Mohon tunggu...
Charly Manurung
Charly Manurung Mohon Tunggu... Auditor - Mahasiswa S2 Magister Akutansi UNPAM

Seorang yang masih terus memperbaiki diri menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Dampak Buruk Tidak Berfungsinya Manajemen Risiko di Perusahaan

1 April 2023   11:36 Diperbarui: 4 April 2023   07:49 732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu hari karena tidak berfungsinya manajemen risiko, salah satu perusahaan harus menderita kerugian besar. Awalnya manajemen perusahaan tidak menyadari potensi risiko tersebut dan tidak mengambil tindakan pencegahan yang tepat. Mereka mengabaikan nasihat ahli dan tidak memperhatikan tanda-tanda awal bahaya.

Akibatnya perusahaan mengalami kerugian besar akibat serangan siber yang mengganggu sistem keamanan perusahaan. Data perusahaan penting dicuri dan dijual ke pihak ketiga. Selain itu perusahaan mengalami kerugian finansial untuk memulihkan sistem keamanan dan memberikan kompensasi kepada klien yang terkena dampak gangguan tersebut.

Manajemen perusahaan akhirnya menyadari kesalahan mereka dan memutuskan untuk memperbaiki manajemen risiko mereka. Mereka merekrut ahli keamanan siber dan memperkuat sistem keamanan perusahaan. Mereka juga memperhatikan tanda-tanda awal risiko dan melakukan tindakan pencegahan yang tepat.

Manajemen risiko adalah suatu proses yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengevaluasi risiko yang mungkin terjadi dalam operasional perusahaan. Tujuan dari manajemen risiko adalah untuk mengurangi atau menghindari risiko yang dapat menyebabkan kerugian bagi perusahaan.

Nassim Nicholas Taleb, seorang ahli risiko dan penulis buku "The Black Swan", mengatakan bahwa bisnis harus memperhitungkan risiko yang tidak terduga dan tidak dapat diprediksi. Menurut Taleb, bisnis harus memiliki strategi manajemen risiko yang fleksibel dan dapat menangani risiko yang tidak terduga, seperti bencana alam atau perubahan pasar yang tiba-tiba.

John C. Hull, seorang profesor keuangan di Universitas Toronto, mengatakan bahwa manajemen risiko adalah tentang mengelola ketidakpastian. Menurut Hull, bisnis harus memiliki strategi manajemen risiko yang dapat mengidentifikasi risiko yang mungkin terjadi dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk mengurangi dampak negatif dari risiko tersebut. Hull juga menekankan pentingnya diversifikasi portofolio untuk mengurangi risiko investasi.

Peter Drucker, seorang ahli manajemen terkenal, mengatakan bahwa manajemen risiko adalah bagian integral dari manajemen bisnis yang efektif. Menurut Drucker, manajemen risiko harus menjadi bagian dari setiap keputusan bisnis yang diambil, dan bisnis harus memiliki strategi manajemen risiko yang terstruktur dengan baik untuk menghindari kerugian finansial dan reputasi yang buruk.

Dampak dari manajemen risiko yang buruk tidak hanya berdampak pada kerugian finansial, tetapi juga dapat merusak reputasi perusahaan. Klien dan investor akan kehilangan kepercayaan pada perusahaan jika mereka merasa bahwa perusahaan tidak mampu mengelola risiko dengan baik.

Contohnya yang pernah kita baca adalah kasus keuangan Enron pada tahun 2001. Enron, perusahaan energi terbesar di Amerika Serikat pada saat itu, terlibat dalam praktik akuntansi yang meragukan dan manipulasi laporan keuangan untuk menyembunyikan kerugian besar yang dialami oleh perusahaan. Akibatnya, ketika kebenaran terungkap, saham Enron jatuh drastis dan perusahaan mengajukan kebangkrutan. Kasus ini menyebabkan kerugian finansial yang besar bagi investor dan karyawan Enron, serta merusak reputasi perusahaan dan industri energi secara keseluruhan.

Contoh lainnya, Tahun 2013, Kasus Airbag Takata ketika beberapa kasus kecelakaan mobil dilaporkan terkait Airbag Takata yang meledak dengan kekuatan yang sangat besar saat terjadi tabrakan. Pada awalnya, Takata menganggap kasus ini sebagai masalah kecil dan hanya melakukan recall terbatas pada beberapa model mobil. Namun, kasus ini semakin meluas dan pada tahun 2014, Takata mengakui bahwa ada cacat pada airbag yang diproduksinya dan melakukan recall massal pada jutaan mobil di seluruh dunia.

Setelah dilakukan investigasi lebih lanjut, diketahui bahwa Airbag Takata mengandung bahan kimia ammonium nitrat yang tidak stabil dan mudah terpengaruh oleh suhu dan kelembaban. Ketika Airbag meledak, bahan kimia ini dapat melepaskan pecahan logam dan bahan kimia berbahaya ke dalam kabin mobil, menyebabkan luka serius atau bahkan kematian pada pengemudi dan penumpang.

Kasus Airbag Takata terjadi karena manajemen risiko yang buruk di perusahaan. Takata menggunakan bahan kimia yang tidak stabil dan murah dalam produksi airbagnya, dan kurangnya pengawasan dan kontrol kualitas yang efektif dari manajemen perusahaan. Takata juga tidak segera mengambil tindakan yang diperlukan ketika kasus kecelakaan pertama terjadi, dan hanya melakukan recall terbatas pada beberapa model mobil.

Kasus Airbag Takata menyebabkan Takata mengajukan kebangkrutan pada tahun 2017 dan harus membayar denda yang besar serta mengganti kerugian yang dialami oleh korban dan keluarga mereka. Kasus ini juga merusak reputasi Takata dan image dari industri otomotif tersebut.

Kasus Enron dan Airbag Tag menjadi pelajaran penting bagi bisnis untuk memiliki manajemen risiko yang efektif dan transparan dan pentingnya pengawasan dan kontrol yang efektif dari manajemen perusahaan terkait risiko tersebut.

Untuk menghindari dampak negatif dari manajemen risiko yang buruk, ada beberapa cara yang dapat dilakukan. Pertama, perusahaan harus memiliki strategi manajemen risiko yang efektif dan terstruktur dengan baik. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan analisis risiko secara teratur dan mengidentifikasi risiko yang mungkin terjadi.

Kedua, perusahaan harus memiliki etika bisnis yang baik dalam mengelola risiko. Perusahaan harus memastikan bahwa manajemen selalu beroperasi dengan integritas dan transparansi dalam mengelola risiko. Hal ini dapat membantu membangun kepercayaan klien dan investor.

Terakhir, perusahaan harus selalu memperbarui strategi manajemen risiko mereka sesuai dengan perubahan lingkungan bisnis. Manajemen harus selalu memantau risiko yang muncul dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk menghindari dampak negatif dari risiko tersebut.

Pada akhirnya manajemen risiko yang buruk dapat berdampak serius pada perusahaan. Oleh karena itu penting bagi perusahaan untuk memiliki strategi manajemen risiko yang efektif dan dirancang dengan baik. Dengan cara ini perusahaan dapat menghindari kerugian finansial yang dapat merusak reputasi perusahaan dan meningkatkan kepercayaan pelanggan dan investor.

Nah, sobatku, bagaimana perlakuan manajemen resiko di perusahaanmu bekerja?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun