Indonesia kini menaruh harapan pada tiga wakil yang masih bertahan di panggung Malaysia Open 2023.
Dua wakil lainnya, Anthony Sinisuka Ginting dan Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan bermain antiklimaks di perempat final turnamen berhadiah total 1,25 juta USD yang digelar di Axiata Arena, Bukit Jalil, Kuala Lumpur, Jumat (13/1/2023).
Ginting bermain buruk
Ginting tak mampu menghentikan Kanta Tsuneyama seperti di babak 16 besar Olimpiade Tokyo 2020. Pertemuan terakhir yang membuat skor sama kuat, 2-2.
Kanta kini berbalik memimpin dalam skor pertemuan usai memetik kemenangan dua gim langsung, 21-14 dan 21-16 untuk menghadapi unggulan pertama dari Denmark, Viktor Axelsen di babak semifinal.
Axelsen menggagalkan "all Japan semifinals" usai menyingkirkan Kenta Nishimoto, 21-15 dan 21-17. Jepang punya dua wakil di empat besar dengan wakil lainnya adalah Kodai Naraoka yang membungkam "pembunuh" Chico Aura Dwi Wardoyo dari India, Prannoy H.S melalui pertarungan tiga gim, 21-16, 19-21, dan 21-10.
Kekalahan Ginting sekaligus memastikan tak ada wakil tunggal putra dari Indonesia dalam perebutan tiket ke partai pemungkas. Selain itu, Ginting pun tak sanggup mengulangi pencapaian edisi sebelumnya yang menjadi runner-up.
Apa sebab Ginting gagal melangkah jauh di Negeri Jiran? Ginting salah mengambil pendekatan. Pola permainan cenderung pasif dan kehilangan keberanian sebagaimana, tidak seperti biasanya.
Ginting malah melakukan banyak kesalahan tidak perlu. Ia sampai kehilangan sembilan poin dengan mudah secara beruntun di set kedua. Sebuah pemandangan yang tak masuk akal. Kita pun tak habis pikir unggulan keenam itu bisa tampil seburuk ini.
Sepertinya ini menjadi penampilan terburuk Ginting, menodai langkah awalnya di tahun baru.
Apri/Fadia Menantang Unggulan Teratas
Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva Ramadhanti langsung tancap gas di awal tahun. Mereka menatap turnamen yang dimenangi tahun sebelumnya namun kini naik satu level lebih tinggi ke BWF World Tour Super 1000 dengan optimis.
Sejak pertandingan pertama lawan yang mereka hadapi sungguh tidak mudah. Pasangan nomor 11 BWF ini membuktikan kalau mereka bisa "move on" dari hasil kurang maksimal di empat turnamen penutup 2022 ke jalur positif, sebagaimana mereka tunjukkan di awal debut sebagai pasangan.
Mereka menghajar dua unggulan Korea Selatan secara beruntun untuk menggapai empat besar. Mula-mula Jeong Na Eun/Kim Hye Jeong yang berperingkat tiga BWF di babak perempat final.
Melewati pertandingan melelahkan yang berakhir 16-21, 21-13, dan 15-21 lantas menghadapi Kim So Yeong/Kong Hee Yong yang juga bertipikal sama, khas Korea yang dengan permainan "textbook" yang teguh.
Usai menyingkirkan unggulan kelima, Apri/Fadi juga membuat Kim/Kong yang dijagokan di posisi ketiga tak berkutik. Apri/Fadia menang straight set, 22-20 dan 21-15 pada pertemuan pertama menghadapi pasangan yang kini menempati posisi tujuh dunia.
Tentu kemenangan "back-to-back" atas pemain Negeri Ginseng tidak diraih dengan mudah. Tidak cukup hanya mengandalkan keberuntungan. Kedua pasangan itu punya mental, stamina, dan keuletan tingkat tinggi.
Apri/Fadia mempertontonkan skill mumpuni, fisik yang prima, mental yang kokoh, dan tak kalah penting, komunikasi yang cair.
Sebagai senior, Apri mampu mengangkat level permainan Fadia. Fadia yang dua tahun lebih mudah sungguh cepat beradaptasi. Keduanya membentuk kemitraan yang berkembang begitu cepat ke jajaran elite dunia.
Bila kita menyaksikan duel antarpasangan dengan "power" dan ketahanan aduhai, kita seperti menyaksikan pertandingan gandaputra. Apri/Fadia pun tidak mundur ketika diajak beradu kekuatan.
Pertahanan mereka begitu rapih sehingga sulit ditembus. Serangan mereka juga mematikan.
Patut diakui, Fadia punya keunggulan di depan net. Ketika pemain 22 tahun itu berada di depan, ia bisa menemukan celah untuk mematikan bola, baik secara langsung, maupun melakukan pancingan agar lawan melakukan pengembalian yang mudah untuk digebuk balik oleh Apri.
Penempatan bola akurat dan variasi pukulan dan serangan yang kaya membuat duo Korea Selatan kewalahan.
Selanjutnya, konsistensi Apri/Fadia akan diuji oleh lawan dengan peringkat lebih tinggi. Keduanya akan menantang unggulan teratas, Chen Qing Chen/Jia Yi Fan di tempat yang sama pada Sabtu (14/1/2023).
Pasangan China itu menang dua gim, 21-17 dan 21-17 atas pasangan kakak-beradik dari Bulgaria, Gabriela Stoeva/Stefani Stoeva.
Statistik perjumpaan lebih berpihak pada Chen/Jia yang memenangi tiga dari empat pertemuan yang semuanya terjadi tahun lalu. Dua kemenangan terakhir diraih Chen/Jia secara beruntun yakni di perempat final Japan Open dan penyisihan grup BWF World Tour Finals.
Masih hangatnya kenangan membuat pertemuan kelima ini bakal menyajikan tontonan menarik. Apakah Apri/Fadia bisa menghentikan laju Chen/Jia? Semoga!
Pembuktian Dejan/Gloria
Perlahan tetapi pasti Dejan Ferdinansyah/Gloria Emanuelle Widjaja membuktikan kalau level permainan mereka kian meningkat dan bisa bersaing di turnamen elite.
Tahun 2022 menjadi tahun ujian bagi mereka. Gloria yang terdepak dari Pelatnas PBSI bersama tandemnya Hafiz Faizal, sanggup membimbing Dejan untuk mengisi lembaran baru karier mereka sebagai pasangan.
Perbedaan usia tujuh tahun tak menjadi rintangan. Buktinya, keduanya sanggup berjaya di empat turnamen: Denmark Masters, Indonesia International Challenge, Malang Indonesia International Challenge, dan Vietnam Open.
Memang keempat turnamen itu masih berlevel bawah, kelas international challenge atau series dan Super 100.
Namun, sudah seperti itu jalan yang harus ditempuh. Tidak ada proses yang instan menuju puncak dengan tanpa melewati titian terbawah.
Ternyata, menjadi juara di empat turnamen itu menjadi modal penting bagi mereka untuk naik kelas. Malah langsung terjun ke level tertinggi.
Hasilnya sungguh menggembirakan. Menggapai semifinal pertama di turnamen BWF World Tour Super 1000 dengan menyisihkan Kim Won Ho/Jeong Na Eun dari Korea Selatan.
Dejan/Gloria menang straight set 21-16 dan 21-19 atas lawan berperingkat 21 BWF, dua tangga di atas mereka.
"Di lapangan, kami bisa saling mengingatkan. Komunikasi kami lancar, ini agar kami lebih tenang meraih poin demi poin," ungkap Gloria terkait rahasia kemenangan mereka di samping dukungan Vita Marisa dari sisi lapangan.
Satu-satunya harapan Indonesia, setelah dua pasangan PBSI yakni Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas dan Rehan Naufal Kusharjanto/Lisa Ayu Kusumawati tersisih lebih awal, akan bertarung menghadapi unggulan pertama, Zheng Si Wei/Huang Ya Qiong.
Pasangan kawakan China yang menang mudah atas Thom Gicquel/Delphine Delrue dari Prancis, 21-15 dan 21-6 adalah ujian tersulit bagi Dejan/Gloria.
Harus diakui, posisi pasangan PB Djarum itu kurang diunggulkan. Semoga, keduanya mampu mengubah status inferior tersebut menjadi energi positif untuk membuat kejutan.
Ditambah lagi, ini menjadi pertemuan pertama sehingga keduanya bisa bermain lepas dan tidak terpenjara pada rekor pertemuan.
Gagalnya skenario "perang saudara" di semifinal
Itulah yang terjadi di sektor ganda putra. Publik Tanah Air tentu berharap dua wakil tersisa bisa mengamankan satu tiket final lebih awal. Sayangnya, skenario "perang saudara" di semifinal gagal terwujud.
Hendra/Ahsan gagal meredam agresivitas dan menembus pertahanan rapat Kang Min Hyuk/Seo Seung Jae. Pasangan yang tidak diunggulkan dari Korea Selatan itu justru mampu membuat unggulan lima tak bisa mengeluarkan kemampuan terbaik.
Bisa jadi juga, energi The Daddies memang tak cukup untuk meladeni duel melelahkan menghadapi pasangan nomor 18 BWF. Alhasil, pasangan senior itu takluk rubber game, 13-21, 21-19, dan 11-21.
Selain gagal melaju, The Daddies pun tak mampu mengulangi kemenangan di pertemuan sebelumnya di babak 32 besar Japan Open 2022 untuk membuat skor "head to head" menjadi imbang. Kang/Seo kini menjauh, 3-1. Â
Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto yang menutup rangkaian pertandingan di lapangan satu harus menghadapi harapan terakhir tuan rumah, Ong Yew Sin/Teo Ee Yi.
Seperti laga-laga sebelumnya Fajar/Rian harus bangkit dari situasi genting. Unggulan tiga yang menyandang status baru sebagai nomor satu di ganda putra dunia cukup kesulitan menemukan pola permaian terbaik di awal pertandingan.
Fajar/Rian selalu berada dalam posisi tertinggal, mulai dari 5-6, 7-11, 11-16, hingga takluk 14-21.
Mendapat tekanan ekstra dari pendukung tuan rumah tak membuat Fajar/Rian menyerah. Keduanya pun mampu bangkit untuk memaksa pertandingan berlangsung hingga ke set ketiga.
Di set penentuan, Fajar/Rian langsung mengambil inisiatif menyerang. Mereka pun unggul 6-3 lalu menjauh 11-8 di interval.
Tekanan justru berada di pihak Ong/Teo. Pasangan ranking tujuh BWF itu kerap melakukan kesalahan sendiri dan kian tertinggal 11-16.
Lima angka terakhir tidak mudah bagi Fajar/Rian. Ong/Teo sempat mencuri beberapa angka sebelum Fajar/Rian meraih kemenangan di pertemuan ke-10 dengan skor 14-21, 21-16, dan 21-17.
Hasil positif ini sekaligus menebus kegagalan Fajar/Rian di fase grup BWF World Tour Finals 2022. Saat itu, Fajar/Rian yang sangat diunggulkan karena performa mereka yang impresif dan konsisten takluk 21-10, 17-21, dan 19-21.
Fajar/Rian yang kini memimpin 7-3 atas Ong/Teo mendapat kesempatan "balas dendam" pada Kang/Seo yang merusak mimpi indah Indonesia.
Hanya saja, Kang/Seo punya modal kemenangan di pertemuan pertama di final Korea Open tahun lalu dengan skor 19-21, 21-15, dan 21-18.
Apakah Fajar/Rian sanggup menjalankan misi penebusan rangkap dua untuk mendekatkan mereka dengan tangga juara?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H