"Kami selalu ingin jadi yang terbaik, berpikiran positif terus dan melakukan yang terbaik serta fokus di setiap pertandingan."
Sekiranya gelar ini adalah awal, bukan akhir. Tahun ini bisa lebih baik dari tahun sebelumnya. Jelas, untuk mempertahankan level permainan adalah pekerjaan yang luar biasa berat. Meski berat, seperti Fajar katakan, tidak ada salahnya untuk terus optimis.
China Juara Umum dan Axelsen bak Alien
Fajar/Rian menjaga wajah Indonesia di partai puncak. Seperti tahun sebelumnya, tim Merah-Putih bisa pulang dengan satu gelar. Bedanya, saat itu, Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva Ramadhanti yang berada di podium juara.
Distribusi gelar tahun ini sedikit didominasi China. Tahun lalu, lima gelar dibagi ke lima negara berbeda. China pulang kali ini dengan dua gelar setelah Chen Qing Chen/Jia Yi Fan merebut kemenangan sektor ganda putra dari Baek Ha Na/Lee Yu Lim, 21-16 dan 21-10 dan Zheng Si Wei/Huang Ya Qiong sukses pertahankan gelar.
Zheng/Huang yang dijagokan di tempat pertama mampu meredam Yuta Watanabe/Arisa Higashino dari Jepang, 21-19 dan 21-11.
Dua pasangan China itu sungguh membuktikan posisi mereka sebagai unggulan teratas. Tak terbendung dan kompak menang dua gim di laga final.
Jepang yang meloloskan tiga wakil, sama seperti China, hanya sanggup meraih satu gelar. Akane Yamaguchi mempertontonkan kisah kebangkitan setelah kehilangan gim pertama dari An Se Young. Final ideal antara dua unggulan teratas di tunggal putri yang berakhir dengan skor 12-21, 21-19, dan 21-11 untuk Yamaguchi.
Entah mengapa "rising star" Negeri Sakura, Kodai Naraoka bermain antiklimaks. Ia gagal mengunci perjalanan luar biasa di awal tahun dengan kejutan terbesar. Naraoka, 21 tahun, masih juga kesulitan untuk meruntuhkan dominasi Viktor Axelsen.
Jagoan dari Denmark itu terlalu perkasa. Ia seperti alien dari dunia lain yang belum mendapatkan lawan sepadan.
Unggulan pertama itu menang telak, 21-6 dan 21-5 dalam waktu 40 menit sekaligus mengikuti jejak Zheng/Huang sebagai juara bertahan yang kembali berjaya.