Kasus Enron di awal tahun 2000-an, misalnya, menarik perhatian masyarakat karena memperlihatkan penipuan akuntansi yang sistematis dan terstruktur dengan cara mengalihkan aset-aset perusahaan kepada entitas bertujuan khusus. Pengalihan aset tersebut menyebabkan nilai perusahaan tampak lebih besar daripada yang seharusnya dan gagal dideteksi oleh kantor akuntan publik Arthur Anderson. Fenomena pelanggaran etika atas skandal akuntansi dalam perusahaan Enron inilah yang kemudian mendorong Sherron Watkins, sebagai Wakil Presiden Enron, menjadi whistleblower dan mengungkapkan skandal korporasi Enron kepada publik.
Berikutnya ada Cynthia Cooper, Wakil Presiden perusahaan Worldcom di Divisi Audit Internal. Ia melaporkan berbagai praktik tidak etis yang dilakukan Worldcom ketika perusahaan tersebut gagal mencapai laba yang diharapkan. Cynthia Cooper merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ia lalu berinisiatif membentuk sebuah tim kecil untuk melakukan investigasi secara sembunyi-sembunyi. Cynthia Cooper menemukan adanya indikasi terjadinya penggelembungan keuntungan (overstate earning) dengan metode suspecious numbers yakni cara mendeteksi fraud dengan mencari angka-angka yang mencurigakan. Temuan tersebut langsung ditindaklanjuti oleh Cynthia Cooper dengan melakukan konfirmasi kepada Auditor Eksternal Worldcom, KPMG, KAP setelah KAP Arthur Andersen. Hingga akhirnya, perusahaan Worldcom mengakui telah menggelembungkan laba hingga  3,8 M USD. Ironisnya, aksi heroik Cynthia Cooper bersama tim dalam mengungkapkan kasus fraud ternyata berdampak terhadap pemecatan pegawai besar-besaran. Harga saham Worldcom pun terjun bebas dan investor kehilangan kepercayaannya di pasar saham Amerika Serikat.Terungkapnya kasus ini tidak luput dari peran auditor internal dan keberanian whistleblower.
Pengungkapan kasus fraud yang di-blow up oleh whistleblower, kerugian yang disebabkan oleh fraud, serta peran-peran auditor internal menjadi komponen penting bagi perusahaan untuk mencegah perilaku fraud dan salah saji atau human error. Dengan demikian, kerugian yang berdampak kepada para investor, calon investor, kreditor, dan masyarakat luas di masa mendatang dapat diminimalisasi.
Hal-hal tersebut mendorong perusahaan dan kita sebagai pembaca untuk menelaah lebih dalam lagi terkait hal yang dirasakan oleh auditor internal ketika menghadapi kasus yang muncul dari whistleblower. Kita juga semakin memahami suka dan duka dalam menjadi auditor internal. Bayangkan hal apa yang akan terjadi jika tidak ada keberadaan auditor internal dan informasi dari whistleblower?
*) Charly Manurung (Mahasiswa S2 Magister Akutansi Universitas Pamulang)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H