Mohon tunggu...
Charly Janggur
Charly Janggur Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - saya Fransiskus Charly Janggur, mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Widya Sasana Malang

Saya Fransiskus Charly Janggur, mahasiswa di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana Malang.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

New Normal dan Budaya Lama-(Lonto Leok)

14 November 2022   14:42 Diperbarui: 14 November 2022   14:52 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Persoalan yang tidak pernah putus dan selalu di bicarakan akhir-akhir ini adalah situasi pandemic. Situasi pandemic sangatlah berpengaruh bagi kehidupan setiap orang. Bahkan pandemic telah menghambat dan merampas ruang gerak masyarakat pada umumnya dalam setiap melakukan aktivitas sehari-hari. Tidak hanya sampai disitu, pandemic telah merusak kehidupan para mahasiswa yang mengharuskan para mahasiswa untuk terkekang dalam situasi yang membosankan.

Kebiasaan mahasiswa tentu tidak lain selain beraktivitas di kampus. Baik mulai dari kegiatan belajar mengajar, kegiatan ekstra curricular, dan kegiatan lain-lainnya. Melalui kegiatan seperti ini, mahasiswa semakin mendapat kebebasan dalam mengekspresikan diri demi mencapai apa yang menjadi tujuan sebagai mahasiswa. Seperti yang dialami oleh beberapa mahasiswa yang kuliah di universitas sekitar kota malang (Universitas Tribhuwana Malang, Universitas Merdeka Malang dll), bahwa dengan munculnya virus Corona di dunia pendidikan akan menimbulkan berbagai kategori permasalahan yang dihadapi mahasiswa, yaitu: akademik, pribadi, keluarga, dan sosial.

Keresahan mahasiswa pada situasi pandemic ini, terlihat pada faktor akademik yakni mengalami kesulitan dalam memperoleh ilmu atau materi secara maksimal, dan merasakan kesulitan dalam membangun relasi yang semakin akrab dengan dosen terkhusus dalam hal konsultasi materi kuliah. Faktor yang mempengaruhi masalah pribadi contohnya mengalami bosan dengan situasi yang selalu sendiri, dan kesepian yang berkepanjangan. Sedangkan faktor keluarga pada umumnya berkaitan dengan relasi dengan keluarga, terkhusus bagi mahasiswa yang berasal dari luar Pulau Jawa yang terpaksa untuk mendesak orang tua memberikan tanggungan yang lebih. Hal ini menjadi persoalan utama, karena keluarga dari mahasiswa rata-rata tingkat ekonominya sangat rendah.

Kalau dilihat dari faktor sosial, mahasiswa justru mengalami peristiwa yang sangat menampar kehidupan mereka sebagai mahasiswa. Situasi pandemic membuat mahasiswa tidak dapat berinteraksi dengan orang lain, khususnya kurangnya berinteraksi dengan sahabat, kerabat, kenalan sesama mahasiswa. Dari berbagai pengalaman mahasiswa yang dari luar Jawa, ternyata kebiasaan yang sudah terealisasikan sejak dulu adalah adanya "Organisasi-organisasi Daerah" (Orda). Dalam Orda inilah mahasiswa saling membangun tali persaudaraan yang berasal dari satu daerah yang sama, membentuk suatu kekeluargaan yang harmonis dengan tujuan untuk saling membantu, saling melengkapi dan saling menguatkan dalam proses perkuliahan berlangsung, dan menjadi jembatan untuk saling mengenal dengan Orda-orda yang lain.

Organisasi daerah (orda) sudah menjadi ciri khas bagi mereka yang hidup di tanah rantau. Mahasiswa yang tinggal di daerah Kota Malang, juga membentuk organisasi ini sebagai sarana bagi mereka untuk membantu dalam membangun interaksi antara satu dengan yang lainnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa pandemic juga akan merusak sistem organisasi mahasiswa (Orda) yang menjadi tempat bagi mereka untuk saling memberikan, membantu dan menguatkan antara satu sama lain.

Namun setelah pandemic ini mulai berkurang, kebiasaan mahasiswa pun mulai kembali normal. Kebiasaan berkumpul dalam satu (Orda) pun telah kembali dijalankan dengan baik dan tetap mematuhi Protocol kesehatan, seperti memakai masker, jaga jarak, dan tetap memperhatikan kesehatan.

 

GAMBAR, ORDA SOMBA: Kebersamaan (Solidaritas Mahasiswa Borong, Rana Mese, Manggarai-Malang)

 

Suatu hal yang menarik yang dilakukan oleh mahasiswa setelah pandemic mulai berkurang adalah adanya sikap membangun kembali kebiasaan untuk menanamkan nilai-nilai budaya yang melalui pekumpulan dalam suatu (Orda). Tidak terkecuali yang dilakukan oleh mahasiswa yang berada dalam Orda Somba (Mahasiswa Manggarai, Flores, NTT). Nilai kebudayaan yang di rajut bersama dalam satu Orda itu ialah "Budaya Lonto Leok". Budaya Lonto Leok merupakan suatu kebiasaan bagi orang Manggarai yang selalu berkumpul bersama dan membahas suatu topik pembicaraan tertentu dengan bermaksud akan membangun suatu kekerabatan atau kekeluargaan bagi setiap pribadi yang terlibat.

 Lonto Leok adalah salah satu warisan kearifan lokal yang dimiliki oleh orang Manggarai, Flores Barat, Indonesia Timur. Kata Lonto Leok terdiri dari dua suku kata, dan setiap kata memiliki arti. Kata Lonto berarti duduk, dan Leok artinya melingkar. Jadi, kata Lonto Leok berarti bentuk duduk bersama yang membentuk lingkaran. Posisi duduk seperti ini dilakukan pada pertemuan bersama dan dalam acara ritual adat-istiadat. Makna inti budaya Lonto Leok menjelaskan filosofi kehidupan yang mengandung nilai-nilai moral yang membentuk karakter masyarakat Manggarai pada umumnya dan komunitas sekolah, dan perhimpunan Mahasiswa pada khususnya.

 Pada umumnya Lonto Leok dipandang sebagai sebuah budaya, juga berperan dalam menumbuhkan ikatan kekerabatan di antara anggota masyarakat dengan kandidat yang hadir, artinya saat berkumpul bersama, mahasiswa merasakan bahwa, sedang terjadinya proses membangun nilai-nilai budaya yang telah ada. Konsep kekerabatan merupakan suatu hubungan yang terjalin antara anggota masyarakat dengan orang lain yang berasal dari luar kampungnya. Hubungan tersebut sangat memperhatikan aspek kekeluargaan, garis keturunan, asal kampung dan suku antara orang luar dengan masyarakat.

 Demikian halnya yang dilakukan mahasiswa yang berasal dari Manggarai yang ada di Kota malang, juga berusaha membangun kekerabatan antara satu sama lain yang sempat pudar bahkan hilang karena pandemic. Seperti yang dirasakan oleh masyarakat pada umumnya ketika bergulat dalam situasi pandemic, mahasiswa merasakan kehilangan nilai kekerabatan diantara satu sama lain. Untuk mengatasi hal ini, mahasiswa, khususnya mahasiswa Manggarai, mencoba untuk membangun kembali nilai kekerabatan tersebut dengan kembali ke dalam Orda masing-masing. Sehingga Orda Somba menjawab persoalan ini dengan membangun budaya Lonto Leok yakni melakukan forum publik diantara mahasiswa dengan tujuan yang jelas yaitu menentukan arah hidup demi kebaikan bersama.

 Oleh karena itu, perlu disadari bahwa nilai-nilai moral budaya Lonto Leok yang digunakan sebagai standar nilai-nilai utama karakter dalam kalangan mahasiswa dijelaskan sebagai berikut. Pertama, nilai persatuan dipraktikkan melalui kerja sama dalam memecahkan masalah dalam kekeluargaan diantara mahasiswa. Dalam Orda, nilai-nilai ini ditanamkan melalui partisipasi, kekerabatan, solidaritas, dan integritas. Selain itu, nilai-nilai persatuan adalah nilai utama dalam membangun integritas kehidupan yang harmoni dengan Orda lain. Kedua, nilai perdamaian diimplementasikan melalui tindakan untuk menghindari konflik, sehingga terciptanya rasa aman, damai, dan bersaudara. 

Dalam kegiatan Lonto Leok nilai perdamaian ditunjukkan melalui sikap pribadi mahasiswa yang tidak cepat marah karena perbedaan pendapat, tidak memaksakan ide-ide, tidak mendominasi pembicaraan, dan mematuhi etika berbicara. Di dalam Orda, nilai perdamaian diterapkan dalam bentuk; ramah, tidak mementingkan diri sendiri, menghormati martabat orang lain. Tujuan nilai-nilai perdamaian bagi mahasiswa dalam suatu Orda adalah agar seluruh anggota Orda menghormati pendapat yang berbeda, bekerja sama untuk menyelesaikan masalah, dan berpikir kritis.

 Ketiga, nilai cinta, yang terinspirasi oleh spiritualitas ajaran masing-masing agama (hubungan dengan Wujud Tertinggi/Mori Kraeng). Dalam lingkup Orda, nilai cinta dikembangkan melalui saling menghormati meski berbeda agama, solider, berbudaya, dan berjiwa semangat. Integritas pribadi cinta tercermin dalam tiga dimensi relasional, yang meliputi hubungan interpersonal dengan Tuhan sebagai homo religius, hubungan sosial dengan orang lain sebagai makhluk sosial, dan hubungan pribadi dengan lingkungan alam. Dalam berelasi dengan satu sama lain, diterapkan melalui cara atau bentuk nilai-nilai kerjasama, dan saling memberikan, dan memperhatikan satu sama lain.

 Dengan demikian kembalinya situasi yang aman dari pandemic, bukan berarti membawa suatu perubahan yang begitu drastis. Akan tetapi bagi mahasiswa Manggarai, kembali dari situasi yang kurang bersahabat ini, menjadi titik awal untuk semakin belajar bagaimana cara mencintai kebudayaan yang ada, dan tetap diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Maka Budaya Lonto Leok adalah jawaban dari persoalan yang ada, karena Lonto Leok yang menjadi dasar dari segala rencana baik yang akan dilakukan untuk di masa yang akan datang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun