Majikan yang memperlakukan PRT dengan penuh hormat secara tidak langsung akan memberi teladan positif dan menanamkan kepada anak-anaknya tentang nilai kemanusiaan yang luhur itu.
Kedua, saya meyakini, kebaikan akan menular dan akan kembali pada kita, cepat atau lambat.
Bersikap baik pada PRT dengan sendirinya akan membuat mereka merasa dihargai. Memperhatikan saat mereka menghadapi masalah, kala mereka jatuh sakit, mendapat musibah, juga kemalangan lainnya. Mereka juga manusia yang tidak lepas dari problem.
Mereka akan bekerja dengan penuh dedikasi. Kebaikan yang kita tanamkan, niscaya akan berbuah. Buahnya itu langsung kita rasakan dari pelayanan tanpa pamrih. Juga akan dilipatgandakan oleh orang lain.
Ketiga, membayar PRT tidak berarti kita "membeli" mereka. Semua pekerjaan dibebankan kepada mereka karena kita merasa telah menggaji mereka.
Justru dengan cara seperti itu, PRT akan tertimpa masalah. Mereka merasa tidak nyaman, jatuh sakit, bahkan memilih kabur.
Alhasil, pekerjaan rumah tangga terbengkalai. Perjuangan mencari ART dengan segala lika-likunya kembali dimulai dari titik nol.
Keempat, terkadang kita menempatkan PRT itu sebagai manusia super yang sudah tahu segala. Tanpa perlu komunikasi yang jelas, apa yang diharapkan itu dengan sendirinya akan terpenuhi.
Padahal, mereka tetaplah manusia biasa yang butuh komunikasi dengan jelas dan tepat. Tidak hanya soal pekerjaan sehari-hari, tetapi juga kehidupan pribadinya.
Kelima, apresiasi. Penting menunjukkan penghargaan kepada mereka. Lewat kata-kata pujian, bingkisan, uang, atau jatah liburan atau cuti. Dengan cara itu mereka dikuatkan dan mereka akan merasa kerja keras mereka sungguh dihargai.
Hal lain yang lekat dengan apresiasi adalah soal kepercyaan. Memang antara majikan dan PRT tetap memiliki batasan tertentu. Tidak semua hal bisa diterabas, sama halnya majikan tidak bisa seenaknya menerobos hingga batas-batas hak asasi pekerja.