Mereka dibutuhkan, tetapi tidak diakui. Mereka dicari, tetapi tidak dihargai. Mereka berkontribusi, tetapi tidak lebih dari pahlawan tanpa tanda jasa.
Itulah Pembantu Rumah Tangga (PRT). Kehidupan dan panggilan mereka belum juga lepas dari masalah. Belakangan ini mencuat kasus penganiayaan seorang PRT asal Garut bernama Rohimah. Ia disiksa oleh majikannya di Bandung Barat.
Pengungkapannya pun seperti kebetulan. Bermula dari seorang bocah yang melihat ada penampakan seperti "pocong" yang tak lain adalah wanita malang dengan wajah tak wajar itu.
Rohimah dan sang majikan yang keji itu kemudian jadi viral di waktu bersamaan. Berkat sosial media, berbagai potongan video amatir secepat kilat tersebar. Kemudian menjadi konsumsi luas.
Namun, popularitas mendadak itu tidak lantas menyelesaikan masalah. Rohimah boleh saja dibebaskan dari belenggu. Sebagai korban yang terpasung selama ini boleh menghirup udara bebas.
Begitu juga para majikan sudah mendapat sanksi hukum plus hukuman sosial. Apakah penderitaan Rohimah sudah terbayar lunas? Apakah para pelaku sudah mendapat hukuman setimpal? Lebih penting lagi, apakah kasus serupa tidak bakal terjadi lagi?
Potret Rohimah adalah satu dari sekian banyak cerita miris PRT yang menjadi sasaran tindak kekerasan.
Cerita-cerita memilukan itu tidak hanya terjadi di dalam negeri dan dilakukan oleh saudara sebangsa. Tidak sedikit "duta bangsa" yang mengais devisa di luar negeri diperlakukan tak adil oleh majikan mereka.
Ada yang kemudian pulang dalam keadaan tak bernyawa. Â Masih ingat Adelina Sau, PRT migran dari NTT yang meregang nyawa di tangan majikannya di Malaysia?