Bagaimana proses mereka melewati badai itulah yang membuat pencapaian Fajar/Rian ke posisi ketiga dunia patut diapresiasi, dicermati, dan diambil hikmahnya.
Awal Tahun Memilukan
Bila kita membuka kembali jejak komentar sang pelatih, Herry Iman Pierngadi pada akhir Maret 2022 maka kita bisa kembali membayangkan seperti apa disposisi batin mereka saat itu. Kritik dan sinis begitu terbuka, datangnya pun dari mana-mana.
Herry IP yang terkenal lugas itu menyebut Fajar/Rian memang memiliki ranking dunia yang cukup baik, namun secara kualitas dan prestasi dalam dua tahun belakangan, mereka sudah disalip para junior.
Dari sisi prestasi, memang Fajar/Rian tak lagi naik podium tertinggi seperti yang dilakukan pada 2018 dan 2019. Sepanjang itu, keduanya bisa menggondol dua gelar BWF World Tour Super 300 di India dan Swiss dan sepasang gelar World Tour Super 500 di Malaysia dan Korea.
Pandemi Covid-19 yang mulai merebak semakin menyulitkan Fajar/Rian.
Coach Naga Api itu langsung merujuk Bagas Maulana/Muhammad Shohibul Fikri dan Leo Rolly Carnando/Daniel Marthin yang mulai bersinar dan mencuri perhatian di All England 2022.
Sebagai debutan, Bagas/Fikri mampu melejit hingga partai puncak. Di laga final di Utilita Arena, Birmingham, keduanya membuat senior mereka The Daddies tak berkutik. Bagas/Fikri butuh dua gim 21-19 dan 21-13 untuk meraih podium juara.
Sementara Fajar/Rian saat itu langsung kandas di babak pertama. Keduanya menyerah straight set dalam “perang saudara” menghadapi pasangan muda lainnya, The Babies, 16-21, 20-22.
Mendapat kritikan seperti itu, Fajar/Rian pun mahfum. Keduanya menyadari akan apa yang sedang terjadi. Mereka pun belum lepas dari bayang-bayang The Minions dan The Daddies.
Apakah keduanya lantas menyerah? Apakah kita pernah mendengar potongan cerita Fajar/Rian memutuskan lempar handuk? Tidak! Sama sekali tidak.