Argentina dan Spanyol adalah tim pemenang Piala Dunia yang belum pernah terlibat dalam pertandingan perebutan posisi ketiga. Namun, Spanyol pernah finis di posisi keempat pada 1950 dalam format "round robin" kalah dalam perhitungan poin keseluruhan dari Swedia yang menempati posisi ketiga.
Kedua, pihak penyelenggara menyadari pamor perebutan tempat ketiga tidak sedahsyat final. Atensi dunia dan para penonton tentu lebih tertuju pada partai pamungkas.
Apalagi digelar dalam waktu berdekatan sehingga orang-orang akan lebih memilih mempersiapkan diri ke stadion final ketimbang ke lokasi perebutan posisi ketiga.
Karena itu, panitia mengambil pilihan logis dan ekonomis dalam urusan stadion. Memilih stadion dengan kapasitas lebih kecil dengan asumsi penonton yang datang mayoritas dari kedua tim yang bertanding.
Ternyata, anggapan ini tidak selalu tepat. Menempatkan perebutan tempat ketiga pada prioritas rendah tidak sepenuhnya akurat.
Piala Dunia 1994 menjadi bukti. Pertandingan antara Swedia versus Bulgaria yang digelar di Stadion Rose Bowl itu banjir penonton. Rekor baru pun tercipta dengan kehadiran 91.500 penonton untuk pertandingan yang berakhir 4-0 untuk kemenangan Swedia.
Contoh di atas bisa jadi sebuah anomali. Tidak terjadi di setiap atau sebagian besar Piala Dunia. Pada edisi kali ini, pihak penyelenggara pun tidak optimis bakal mengukir catatan tersendiri.
Stadion Internasional Khalifa dipilih sebagai tempat Maroko dan Kroasia bertarung untuk memberi kemenangan dan hiburan bagi para penggemarnya. Kapasitas stadion itu hanya 40 ribu kursi, separuh dari Stadion Lusail yang menjadi venue final antara Argentina kontra Prancis sehari berselang.
Tarian terakhir Modric
Ketiga, bagi para penonton pilihan menonton perebutan tempat ketiga bisa terjerumus dalam dua ekstrem. Kecewa karena laga membosankan alias tidak menarik. Berdecak kagum karena mendapat sajian yang sungguh menghibur.
Sepanjang penyelenggaraan pertandingan perebutan tempat ketiga, dua hal tersebut kerap terjadi. Tim-tim peserta akan memanfaatkan laga ini sebagai kesempatan bagi para pemain yang belum mendapat menit bermain. Prioritas bukan pada kemenangan, tetapi keadilan bagi para pemain.