Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Statistik Mencengangkan di Balik Pesta 7 Gol Spanyol dan Pelajaran dari Kanada untuk Generasi Emas Belgia

24 November 2022   11:03 Diperbarui: 25 November 2022   03:16 883
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Spanyol dan Belgia, dua dari sejumlah favorit, melewati jalan berbeda untuk meraih kemenangan pertama mereka di Piala Dunia 2022.

Kedua tim dijagokan di Grup E dan Grup F. Tim Matador tak bisa dibendung Kosta Rika di Stadion Al Thumama, Doha, Rabu (23/11/2022) malam WIB.

Beberapa jam berselang, Belgia harus berjuang keras memetik poin sempurna dari Kanada di Ahmad bin Ali Stadium, Kamis (24/11/2022) dini hari WIB.

Baca juga: "Don

Tim yang disebutkan pertama sukses berpesta tujuh gol tanpa balas. Rekor kemenangan terbesar sementara ini di Qatar, melampaui kemenangan Inggris 6-2 atas Iran. Sekaligus memperbaiki catatan terbaik La Furia Roja sebelumnya saat membungkam Belgia di Piala Dunia 1998 Prancis dengan skor akhir 6-1.

Bila kita memperhatikan statistik pertandingan, Spanyol begitu superior. Dalam segala hal.

Bermodalkan materi pemain yang lebih mumpuni, mulai dari Unai Simon di bawah mistar gawang, kuartet Cesar Azpilicueta, Aymeric Laporte, Rodri, dan Jordi Alba di lini pertahanan. Lalu trio Pedri, Sergio Busquets, dan Gavi di lini tengah untuk menopang Ferran Torres, Marco Asensio, dan Dani Olmo di depan.

Bandingkan dengan Kosta Rika yang hanya mengandalkan Keylor Navas sebagai pemain berpengalaman dan sudah teruji di level elite Eropa.

Kedigdayaan Navas yang pernah menjadi pilihan utama Real Madrid dan kini bersaing di Paris Saint-Germain (PSG), tidak sanggup menghadang Olmo, Torres, Gavi, Soler, dan Morata mencetak gol.

Begitu juga para pemain tengah Kosta Rika tak sanggup menyaingi pesona bernama Pablo Martin Pez Gavira alias Gavi. Seperti saat bermain untuk Barcelona, pemain 18 tahun itu tak juga kehilangan sentuhan akurat, kecepatan, dan ketangkasan.

Gavi bisa berpadu dengan karibnya Pedro Gonzalez Lopez atau Pedri serta seniornya di kedua level, baik klub maupun timnas, Busquest.

Spanyol benar-benar menguasai hampir semua lini. Hal ini tercermin baik dari penguasaan bola, peluang, gol, hingga umpan dan passing.

Dari data bbc.com, Spanyol memiliki "ball possession" 80 persen. Melepaskan 17 tembakan, dengan delapan di antaranya tepat sasaran. Situasi ini berbanding terbalik dengan Kosta Rika yang tertekan sepanjang laga dan tidak mampu menemukan celah untuk memberikan ancaman balasan.

Dominasi penguasaan bola yang menjadi ciri khas Spanyol, juga dipertegas dengan keunggulan mereka dalam hal umpan.

Tercatat, armada Luis Enrique itu mampu melepas lebih dari 1.000 operan, tepatnya 1.060, dengan tingkat ketepatan hampir sempurna, yakni 998.

Kosta Rika benar-benar dalam situasi sulit. Kalah dalam segala aspek membuat permainan mereka tak berkembang. Tim besutan Luis Fernando itu hanya bisa mengukir 166 umpan akurat.

Kosta Rika yang inferior, tertekan, dan pasif akhirnya menjadi korban dari permainan apik Spanyol, Spanyol mengawali Piala Dunia dengan manis, membuka peluang mereka melewati tantangan di "grup neraka" ini. Modal penting bagi Spanyol untuk menghadapi "big match" kontra tim yang sedang terluka yakni Jerman.

Sementara itu, Kosta Rika harus bangkit bila tidak ingin menjadi lumbung poin bagi Jepang yang di pertandingan pertama berhasil mengejutkan dunia dengan kemenangan 2-1 atas tim juara dunia, Jerman, seperti dilakukan Arab Saudi pada Argentina.

Bila harus jujur, tidak ada yang bisa menyelamatkan Kosta Rika dari kesulitan selain keberuntungan. Dibanding kontestan lain di grup ini, jelas mereka adalah "underdog." Mereka lolos ke putaran final di Qatar usai memenangi play-off atas Selandia Baru.

Satu-satunya yang bisa diandalkan adalah modal pengalaman mereka sebagai langganan Piala Dunia dengan prestasi besar terjadi pada edisi 2014 dengan menjadi perempatfinalis.

Bagi Spanyol, apakah kemenangan besar dengan statistik mengagumkan ini membuat mereka sungguh diperhitungkan sebagai pesaing gelar?

Ada yang menganggap kekuatan Spanyol belum teruji. Mereka tidak menghadapi tim dengan kekuatan sepadan.

Namun, ada yang menilai positif. Membuat lawan tidak berkutik, mencetak lebih dari setengah lusin gol dan tidak mendapat satu kesempatan pun melakukan ancaman ke gawang, adalah pencapaian tersendiri.

Pakar sepak bola Spanyol, Guillem Balague, melansir bbc.com, menyebut Spanyol tampil sempurna. Setelah gol ketiga, lawan seperti langsung melempar handuk putih.

"Tapi berapa banyak tembakan tepat sasaran untuk Kosta Rika? Atau upaya? Nol. Di Piala Dunia, Anda tidak mendapatkan penampilan seperti ini, dengan cara yang sama Anda tidak mendapatkan jenis penampilan yang diberikan Inggris melawan Iran."

Bagi Spanyol, di balik tiga poin, ada pembalikkan catatan. Dalam tiga edisi sebelumnya mereka selalu kalah di laga pembuka, termasuk di Afrika Selatan 2010 silam.

Menariknya, di benua Afrika kala itu, mereka kemudian bisa berbicara banyak bahkan sampai menggapai tangga juara.

Nasib berbeda dialami dua raksasa yang juga pernah merasakan manisnya menjadi juara dunia, Jerman dan Argentina yang terjungkal di laga pertama.

Hemat saya, pertandingan pertama adalah pemanasan, meski tidak bisa menafikan statistik dan hasil akhir. Sebagai pesaing menuju gelar atau tidak akan ditentukan di laga-laga selanjutnya.

Kehabisan Bensin

Statistik berbeda saat Belgia ditantang Kanada. Belgia yang disarati pemain bintang dari generasi emas, seperti Kevin De Bruyne, Thibaut Courtois, Eden Hazard, dan Michy Batshuayi, dan masih banyak lagi, tidak mampu melakukan seperti Spanyol pada Kosta Rika.

Belgia hanya bisa mencetak satu gol, satu menit sebelum babak pertama usai. Berawal dari umpan panjang Toby Alderweireld lalu disambut Batshuayi dengan tembakan keras ke pojok kanan gawang Kanada yang dijaga Milan Borjan.

Kanada yang kalah tipis dalam penguasaan bola yakni 46 berbanding 54, malah bermain lebih agresif. Mereka bisa melepas 22 tembakan dengan tiga di antaranya tepat sasaran, jumlah yang sama dilakukan Belgia dari sembilan percobaan.

Kanada yang ditangani John Herdman asa Inggris malah hampir membuat kejutan. Itu terjadi saat mereka mendapat hadiah penalti saat laga baru berjalan 10 menit. Sayangnya, sepakan Alhonso Davies berhasil digagalkan Courtois.

Berikutnya giliran Atiba Hutchinson, Alistair Johnston, dan Tajon Buchanan, beberapa pemilik peluang emas Kanada di paruh pertama. Masalah ketenangan menghasilkan penyelesaikan akhir yang buruk.

Setelah Belgia mencetak gol, tidak otomatis mereka bisa menggandakannya. Demikian sebaliknya. Dalam situasi tertinggal, Kanada tidak kehilangan harapan.

Pertandingan ini, sebagaimana tercermin dari data-data di atas, menjadi salah satu tontonan menarik, meski mempertemukan dua tim dengan disparitas amunisi dan ranking dunia yang begitu jomplang.

"Kanada pantas menjadi lebih baik dari kami dalam cara mereka bermain," puji Roberto Martinez, pelatih Belgia.

Belgia memiliki modal awal yang bagus. The Red Devils sementara ini memuncaki grup F, unggul atas Kroasia dan Maroko yang harus berbagi poin.

Kanada yang mendekam di dasar klasemen tetap menjadi lawan yang patut diperhitungkan di laga-laga berikutnya. Meski mereka berada di posisi 41 dunia, apa yang sudah dilakukan pada pemilik ranking 2 dunia itu adalah isyarat tersendiri yang patut dibaca Kroasia dan Maroko.

Pelatih Kanada kecewa dengan hasil akhir. Namun, tidak pada cara mereka bermain.

"Para pemain ini melakukan perubahan, mereka menunjukkan bahwa mereka dapat hidup di panggung ini. Mereka membuat para penggemar bangga dan membuat mereka merasa seperti berada di sini dan itu penting bagi kami. Saya menunjukkan kepada mereka statistik dan menunjukkan kepada mereka bahwa mereka pantas berada di sini," tegas Herdman.

Dari Kanada, Belgia mendapat banyak pelajaran. Generasi emas itu tidak lagi seperti yang diharapkan.

Kita melihat bagaimana Kanada menunjukkan bahwa di antara para bakat besar itu terselip kerentanan dan keletihan. Belgia seperti kehabisan bensin yang membuat mereka kalah cepat dan mudah kehabisan energi saat diserang.

Ya, Belgia masih mengandalkan pemain yang usianya tidak muda lagi. Alderweireld sudah berusia 33 tahun, sementara Veronghen malah dua tahun lebih senior. Kedua pemain ini begitu diandalkan di level klub dengan jadwal yang begitu padat hingga menjelang terbang ke Timur Tengah.

Pria asal Spanyol itu harus bisa memaksimalkan kesempatan terutama ketika Romelu Lukaku sudah bisa dimainkan. Kesempatan emasnya untuk mengakhiri penantian akan kejayaan generasi emas sejak ia memimpin tim pada 2016 sudah mendekati akhir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun