Selain kualitas individu dan soliditas tim, mentalitas Madrid memang jempolan. Di tangan pelatih dengan rekam jejak tak tertandingi, tim itu kian mengagumkan.
Musim lalu, di tengah berbagai prediksi yang kurang diunggulkan, mereka mampu berbicara banyak dengan cara yang membuat orang berdecak kagum.
Mereka menyajikan sejumlah momen kebangkitan. Di tangan Madrid, "comeback is real." Tim-tim jagoan dari Liga Premier Inggris seperti Chelsea hingga Manchester City di semifinal dikalahkan dengan cara yang sama. Â
Kemudian berpuncak di Paris dengan mengalahkan tim dari kompetisi yang sama. Â Vini menjadi katalisator serentak penentu. Tembakan silang mampu melewati penjagaan Alisson.
Inspirasi Modric dan Benzema membuat para pemain muda tidak kehilangan harapan. Tertinggal dua gol begitu cepat tidak meruntuhkan semangat. Keyakinan dan mental baja itu mereka buktikan lagi di Anfield kali ini.
PR Besar Klopp
Jelas lini tengah Liverpool adalah pekerjaan rumah bagi Klopp. Juga konsistensi lini serang untuk tetap menjaga api semangat sekalipun telah ketinggalan sebagaimana terlihat di babak kedua menghadapi Madrid di leg pertama.
Bila tidak membereskannya maka sulit mengharapkan Klopp mengulangi kisah kebangkitan seperti saat menghadapi raksasa LaLiga lainnya yakni Barcelona pada edisi 2019. Defisit tiga gol di leg pertama, lalu berbalik mengunci kemenangan empat gol tanpa balas di pertandingan kedua.
Situasi kali ini jelas berbeda. Madrid bukan Barcelona. Meski Barca punya tren di pentas domestik lebih bagus ketimbang Madrid-dengan Barca memuncaki klasemen dengan selisih poin cukup signifikan-di pentas Eropa, Madrid adalah rajanya.
Madrid yang sudah mengoleksi 14 gelar dengan sembilan dua gelarnya diraih dalam perebutan dengan Liverpool di final, sementara Barcelona masih berkutat di Liga Europa untuk menemukan jalan pulang ke kasta teratas, masih menjadi tim yang sulit ditaklukkan.
Apalagi Madrid akan menjadi tuan rumah untuk leg kedua di Spanyol.