Casemiro, Cho Gue-sung, dan Mohammed Kudus. Ketiganya menjadi sosok penting dalam dua laga matchday kedua fase grup Piala Dunia 2022 yang berlangsung sejak Senin (28/11/2022) malam hingga Selasa (29/11/2022) dini hari WIB.
Pemain yang disebutkan pertama adalah pembeda dalam duel Brasil versus Swiss di Grup G. Pemain senior yang kini berseragam Manchester United itu menjadi penentu skor akhir duel yang digelar di Stadion 974 itu.
Sedangkan dua lainnya adalah para pemain kunci yang mencuri perhatian saat Ghana beradu dengan Korea Selatan di Grup H. Keduanya mencetak "brace" alias sepasang gol untuk masing-masing tim, meski pada akhirnya kemenangan menjadi milik Ghana.
Brasil tampil tanpa Neymar Junior dan Danilo yang kompak dibekap cedera saat mereka menggasak Serbia dua gol tanpa balas di pertandingan pembuka.
Tanpa keduanya, Tite tetap tidak kekurangan amunisi. Ya, Selecao memiliki kedalaman skuad yang begitu mewah.
Alisson masih menjadi andalan di bawah mistar gawang. Eder Militao, Thiago Silva, Marquinhos, dan Alex Sandro di barisan belakang. Fred dan Casemiro diplot sebagai gelandang, menopang Raphinha, Lucas Paqueta, dan Vinicius Junior, serta Richarlison sebagai ujung tombak.
Richarlison yang memborong sepasang gol beberapa hari sebelumnya, kesulitan menampilkan kembali pesonanya.
Begitu juga para pemain bintang Brasil lainnya. Sepanjang babak pertama, Brasil memang mendominasi pertandingan. Namun, prosentase tak terlalu signifikan. Begitu juga dari sisi peluang.
Hal ini tidak lepas dari permainan disiplin yang diperagakan wakil Eropa itu. Penampilan apik Yann Sommer sebagai penjaga gawang mampu menggagalkan beberapa peluang Brasil, dengan kans terbesar datang dari sepakan jarak dekat Vinicius Junior.
Sommer didukung Silvan Widmer, Manuel Akanji, Nico Elvedi, dan Ricardo Rodriguez sebagai pengawal benteng pertahanan. Remo Freuler, Granit Xhaka, dan Fabian Rieder di tengah. Djibril Sow, Breel Embolo, dan Ruben Vargas di barisan depan.
Tanpa Neymar yang mengalami masalah dengan pergelangan kaki membuat alur serangan Brasil lebih mengandalkan Vinicius dan Raphinha dari sektor sayap. Di babak pertama, peran Lucas Paqueta tak terlalu terlihat sehingga opsi melancarkan serangan dari kedua sayap adalah pilihan tepat.
Paqueta kemudian digantikan Rodrygo di babak kedua. Fred pun ditarik keluar dan digantikan Bruno Guimaraes.
Kubu Brasil sempat kegirangan setelah Vinicius mengoyak gawang Swiss. Sayangnya, gol itu dianulir wasit lantaran Richarlison dianggap lebih dahulu terperangkap offside.
Kebuntuan yang terus terjadi membuat Tite melakukan perubahan lanjutan terutama di lini depan. Richarlison dan Raphinha diistirahatkan. Masuk pada waktu bersamaan Gabriel Jesus dan Antony.
Kehadiran para pemain itu membuat intensitas serangan Brasil semakin meningkat. Tite mengerahkan semua sumber daya di lini depan untuk memberikan tekanan tambahan pada Swiss.
Swiss beberapa kali melakukan ancaman melalui serangan balik cepat. Sayangnya, armada Murat Yakin kerap menunda kesempatan sehingga para pemain Brasil bisa dengan cepat menutup ruang gerak mereka.
Patut diakui, Brasil dengan amunisi begitu wah di setiap lini, benar-benar menunjukkan kualitasnya. Tim Samba tidak hanya menari dengan lincah di setiap sisi untuk memberikan tontonan yang menghibur.
Pergerakan atraktif dari semua pemain dan peluang demi peluang yang diukir akhirnya membuahkan hasil. Serangan eksplosif, pertahanan rapat, dan aliran bola mengalir dari kaki ke kaki.
Swiss yang melakukan enam percobaan ke gawang pemilik lima gelar Piala Dunia itu, tidak mampu mengukir satu pun tembakan tempat sasaran.
Hanya saja, tidak mudah bagi Brasil untuk mengatasi kebuntuan. Dominasi tidak otomatis berjalan beriringan dengan peluang dan gol.
Kemewahan tim Brasil tidak hanya dalam pilihan di setiap lini, tetapi juga peran yang bisa dimainkan.
Ketika para pemain depan gagal mencetak gol, Casemiro muncul. Eks gelandang bertahan Real Madrid itu sukses mencatatkan namanya di papan skor di menit ke-83. Sepakan setengah voli dari dalam kotak penalti membuat Sommer melongo.
Gol semata wayang pemain 30 tahun itu lebih dari cukup "pecah telur" kemenangan Brasil atas Swiss setelah dua hasil seri sebelumnya, mulai dari Piala Dunia 1950 (2-2) hingga Piala Dunia 2018 (1-1).
Lebih dari itu, memberi Brasil poin sempurna. Brasil dengan enam poin kokoh di puncak Grup G dan berhak mendapat satu tempat di babak 16 besar.
Swiss bertahan di posisi kedua dengan tiga poin. Pertandingan terakhir kontra Serbia akan menentukan siapa yang bakal mendampingi Thiago Silva dan kawan-kawan. Brasil perlau memanfaatkan pertandingan terakhir kontra Kamerun untuk mengunci status juara grup demi menghindari lawan berat di fase "knock out" nanti.
Pesona Mohammed Kudus
Pertandingan Ghana versus Korea Selatan beberapa jam sebelumnya sungguh menyita perhatian. Duel di Education City, Stadium itu berakhir dengan skor 3-2 untuk kemenangan tim yang disebutkan pertama.
Ghana yang dijuluki Black Star tampil efektif terutama di paruh pertama. Dengan formasi andalan 4-3-3, armada Otto Addo bisa mencuri sepasang gol.
Mula-mula oleh Mohammed Salisu di menit ke-24 melalui proses yang cukup mengundang tanda tanya. Berawal dari tendangan bebas yang dieksekusi Jordan Ayew dari sisi kanan pertahanan Korea Selatan, bola pantulan sempat mengenai tangan saudaranya Andre Ayew, kemudian disambar Salisu.
Wasit yang bertugas Anthony Taylor sempat mengecek VAR. Ternyata "handball" Ayew tak diperhitungkan. Gol itu dianggap sah.
Gol bek Southampton itu membangkitkan semangat wakil Afrika itu. Mereka sukses menggandakan keunggulan sepuluh menit berselang.
Jordan Pierre Ayew yang sudah berusia 31 kembali berperan. Striker Swansea City itu mengirim umpan cantik yang disambut Kudus dengan tandukan mematikan tanpa bisa digagalkan Kim Seung-gyu.
Patut diakui Korea Selatan memang lebih mendominasi pertandingan. Paruh pertama tim besutan Paulo Bento itu mengukir 59 persen "ball possession."
Sayangnya, berbagai upaya Korea Selatan yang dimotori sang kapten bertopeng, Son Heung-min tak juga berbuah manis. Pergerakan bintang Tottenham Hotspur itu cukup dinamis. Ia benar-benar menjadi pusat dan pengatur serangan.
Namun, upaya pemain 30 tahun itu selalu terkunci ketika berhadapan dengan bek sayap, Tariq Lamptey. Pemain yang kini berkarier di Inggris bersama Brighton & Hove Albion itu bisa meredam serangan Kesatria Taeguk.
Meski tidak sepenuhnya bisa mencegah para pemain Korea Selatan melakukan penetrasi, kehadiran Lamptey berikut Daniel Amartey, Gideon Mensah, dan sang pemecah kebuntuan, Mohammed Salisu di barisan belakang, lebih dari cukup mengakhiri setiap peluang lawan dengan banyak tendangan sudut.
Korea Selatan melepaskan enam percobaan. Sayangnya, tak satu pun berhasil mengoyak gawang Lawrence Ati Zigi. Sementara itu, Ghana tampil efektif dengan memaksimalkan dua kesempatan yang didapat menjadi gol.
Korea Selatan rupanya belajar dari kebuntuan di paruh pertama. Mereka berhasil bangkit secara elegan tak lama setelah babak kedua bergulir. Intensifnya serangan kemudian berpelukan dengan hasil.
Kehadiran Cho Gue-sung benar-benar menjadi mimpi buruk bagi barisan belakang Ghana. Pemain 24 tahun yang bermain untuk Jeonbuk Hyundai Motors menunjukkan diri sebagai monster di udara.
Dalam rentang tiga menit, raja gol di Liga Korea Selatan itu mampu mengukir brace. Pertama, setelah tandukannya di menit ke-53 bisa diblok Lawrenca Ati Zigi, ia berhasil menyelesaikan umpan pemain pengganti Lee Kang-in, setelah merebut bola dari Lamptey. Crossing yang dilepaskan Lee disambut Cho dengan tandukan sambil menjatuhkan diri.
Korea Selatan sungguh memanfaatkan momentum. Pemain yang sama kembali memaksa Ati Zigi memungut bola dari dalam gawangnya di menit ke-61. Kejelian menempatkan diri dan lompatan yang tinggi membuat Cho mampu mengkonversi umpan dari sisi kiri yang dilepaskan Kim Jin-su.
Korea Selatan sempat berada di atas angin. Mereka terus menekan dan ingin menambah gol.
Sayangnya, Ghana masih memiliki Mohammed Kudus. Bintang Ajax Amsterdam itu membuat skor berubah. Sambaran kaki kiri Kudus sukses menggetarkan gawang Korea Selatan. Gol di menit ke-68 itu menjadi pembeda.
Korea Selatan berupaya mengejar ketertinggalan. Sejumlah peluang mereka miliki hingga menjelang wasit asal Inggris meniup peluit panjang. Salah satunya upaya tendangan bebas Lee Kang-in yang masih bisa dibendung Ati Zigi.
Pertarungan yang mendebarkan dengan lika-liku berlangsung hingga detik-detik terakhir. "Comeback" Korea Selatan setelah keluar dari ruan ganti hampir saja membuat fan Ghana yang menari-nari sepanjang laga terancam pulang dengan kepala tertunduk.
Namun, pada akhirnya efektivitas permainan Ghana membuat mereka berhasil memetik poin sempurna. Kudus kemudian mematahkan hati para penggemar Korea Selatan yang melihat tim kesayangannya tak juga menyamakan kedudukan dengan 10 menit waktu tambahan.
Korea Selatan yang secara keseluruhan mencatatkan 63 persen penguasaan bola, 22 percobaan, dan tujuh mengenai sasaran harus mengakui keunggulan Ghana yang hanya memiliki tujuh kesempatan dengan tiga di antaranya tepat sasaran, dan semuanya berbuah gol.
Kemenangan Ghana ini membuat persaingan di Grup H kian menarik. Dengan satu laga tersisa, nasib kedua tim akan ditentukan tidak hanya oleh duel Portugal versus Uruguay beberapa jam setelah itu, tetapi juga oleh penampilan mereka di laga pamungkas grup.
Hanya saja, kedua tim akan menghadapi lawan berat di partai penentuan. Korea Selatan yang sementara ini mendekam di dasar klasemen dengan satu poin, hasil imbang 1-1 kontra Uruguay di matchday pertama, akan menghadapi favorit juara grup, Portugal. Uruguay akan menguji sejauh mana kemampuan Ghana memanfaatkan peluang yang mulai terbuka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H