Mohon tunggu...
Sirilus
Sirilus Mohon Tunggu... Guru - pencinta budaya terutama budaya Manggarai dan filsafat. Juga ingin studi antropologi.

Saya ingin mengajak kaum muda untuk melestarikan budaya kita. Ini adalah harta kekayaan kita yang berharga. Saya juga peduli dengan peristiwa yang terjadi di masyarakat. Untuk itu subscribe chanel youtube saya :motivasi hidup . Chanel ini berisi musikalisasi puisi dan video mengenai budaya dan daerah wisata.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Situasi Krisis:Belis (Mas Kawin) Dalam Budaya Manggarai Mesti Diperhatikan

28 Mei 2020   16:48 Diperbarui: 23 Agustus 2020   01:22 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengantar

Indonesia salah satu negara yang kaya akan budaya, tradisi dan wisata. Kekayaan ini mengharumkan nama besar Indonesia di kanca Internasional. Kekayaan ini juga menarik wisatawan asing untuk berkunjung ke Indonesia. 

Dalam opini saya ingin meninjau belis sesuai pemahaman saya dari hasil pengamatan saya selama ini terutama dari penjelasan keluarga dan orang terdekat. Belis dalam budaya Manggarai sebagai bentuk penghargaan terhadap keluarga dari wanita, dan terhadap wanita itu sendiri. 

Juga sebagai rasa terimakasih kepada keluarga atas bimbingan, pendidikan dan juga perlindungan yang telah di terima oleh sang wanita selama berada bersama keluarga.

Belis ditentukan dalam bentuk pembicaraan adat (tombo adat) antar keluarga pria dan keluarga wanita. Pembicaraan ini diwakili oleh tongka (orang yang berbicara adat), sebagai juru bicara dihadapan keluarga, baik tongka dari pria maupun tongka dari wanita. Pembicaraan ini berlangsung dengan istilah adat sebelum pada akhirnya berujung pada keputusan. Bukan berarti ini sebagai jual-beli. 

Pemahaman belis sebagai jual-beli adalah salah atau tidak benar. Ketentuan belis juga biasanya berdasarkan latar belakang pendidikan dari wanita. Dapat dikatakan pendidikannya semakin tinggi, belis juga semakin besar. Tidak salah menurut saya, karena biaya pendidikan dari kaum wanita itu.

Belis juga ditentukan dengan memperhatikan latar belakang ekonomi  keluarga pria. Dalam belis tidak ada unsur kepaksaan, harus berjumlah sekian satu kali antar. 

Memang ada pembicaraan seperti dalam bicara adat, akan tetapi sebagian besar saat keluarga pria tidak membawa seperti yang dibicarakan dalam adat, tidak dituntut juga.

Belis Tidak Boleh Besar

Banyak hal yang dilakukan dalam upacara bicara belis ini. Akan tetapi saya tidak membicara mengenai itu. saya ingin membuat refleksi di situasi krisis sekarang dengan belis. Dalam melihat situasi saat ini terjadi krisis ekonomi. 

Banyak orang yang di rumah saja dan tidak bekerja. Tidak bekerja otomatis tidak mendapatkan uang. Pengeluaran untuk makan tetap berjalan sedangkan pemasukan tidak ada. meninjau situasi kritis ini, saya berpikir bahwa belis dari seorang wanita di saat situasi ini tidak boleh terlalu tinggi. Yang terpenting adalah cinta diantar kaum wanita dan kaum pria.

Bukan dalam arti tidak bertanggung jawab, akan tetapi yang menjadi persoalan adalah situasi krisis sekarang ini. Dalam diri keluarga kaum pria yang jelas terdapat rasa beban, karena tidak mampu untuk membawa belis besar untuk keluarga wanita. 

Rasa beban ini saya yakin dan percaya ada dalam diri keluarga kaum pria. Dengan demikian, keluarga wanita mesti memahami hal ini. Keluarga kaum pria bukan tidak tanggung jawab akan tetapi situasi yang tidak mendukung.

Yang terpenting juga kaum pria masih mampu mencari nafkah untuk menghidup keluarga (dirinya, istri dan anak-anaknya) nanti. Tanggung jawab seperti ini merupakan sebuah hal besar yang terjadi. Yang mesti kita kagumi dan apresiasi. 

Kerja keras mencari nafkah di saat situasi krisis, misalnya berkebun (menanam) meskipun hanya untuk memenuhi kebutuhan makan saat situasi kritis itu hal terbesar. Berkebun di kebun sendiri.

Apalagi di saat situasi krisis ini hasil kebun seperti kopi, cengkeh, dan lain-lain tidak terlalu banyak (gagal panen) bisa jadi karena alam yang tidak mendukung atau karena tidak terawat. Pemilik kebun takut untuk mempekerjakan orang untuk bekerja membarsihkan kebun. Apalagi kalau harga dari hasil pangan ini tidak telalu besar.

Tidak Boleh Melamar

Disatu sisi melihat situasi krisis ini, dengan mempertimbangkan situasi ekonomi. Keluarga pria mesti mengambil kesepakatan untuk tidak boleh ada anak (pria) melamar gadis orang di saat situasi sekarang. Bukan berarti menghalang jodoh. 

Mungkin ditunda untuk tahun berikutnya, di saat situasi sudah mulai membaik. Di saat orang-orang diperbolehkan untuk bekerja kembali seperti biasa. Penundaan ini bukan dalam arti tidak cinta, jsutru menurut saya penundaan ini karena cinta, ingin membawa belis besar untuk sang wanita.

Tidak boleh melamar dengan membuat kesepakatan antar keluarga pria dan keluarga wanita. Bisa bahwa orang tua pria bertemu orang tua wanita untuk membicarakan hal ini baik-baik. Bahwa tetap ada pelamaran (masuk minta) tetapi ditunda. Dengan alasan situasi krisis. Keluarga wanita tentu akan mengaklumi hal ini. Karena mereka juga mengalami situasi yang sama.

Tidak melamar disini, bukan dalam arti pria memutuskan relasi dengan wanita atau relasi dengan keluarga wanita. Sebagai seorang pria, dia tetap ke rumah wanita untuk tetap membangun relasi. 

Perasaan malu karena belum melamar mesti dihindari dari si pria. Karena bukan salahnya, melainkan situasi. Diantar mereka berdua tetap menjalin hubungan asmara sebagia seorang kekasih.

Seandainya keluarga wanita tidak menerima, dan ada pria lain yang masih ingin melamar sang gadis karena mampu untuk belis. Dan sang gadis mau. Sebagai seorang pria tidak boleh berkecil hati. Mungkin jodohnya bukan dirimu. Yang terpenting sudah menunjukkan cinta dengan akan melamar tetapi tunda. Namun saya yakin dan percaya kemungkinan terjadi seperti ini kecil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun