Anggapan yang terlampau hiperbolis. Namun, tidak sepenuhnya keliru bila kita menilik rekam jejak Axelsen selama ini. Belakangan ini tidak banyak pemain yang sanggup mengalahkan Axelsen. View berada dalam kelompok kecil bersama Prannoy H.S, Loh Kean Yew, dan Lakhsya Sen.
"Saya tidak memiliki tekanan. Saya tidak bisa bertahan lebih lama dari dia dalam reli, jadi saya menyerang lebih banyak. Saya mencoba untuk tidak berpikir terlalu banyak, dan terus beradaptasi seiring berjalannya pertandingan," View mengungkapkan kunci kemenangannya atas Axelsen kepada BWF.
Axelsen yang terakhir kali menelan kekalahan di final dari Lee Zii Jia di All England 2021, sungguh berbesar hati.
Ia memandang hasil tersebut sebagai sebuah hal yang wajar. Lebih dari itu, menjadi bagian dari proses belajar.
"Itu wajar saja, dan terkadang bagus untuk kalah. Itu membuat Anda tetap tajam dan membuat Anda bekerja keras dan itu memotivasi Anda," aku Viggo.
View yang menjadikan enam pertemuan sebelumnya sebagai kesempatan belajar dan Viggo yang harus menelan pil pahit di luar dugaan banyak orang akan terus memperbaik diri adalah pelajaran sekaligus hikmah yang patut diserap, tidak terkecuali oleh para pebulutangkis Indonesia.
Bahwa kalah dan menang memang bagian tak terpisahkan dari pertandingan. Namun, sikap dan etos kerja adalah nilai yang wajib dipegang teguh untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat.
Persis Viggo katakan. "Ini bulu tangkis yang kompetitif. Meskipun saya telah melakukannya dengan baik di banyak final terakhir, Anda tidak dapat berharap bahwa saya terus menang dan menang dan menang -- itu bukan cara kerjanya."
Ya, sekuat-kuatnya Viggo, ia tetap seorang manusia. Setangguh-tangguhnya dia, ada saat titik lemahnya menampakkan diri lalu diterjang lawan.
Selamat View!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H