Kemacetan merupakan “makanan” sehari-hari penduduk Jakarta dan kota sekitarnya. Berbagai cara sudah dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah ini. Mulai dari penerapan sistem 3 in 1, membangun sarana dan prasarana busway, membangun traffic monitoring system termasuk kamera pemantau CCTV di jalur padat, dan mengerahkan personil pada Ditlantas Polri yang berkesinambungan. Hasilnya, tetap saja macet.
Kemacetan akan bertambah parah jika musim hujan tiba. Genangan air dan banjir memperburuk situasi lalu lintas di Jakarta. Rasanya frustasi sekali kalau sudah begitu. Beberapa usulan solusi sudah disampaikan masyarakat mulai dari penerapan sistem plat nomor genap dan ganjil, pembatasan jam untuk mobil angkutan barang di dalam kota, menaikkan tarif parkir sampai memindahkan ibukota.
Usulan untuk memindahkan ibukota memang patut dipertimbangkan, tetapi realisasinya akan memerlukan waktu yang lama, sementara masyarakat tentunya mengharapkan solusi yang lebih cepat. Sambil menunggu waktu untuk mengkaji usulan pemindahan ibukota tersebut, sebenarnya pemerintah dapat memulai untuk memindahkan sebagian instansi pemerintah ke suatu lokasi di luar Jakarta atau setidaknya di pinggiran kota Jakarta.
Instansi-instansi yang dapat dipindahkan terutama yang memiliki lahan parkir terbatas yang seringkali malah menjadi penyebab kemacetan antara lain Pengadilan Negeri Jakarta Selatan di jalan Ampera Raya, Mabes Polri, Departemen Pekerjaan Umum yang berada di sebelah Mabes Polri. Mungkin masih banyak instansi pemerintah lain yang memiliki lahan parkir yang tidak mencukupi lagi. Ketimbang membangun gedung parkir misalnya, mengapa tidak instansinya saja yang dipindahkan?
Instansi pemerintah lain yang dapat dipindahkan adalah sekolah-sekolah tinggi milik pemerintah seperti Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian di Kebayoran dan STPDN di jalan Ampera Raya. Sekolah-sekolah tersebut bahkan mungkin dapat dipindahkan ke luar kota atau luar Jawa.
Jika memungkinkan semua instansi tersebut dipindahkan ke satu lokasi yang dirancang dapat mengakomodasi kebutuhan untuk ruang kantor dan area parkir. Ini dapat menjadi semacam pelayanan satu atap untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Lahan-lahan yang ditinggalkan oleh instansi-instansi yang dipindahkan tersebut selanjutnya dijadikan lahan resapan dalam bentuk taman kota atau danau-danau buatan. Penyediaan lahan-lahan resapan tersebut tentunya akan membantu mengatasi masalah banjir yang selama ini terjadi di Jakarta.
Untuk membiayai pemindahan tersebut, pemerintah dapat mengajukan pinjaman lunak jangka panjang minimal 20 tahun yang pembayarannya- tentu saja- dibebankan kepada masyarakat melalui pajak kendaraan bermotor dan pajak bumi dan bangunan (PBB).
Dengan asumsi jumlah kendaraan bermotor saat ini adalah 8 juta unit maka jika setiap kendaraan dibebankan pajak rata-rata sebesar Rp. 300.000 per tahun atau Rp. 25.000 per bulan maka jumlah pendapatan pemerintah akan mencapai Rp. 2, 4 trilyun per tahun.
Jumlah Rp. 300.000 per tahun adalah jumlah yang relatif kecil bagi pemilik kendaraan jika dibandingkan penghematan BBM setahun yang dapat dilakukan melalui berkurangnya kemacetan serta nilai manfaat berikut kenyamanan yang akan didapatkan.
Ditambah dengan penerimaan pemerintah dari kenaikan PBB, seharusnya anggaran bukan masalah bagi pemerintah untuk melaksanakannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H