mulai malam itu aku tidak bisa tidur. Kulihat di foto profilnya tanpa foto dan chat bercentang satu. Aku mencoba menelpon seluler tapi nomor tidak aktif.

         Aku tidak mau hidup begini dan dipermainkan seperti ini, karena aku tidak berkompetinsi atau aku bukan pemain bola kaki, bola volly, aku tak punya minat di bidang itu. Serunya kompetinsi tidak pernah kusaksikan. Intinya aku tidak mengerti. Kumulai mencari tahu tentang dirinya.

          Aku mulai mengikutinya di suatu sore setelah dua bulan tidak ada kabar. Kumengikuti langkah kakinya. Hampir tiga jam lamanya aku mengikutinya sebelum tiba di rumahnya. Kumulai menelpon seorang teman cowok yang mengetahui hubungan kami untuk mendatangi ku di tempatku berada mengikutinya. Telpon orang tua aku tidak mau, mereka tidak tahu sama sekali hubungan kami. Boleh dikatakan ini cinta terlarang, aku tidak mengikuti arahan orang tuaku, nasihat mereka kuabaikan. Aku selalu mengatakan kamu tidak tren dan beda zaman setiap kali mereka menasihatiku. Dan mereka pun diam saja saat aku berbicara begitu. Akulah anak satu-satunya dari mereka.

            Tiga jam berlalu, teman cowokku tiba dan menemuiku, padahal mereka sudah mencurigai sehinga dia tidak datang sendirian melainkan berempat dengan teman-teman yang lainnya. Pokoknya kami hari itu seperti sebuah acara ungkap cerita di stasiun televisi. Kami menyusun strategi untuk masuk ke rumahnya, dan saya bersama teman cowok saya yang satunya yang masuk duluan.

            Bunyi pintupun terdengar setelah kami mengetuk pintu rumah bertanda ada yang membuka pintu. Yang buka pintu adalah pacarku itu, yang raut wajahnya berubah setelah melihat kedatanganku. Muka yang tampan berubah menjadi jelek, dan wajah yang putih berubah menjadi merah, aku bertanya-tanya dalam hal itu kok gitu ekspresinya. Tak lama berselang dari arah kamar datang seorang perempuan muda dengan seorang anak kecil.

            Aku menangis histeris di rumahnya, tak mampu berkata-kata. Dalam hati kuingin pulang dan bunuh diri. Perempuan muda yang dengan anak itu padahal istri dan anaknya. Selama berpacaran denganku dia sudah beristri. Aku jatuh pada kebohongan gombalan mautnya.

          

            Keperawananku sudah hilang selama dua tahun. Apa yang kujaga selama belasan tahun hilang dhadapan pecundang, yan bermata telanjang, ingin menyesal, mau menyesal sama siapa. Aku yang salah, tidak mau mendengarkan nasihat orang tuaku. Orang tua ku memang selalu curiga padaku selama dua tahun terakhir tapi aku yang keras kepala akan omongan mereka.

            Akupun mengambil keputusan untuk menceritakan semua itu kepada orang tua, dan orang tua sok mendengar ceritaku. Mamaku langsung masuk rumah sakit karena pingsan. Aku hidup dalam penyesalan.

            Bapaku pun tanpa sepengetahuanku mencari tahu mengenai laki-laki itu. Dan dia menemukan jejak laki-laki itu. Beberapa bulan setelah bapaku mendapatkan jejaknya, laki-laki itu hilang. Istrinya pun mulai mencarinya kemana-mana, sama seperti yang kulakukan ketika mencarinya. Aku tahu siapa bapakku dan karakternya, dalam hatiku ada rasa penyesalan, sedih dan juga senang melihat istrinya mencarinya. Aku tahu darahnya sudah mengalir seiring dengan mengalirnya darah keperawananku.

           

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun