Tadi malam, Selasa 24 November 2009, sekitar pukul 21.40 WIB saya sedang berada di mobil tepat di atas jembatan Semanggi , dari arah Slipi menuju Gatot Subroto. Saat itu hujan yang cukup deras sedang turun membahasi Jakarta. Kondisi lalu lintas dilokasi itu sedang macet karena sekitar 100 meter di depan terdapat pintu keluar masuk Plaza Semanggi dan pintu masuk tol di depan Polda Metro.
Sekitar pukul 21.45 saya dan teman saya yang sedang menyetir melihat lima orang berjalan kaki dari arah sebelah kiri jalan menuju mobil Toyota Alphard berwarna hitam bernomor polisi B 888 VO yang sedang berada di jalur paling kanan. Dua orang diantaranya bergerak kearah kaca spion sebelah kiri dan dua orang lainnya bergerak ke arah kaca spion sebelah kanan di dekat bangku supir. Satu orang lagi yang berbadan paling besar, terlihat mengawasi situasi sambil. Tangannya terlihat seperti memegang sesuatu dibalik kaus oblong berwarna biru muda di bagian perutnya.
Selang 10 detik kemudian kami baru menyadari bahwa mereka baru saja mencopot dengan paksa kedua kaca spion mobil itu. Dengan cepat tapi tenang mereka kemudian berjalan kembali kearah mereka datang yaitu sebelah kiri jalan ke arah Universitas Atma Jaya. Kami sendiri berada dua baris di belakang mobil tersebut jadi dapat melihat kejadian tersebut dengan sangat jelas.
Kejadian tersebut kami laporkan kepada sekitar empat orang polisi lalu lintas yang berada sekitar 200 meter dari tempat kejadian tepat di batas pemisah jalan yang membelah jalan Gatot Subroto dan jalan masuk pintu tol yang sedang mengatur lalu lintas. Ketika kami melaporkan kejadian tersebut, mobil Alphard tersebut terlihat berhenti tepat setelah pintu keluar masuk Hotel Crowne, sepertinya juga hendak melaporkan kejadian itu juga kepada polisi.
Setelah kejadian itu saya bertanya pada diri sendiri, kalau di depan Markas Polda Metro, di sentral Jakarta, ibu kota negara, yang terang oleh lampu jalan dan ditengah keramaian saja bisa terjadi kejadian seperti itu, apalagi di lokasi lain di negeri ini? Bayangkan apa yang bisa terjadi di jalan Kalimalang menuju Bekasi atau jalan Margonda menuju Depok misalnya. Apalagi di jalan lintas Sumatera atau di daerah Alas Roban? Atau disuatu daerah sepi di Kalimantan atau Papua?
Mengapa para pelaku tersebut berani memutuskan untuk melakukan kejahatan, apalagi di lokasi dan pada situasi seperti di atas? Apakah kehidupan mereka sudah demikian sulitnya sehingga terpaksa melakukan kejahatan? Apakah penduduk di negeri ini sudah sedemikian tidak menghargai hukum? Apakah benar hukum sudah mati di negeri ini? Seberapa amankah sebenarnya negara kita ini?
Waspadalah, waspadalah!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H