Mohon tunggu...
Charline Dominique
Charline Dominique Mohon Tunggu... Lainnya - Universitas Katolik Parahyangan

Saya adalah mahasiswa Hukum UNPAR 2021

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memaknai Secara Sederhana terhadap Nilai-Nilai Pancasila bagi Gen-Z di Era Kekinian

19 Juni 2023   10:45 Diperbarui: 19 Juni 2023   10:55 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Penulis: Michael Hans Ranteallo

Pancasila adalah dasar negara dan ideologi resmi Indonesia, Istilah "Pancasila" berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua kata, yaitu "panca" yang berarti "lima" dan "sila" yang berarti "prinsip" atau "dasar". Pancasila secara harfiah dapat diterjemahkan sebagai "lima prinsip" atau "lima dasar". Keberadaan Pancasila menjadi landasan utama dalam menjalankan negara dan pemerintahan di Indonesia. Pancasila tidak hanya menjadi dasar ideologi negara, tetapi juga memberikan arah dan prinsip dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia, termasuk politik, ekonomi, sosial, budaya, dan hukum. Meskipun demikian, relevansi nilai-nilai Pancasila ni banyak diperdebatkan tergantung pada sudut pandang individu (terkhususnya bagi kalangan generasi Z).  

Generasi-Z biasanya dikenal sebagai Gen Z atau iGen, yang dimana generasi ini mengacu kepada kelompok yang lahir di antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an. Meskipun tidak ada tanggal pasti yang menentukan batas akhir Generasi Z, umumnya mereka dianggap sebagai generasi yang mengikuti Generasi Y (Millennials) dan mendahului Generasi Alpha. Karakteristik dari Generasi Z ini adalah generasi yang tumbuh dengan teknologi digital yang luas, seperti internet, media sosial, dan perangkat mobile. Yang dimana mereka sering kali dianggap sebagai "digital natives" karena terbiasa dengan penggunaan teknologi sejak usia dini. Selain itu, Generasi Z kerap kali dianggap sebagai orang yang Multikulturalisme, hal ini dikarenakan mereka terhubung dengan beragam budaya dan pandangan melalui internet, sehingga Generasi Z cenderung lebih terbuka terhadap perbedaan dan memiliki pemahaman yang lebih tentang keberagaman.

Pancasila yang secara luas diterima dan diakui sebagai dasar negara Indonesia semakin lama menimbulkan kesukaran untuk bisa beradaptasi dengan era saat ini, khususnya bagi generasi Z. Terdapat dua hal yang memicu, yaitu pertama mengenai tantangan global, yang dimana Pancasila tidak lagi mampu memberikan panduan yang memadai sehingga Indonesia harus lebih terbuka terhadap nilai-nilai dan ideologi global yang dapat mempromosikan kerjasama internasional, hal ini memiliki korelasi dengan karakter dari Generasi-Z itu sendiri yaitu Multikulturalisme. Terakhir mengenai keterbatasan dalam merespons perubahan sosial, yang dimana Pancasila memiliki keterbatasan dalam merespons perubahan sosial yang cepat dan kompleks. Dalam era digital dan globalisasi, nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam Pancasila sukar untuk bisa mencerminkan realitas dan aspirasi masyarakat Indonesia,      terkhususnya disini bagi Generasi-Z.

Penilaian terhadap kurangnya relevansi Pancasila terhadap Generasi Z sangatlah bersifat subjektif dan bervariasi.  Banyak hal yang belum dimengerti oleh Generasi Z karena pembelajaran Pancasila yang mereka terima sejak sekolah dasar hingga sekolah menengah bersifat monoton dan terkesan hanya berasal dari satu sumber kebenaran yaitu aturan dan doktrin negara serta pemerintah yang disampaikan melalui buku-buku pelajaran yang harus dipelajari. Berikut hal-hal Pancasila yang belum dipahami oleh Generasi Z, yaitu:

  • Ketuhanan Yang Maha Esa 

Nilai ini menekankan pada pengakuan dan penghormatan terhadap Tuhan yang Maha Esa. Nilai ketuhanan YME merupakan konsep yang penting dalam Pancasila yang menunjukkan pengakuan terhadap keberadaan Tuhan yang Maha Esa. Pemahaman ini dapat menjadi pedoman bagi kita dalam menjalani kehidupan bersama dalam masyarakat yang memiliki kepercayaan dan agama yang berbeda-beda. Pentingnya nilai Ketuhanan YME ini adalah untuk menghormati dan mengakui keberagaman agama dan kepercayaan dalam masyarakat. Hal ini berarti bahwa setiap individu memiliki untuk memilih dan menjalankan agamanya bahkan kepercayaannya masing-masing tanpa adanya paksaan atau diskriminasi. Dengan tujuan agar pilihan setiap orang terhadap agama maupun kepercayaannya akan Tuhan harus dihormati sebagai bagian dari kesetaraan dan pengakuan terhadap semua makhluk hidup ciptaan Tuhan itu sendiri.

Pemahaman ini juga mengajarkan kita untuk saling menghormati dan memperlakukan dengan adil terhadap sesama, tanpa memandang perbedaan agama atau kepercayaan. Dalam konteks hidup bersama, nilai Ketuhanan YME mengajarkan pentingnya toleransi, kerukunan, dan kerja sama antarindividu yang berasal dari berbagai latar belakang agama dan kepercayaan. Meskipun memiliki keyakinan yang berbeda, kita harus dapat menciptakan ruang untuk saling menghormati dan memahami perbedaan tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan berdialog, menghargai pendapat orang lain, dan mencari titik persamaan yang dapat memperkuat persatuan dan kebersamaan.

  • Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Sila kedua ini ingin memperlihatkan bagi Generasi Z bahwa untuk memperlakukan semua orang dengan adil, tanpa memandang latar belakang, suku, agama, rasa, atau jenis kelamin. Penghormatan terhadap pilihan hidup meliputi hak setiap individu untuk menentukan jalan hidupnya sendiri, termasuk pilihan agama, kepercayaan, orientasi seksual, indentital gender, dan gaya hidup yang sesuai dengan nilai-nilai mereka. Ini berarti Generasi Z harus menghargai dan menghormati kebebasan individu untuk memilih dan menjalani kehidupan sesuai dengan keyakinan dan identitasnya sendiri, selama itu tidak merugikan atau melanggar hak orang lain. Pentingnya penghormatan terhadap pilihan hidup dan identitas makhluk hidup adalah untuk menjadi diri mereka yang sebenarnya tanpa takut dicemooh, dikucilkan, atau dihakimi.

Penghormatan terhadap pilihan hidup dan identitas makhluk hidup juga melibatkan mendengarkan dan memahami perspektif orang lain. Ini berarti kita harus membuka pikiran dan hati untuk belajar dari pengalaman dan kehidupan mereka, serta menghormati perbedaan pandangan dan pendekatan yang mungkin berbeda dengan kita. Dalam praktiknya penghormatan terhadap semua pilihan hidup dan identitas makhluk hidup melibatkan sikap terbuka, toleransi, empati, dan sikap saling menghargai. Ini berarti tidak memaksakan pandangan atau kehidupan kita kepada orang lain, melainkan menghargai hak setiap individu untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai dan identitas mereka sendiri. Dengan menerapkan penghormatan terhadap semua pilihan hidup dan identitas makhluk hidup sesuai dengan Sila Kedua, kita dapat membangun masyarakat yang lebih harmonis, adil, dan menghargai keberagaman, di mana setiap individu merasa dihormati, diakui, dan diterima dalam keragaman yang ada.

Sila Kedua ini tidak hanya memperlakukan sesama manusia secara adil dan beradab, tetapi juga hewan dan tumbuhan. Kita sebagai Generasi Z memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan melindungi kehidupan di sekitar kita, termasuk hewan dan tumbuhan, sebagai bentuk penghargaan terhadap karunia Tuhan yang diberikan kepada kita. Dalam memperlakukan hewan, kita dapat berupaya untuk tidak menyiksa atau menyebabkan penderitaan yang tidak perlu. Kita dapat memastikan bahwa hewan-hewan yang kita pelihara mendapatkan perawatan yang memadai, makanan yang cukup, lingkungan yang nyaman, dan perlindungan dari perlakuan kekerasan. Kita juga dapat mendukung praktik pertanian yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan hewan dan menjaga kelestarian satwa liar di alam. Dalam keseluruhan, penghormatan terhadap semua makhluk ciptaan Tuhan, baik itu manusia, hewan, maupun tumbuhan adalah esensi dari Sila Kedua. Dengan menjalankan penghormatan ini, kita dapat hidup harmonis dan menjaga keselarasan dalam lingkungan yang Tuhan ciptakan untuk kita semua.

  • Persatuan Indonesia

Nilai ini menekankan pentingnya persatuan dan kesatuan dalam keragaman Indonesia. Meskipun ini masih relevan bagi sebagian besar generasi Z, beberapa orang mungkin berpendapat bahwa dalam era globalisasi dan meningkatnya pluralisme budaya, nilai ini perlu disesuaikan dengan pengakuan dan penghormatan terhadap keberagaman yang lebih luas. Selain itu, sila-ketiga ini secara implisit mengandung nilai gotong royong. Bila dikaitkan dengan Generasi Z yang notabene karakteristiknya adalah Individualis maka nilai gotong-royong ini akan sangat sulit untuk bisa dipraktekan kembali.

Sila Ketiga ini juga menekankan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dalam berbagai aspek kehidupan, baik secara politik, sosial, maupun budaya. Dalam era industri 4.0, Sila Ketiga tetap relevan dan memiliki peran penting dalam pengembangan nasionalisme era baru. Pada era industri 4.0 yang ditandai dengan perkembangan teknologi digital dan konektivitas yang tinggi, Sila Ketiga dapat diarahkan untuk memperkuat persatuan bangsa dalam menghadapi berbagai tantangan dan peluang yang dihadirkan oleh revolusi industri ini. Beberapa poin yang penting terkait Sila Ketiga dalam era industri 4.0 adalah sebagai berikut:

a. Pengembangan identitas nasional, era industri 4.0 membawa konsekuensi globalisasi yang lebih besar, dimana perbedaan budaya, bahasa, dan latar belakang dapat semakin terlihat. Dalam konteks ini, Sila Ketiga ingin mengingatkan kita untuk memperkuat identitas nasional sebagai dasar persatuan dan kebersamaan dalam menghadapi perubahan yang cepat. Menghargai budaya, bahasa, dan adat istiadat Indonesia serta menjaga keberagaman budaya bangsa menjadi aspek penting dalam pengembangan nasionalisme.

b. Pemanfaatan teknologi untuk persatuan, era industri 4.0 menawarkan potensi besar dalam memperkuat persatuan melalui pemanfaatan teknologi. Konektivitas digital dan media sosial dapat digunakan sebagai sarana untuk membangun kesadaran dan semangat nasionalisme, serta meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam kehidupan sosial dan politik. Teknologi juga dapat memfasilitasi kolaborasi antara berbagai kelompok dan daerah di Indonesia, sehingga memperkuat persatuan dalam mencapai tujuan bersama.

c. Keterampilan dan literasi digital sebagai bagian dari persatuan, dalam era industri 4.0, keterampilan digital dan literasi teknologi menjadi sangat penting. Mengembangkan keterampilan ini secara merata diseluruh wilayah Indonesia dapat membantu membangun persatuan, mengurangi kesenjangan digital, dan meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam pemanfaatan teknologi. Dalam hal ini, Sila Ketiga dapat diartikan sebagai upaya untuk memperkuat keterampilan dan literasi digital sebagai bagian integral dari persatuan bangsa.

Dalam konteks pengembangan nasionalisme era baru di era industri 4.0 Sila Ketiga tetap menjadi pijakan penting untuk mengatasi perbedaan, memperkuat identitas nasional, memanfaatkan teknologi dengan bijak, dan meningkatkan partisipasi aktif dalam kehidupan sosial dan politik. Dengan memperkuat persatuan Indonesia, kita dapat menghadapi tantangan dan peluang era industri 4.0 dengan semangat kebersamaan dan kesolidan nasional.

  • Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan

Nilai ini menekankan pentingnya kebijaksanaan dan musyawarah dalam pengambilan keputusan politik. Beberapa orang dalam generasi Z  merasa bahwa nilai ini tidak relevan dalam sistem politik yang didominasi oleh elite politik dan di mana suara mereka tidak didengar dengan baik.Bila berbicara dengan demokrasi di Indonesia tidak hanya mengedepankan pemilu, tetapi juga melibatkan kedewasan semua pihak dalam bersuara, mengungkapkan pendapat, memberikan kritik, serta saling mendengarkan. Hal ini dapat dihubungkan dengan Sila Keempat dalam Pancasila. Sila Keempat menggarisbawahi pentingnya melibatkan semua pihak dalam proses pengambilan keputusan yang berdampak pada kehidupan masyarakat. Dalam konteks demokrasi, hal ini mencakup memberikan kesempatan kepada setiap warga negara untuk bersuara, mengungkapkan pendapat, memberikan kritik, dan ikut serta dalam proses pengambilan keputusan yang melibatkan kepentingan masyarakat secara luas. Demokrasi yang sehat dan berkembang membutuhkan partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat. Ini berarti bahwa setiap individu, kelompok, organisasi, atau partai politik memiliki hak untuk mengemukakan pandangan mereka, memberikan kritik, serta saling mendengarkan dan mempertimbangkan sudut pandang yang berbeda. Pada saat yang sama, demokrasi juga mendorong kedewasaan dalam menyampaikan pendapat, dengan menghormati hak-hak orang lain dan menjunjung tinggi etika komunikasi.

Sila keempat juga menekankan pentingnya musyawarah dan perwakilan dalam pengambilan keputusan. Ini berarti bahwa dalam konteks demokrasi, tidak hanya pemilu yang menjadi fokus, tetapi juga proses perundingan, dialog, dan konsultasi yang melibatkan berbagai pihak. Tujuannya adalah untuk mencapai mufakat dan konsensus dalam mengambil keputusan yang terbaik bagi kepentingan bersama. Dalam demokrasi yang sehat, pemilu menjadi mekanisme penting untuk memilih wakil rakyat yang akan mewakili suara dan aspirasi masyarakat. Namun, demokrasi juga melibatkan partisipasi aktif dalam diskusi, debat, dan dialog untuk memperkaya pemahaman bersama serta memperkuat kedewasaan dalam berpendapat dan menyampaikan kritik. Dengan menghubungkan demokrasi di Indonesia dengan Sila Keempat, tujuan utamanya adalah menciptakan masyarakat yang adil, terbuka, dan partisipatif, dimana semua pihak memiliki kesempatan untuk berpartisipasi secara aktif dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kehidupan mereka. Dengan menghormati prinsip-prinsip Sila Keempat, kita dapat membangun demokrasi yang lebih inklusif dan mewujudkan kehidupan berdemokrasi yang berkelanjutan.

  • Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Nilai ini menekankan pentingnya adil dalam distribusi sumber daya dan kesempatan. Beberapa anggota generasi Z  merasa bahwa nilai ini tidak relevan karena masih adanya kesenjangan sosial yang signifikan dan sistem yang tidak sepenuhnya adil. Ketidaksignifikan ini bisa diakibatkan karena belum diterapkannya pemerintahan yang baik. Good Governance merupakan yang penting dalam menciptakan sistem yang diperlukan oleh semua warga negara dalam hal pelaksanaan dan pendistribusian pelayanan publik. Hal ini dapat dihubungkan dengan Sila Kelima dalam Pancasila. Sila Kelima menekankan pentingnya terciptanya keadilan sosial di semua lapisan masyarakat. Good governance menjadi instrumen penting untuk mencapai tujuan ini, karena melibatkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan kebijakan publik. Berikut ini keterkaitan Good Governance terhadap Sila Kelima, yaitu:

a. Keterbukaan dan transparansi, Good Governance menekankan pentingnya keterbukaan dan transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pengambilan keputusan. Hal ini berarti bahwa informasi dan kebijakan publik harus tersedia secara jelas dan mudah diakses oleh semua warga negara. Dalam konteks Sila Kelima, keterbukaan dan transparansi ini memberikan jaminan bahwa pelayanan publik dan alokasi sumber daya dilakukan secara adil dan tidak diskriminatif.

b. Akuntabilitas dan pencegahan korupsi, Good Governance mendorong adanya akuntabilitas di semua tingkatan pemerintahan. Ini berarti bahwa para pemimpin dan penyelenggara pemerintahan bertanggung jawab atas keputusan dan tindakan mereka. Pencegahan korupsi juga merupakan bagian integral dari good governance, karena korupsi dapat merusak prinsip keadilan sosial dan merugikan masyarakat. Dalam konteks Sila Kelima, akuntabilitas dan pencegahan korupsi penting untuk memastikan distribusi sumber daya secara adil dan memberikan pelayanan publik yang setara bagi semua warga negara.

c. Partisipasi publik, Good Governance mendorong partisipasi aktif dari masyarakat dalam pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan publik. Partisipasi publik inklusif memastikan bahwa suara dan kepentingan semua warga negara didengar dan diperhatikan. Dalam Sila Kelima, partisipasi publik yang baik membantu menciptakan keadilan sosial dengan memastikan bahwa kebijakan dan pelayanan publik mengakomodasi kebutuhan dan aspirasi semua warga negara.

Dengan menghubungkan good governance dengan Sila Kelima, tujuannya adalah menciptakan sistem yang adil dan berkeadilan dalam pelaksanaan dan pendistribusian pelayanan publik. Dalam konteks ini, Good Governance membantu menghindari kesenjangan sosial dan ekonomi yang berpotensi terjadi di masyarakat, serta mendorong pemerintah untuk bertanggung jawab secara akuntabilitas dalam menjalankan tugas mereka. Dengan demikian, Good Governance dan Sila Kelima saling mendukung untuk mencapai tujuan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Beberapa individu dalam Generasi Z menganggap bahwa nilai-nilai Pancasila, seperti Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, akan sulit untuk diimplementasikan dalam konteks zaman dan realitas yang mereka hadapi. Mereka mengacu pada tantangan global dan perubahan sosial yang cepat serta adanya ketidaksesuaian antara nilai-nilai Pancasila dengan pengalaman mereka dalam kehidupan sehari-hari. Namun, penting untuk diingat  bahwa penilaian tersebut bersifat subjektif dan tidak mewakili pandangan seluruh Generasi-Z.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun