Mohon tunggu...
Charlotte PBandono
Charlotte PBandono Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

PLEGMATIS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tradisi Manugal: Hamonisasi Eksotisme Alam dan Budaya Luhur Suku Dayak Ngaju

14 Februari 2024   19:38 Diperbarui: 15 Februari 2024   21:46 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Dokumen pribadi 

Tradisi Manugal 

Sejak dahulu, Kalimantan Tengah terkenal dengan hutan dan berbagai sungainya yang mempesona.  Menariknya, eksotisme alam dan budaya suku Dayak menjalin harmonisasi dari waktu ke waktu yang melahirkan kearifan lokal dalam wujud tradisi-tradisi. Salah satu tradisi itu adalah pengelolaan lahan pertanian di Kabupaten Katingan yang dikenal dengan nama manugal. Manugal adalah sebuah kata dalam bahasa Dayak Ngaju yang memiliki arti "menanam padi". 

Menurut Candra, dkk. (2023), Manugal biasanya dilakukan pada periode penanaman padi yang disebut "nyelu tugal" (arti : tahun tanam) dalam budaya Dayak Ngaju. Secara kosmologis, periode ini terjadi saat cuaca sangat panas selama sekitar 4 bulan dengan hujan yang masih turun dalam beberapa periode tertentu. Pada saat air sungai mulai surut, terlihatlah fenomena seperti Bintang Patendu, di mana beberapa bintang terlihat sangat terang, dan juga Uru Kaluy Batue, yaitu rumput yang mulai tua dan berwarna kemerahan.

Melihat dari kalender Masehi, periode tersebut biasanya jatuh antara bulan Juli hingga November. Sebelum penanaman bibit padi dilakukan, beberapa kegiatan persiapan perlu dilakukan, seperti meneweng (menebang pohon dan rerumputan di sekitar area tanam) dan manyeha (membakar batang pohon yang telah ditebang dan rerumputan untuk mempersiapkan lahan). 

Terkadang, petani juga perlu melakukan mangakal, yaitu membersihkan ladang dengan membakar ulang. Setelah itu, barulah kegiatan manugal dapat dilakukan dengan memperhatikan kondisi cuaca. Benih padi akan ditanam setelah serangkaian persiapan seperti meneweng (pembersihan lahan dengan cara penebangan pohon atau penebasan perdu) dan  manyeha (pembakaran sisa-sisa tebangan dan tebasan). Setelah persiapan ini selesai, maka kegiatan Manugal dapat dilakukan dengan memperhatikan kondisi cuaca terlebih dahulu.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hendra dan Maseda (2022), terdapat pembagian tugas yang khusus bagi laki-laki, perempuan, dan bahkan anak-anak. Kaum laki-laki biasanya bertugas sebagai panugal, yang membuat lubang-lubang di tanah untuk menanam bibit padi.Lubang dibuat menggunakan runcingan kayu panjang, dengan diameter tidak lebih besar dari genggaman laki-laki dewasa.  Sementara itu, kaum perempuan dan anak-anak bertugas menaburkan benih padi ke dalam lubang yang telah dibuat oleh panugal.  Lubang-lubang tersebut biasanya ditutup dengan tanah, tetapi tidak rapat, sehingga memudahkan tunas padi untuk tumbuh dan berkembang.

Sumber : dokumen pribadi 
Sumber : dokumen pribadi 

Pertanian Berkelanjutan berlandaskan Kearifan Lokal

Pertanian berkelanjutan adalah metode yang efektif dan efisien untuk menghasilkan produk pertanian yang aman secara kompetitif, sembari memperhatikan dan meningkatkan keseimbangan lingkungan alam serta kondisi sosial dan ekonomi masyarakat lokal. Pertanian berkelanjutan merujuk pada pengelolaan lahan pertanian dengan berlandaskan pada 3 pilar, yakni People (sosial), Planet (lingkungan)  dan Profit (ekonomi).

Manugal menjadi anak sulung dari perkawinan eksotisme alam dan budaya suku Dayak Ngaju. Keselarasan efisiensi sumber daya dan kesucian alam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun