Dalam hubungan dengan Salat Subuh, janji untuk berangkat bersama ke masjid terlontar sejak beberapa jam sebelumnya atau sehari sebelum itu. Untuk memastikannya tidak ada panggilan telepon atau kiriman pesan singkat.
Kita akan terhubung dengan pertemuan tatap muka. Satu orang akan bertandang ke rumah yang lain. Dua tiga orang yang sudah berkumpul akan bersemangat menjangkau teman lainnya. Lalu bersama-sama menunaikan janji yang telah terucap.
Bila dipikir-pikir, saat itu, dengan ketiadaan telepon seluler, kita sudah terbiasa menepati janji. Bisa saja karena tidak memungkinkan untuk berkabar secara real time maka tidak ada pilihan lain tepati janji. Apalagi di bulan penuh berkah, tidak ada alasan untuk tidak menjemputnya, bukan?
Kedua, apa yang dilakukan setelah Salat Subuh? Langsung kembali ke rumah? Tentu tidak, kawan!
Anak-anak saat itu akan mengisi waktu dengan bermain. Ya memang karena itu yang paling diinginkan dan memungkinkan dilakukan.
Memang terkesan remeh-temeh. Tetapi, bila harus berkata jujur, pengalaman kebersamaan itu telah meninggalkan kesan tersendiri.
Banyak jenis permainan yang bisa dilakoni, mulai dari orang-orangan kertas, bola bekel, hingga petak umpet. Bila tidak, maka pilihan lain adalah sekadar berjalan-jalan di sekitar lingkungan sampai tiba saatnya kembali ke rumah.
Ketiga, saat malam tiba, masih ada agenda bersama yang tak kalah menarik. Itu adalah salat Tarawib bersama.
Panggilan untuk selalu berada dalam kelompok sebaya sungguh kuat. Yang penting bersama teman-teman. Fenomena alamiah yang terkadang sulit dijelaskan secara tuntas.
Itulah yang terjadi. Sesuatu yang masih ditemukan hingga saat ini. Namun, dalam bentuk dan jumlah yang berbeda, terutama di tempat perantauan yang sudah banyak mengalami derap kemajuan. Anak-anak kini biasanya lebih memilih mengekor orang tuanya.
"Mobile Legend" Ambil Alih