Romelu Lukaku meninggalkan lapangan dengan wajah kusut. Ia membenamkan kepalanya di balik jersey yang ia kenakan sejak menit ke-46. Tak cukup puas, kaca bench pemain ditinjunya sekuat tenaga. Material dari plastik tebal itu pecah.
Lukaku begitu kecewa. Ia pun merasa paling bertanggung jawab atas hasil imbang tanpa gol kontra Kroasia di Stadion Ahmad bin Ali, Al Rayyan, Kamis (1/12/22) malam WIB.
Ekspresi kekecewaan pemain pinjaman Inter Milan itu cukup beralasan. Sejak menggantikan Dries Mertens tak lama setelah keluar dari kamar ganti, ia dianugerahi banyak peluang. Setidaknya ada lima kesempatan terbaik untuk memberi bukti setelah berjuang pulih dari cedera.
Mulai dari sepakan menyambut bola liar yang terpantul dari tendangan Yannick Carrasco yang membentur tiang gawang, tandukan di muka gawang tanpa pengawalan, hingga umpan silang Thomas Meunir di penghujung laga juga tak mampu dikonversi menjadi gol. Gawang Dominik Livakovic tetap tak terkoyak hingga peluit panjang dibunyikan.
Skor kaca mata itu kemudian menjadi akhir dari perjalanan Belgia di Piala Dunia 2022. Tambahan satu angka tidak cukup meloloskan mereka dari Grup F.
Dengan koleksi empat poin dari tiga laga, Belgia harus puas finis di posisi ketiga. De Rode Duivels tertinggal satu poin di belakang Kroasia yang lebih dari cukup membutuhkan satu angka untuk melaju.
Nasib Belgia serunyam Kanada yang mendekam di urutan buncit dengan tanpa meraih satu poin pun. Bedanya, Kanada mungkin tidak terlalu ambil pusing dengan hasil tersebut. Qatar bukan target generasi muda Kanada yang cukup memberi harapan dan akan "meledak" empat tahun lagi saat mereka menjadi salah satu tuan rumah.
Sementara itu, Belgia menjadikan edisi kali ini sebagai panggung terakhir bagi generasi emasnya. Kesempatan pamungkas bagi para pemain bintang di setiap lini itu unjuk gigi. Ajang pembuktian bahwa ranking 2 FIFA yang disandang itu tidak hanya sekadar angka.
Alhasil, generasi emas itu pantas merasa iri pada Maroko, tim yang kurang diperhitungkan sebelum turnamen, tetapi sanggup melejit menjadi juara grup dengan tujuh angka. Sementara mereka, harus menelan pil pahit. Menerima tragedi sebagai jalan cerita.
Padahal dengan materi pemain yang mewah, penuh pengalaman, termasuk sejarah menjadi juara ketiga di edisi sebelumnya di Rusia, mereka diharapkan bisa berbicara lebih banyak kali ini.