Hanya saja, dalam dua pekan terakhir, fisik dan mentalnya benar-benar diuji. Dalam situasi penuh tekanan, fokus dan konsentrasi sungguh dibutuhkan.
Ester sebenarnya berpeluang melangkah jauh. Ia hanya butuh satu set lagi, setelah mengunci gim pertama, untuk menggapai partai final.
Begitu juga, di set ketiga, ia bisa mengejar dan menjaga selisih poin setelah jeda interval, dalam kedudukan 11-12. Namun, fisik Ester semakin lelah. Fisik menurun, jelas mempengaruhi fokus. Tak heran ia banyak melakukan "unforced error" yang memberi keuntungan kepada Yuan An Qi.
Di balik medali perunggu yang didapat, saudari pemain tunggal putra PBSI, Chico Aura Dwi Wardoyo itu tak bisa menyembunyikan kesedihan. Ia gagal meraih medali emas pada Kejuaraan Dunia Junior terakhirnya.
Ester yang sebenarnya sudah merasakan pengalaman di kelas senior tetap belajar dari hasil ini. Di balik medali perunggu ada sejumlah pekerjaan rumah yang harus dikerjakan.
"Saya harus memperbaiki fisik saya dan mempertajam akurasi pukulan-pukulan saya," Ester mengevaluasi.
Begitu juga, bagi para pemain lainnya. Kejuaraan Dunia Junior bukan titik akhir. Ini adalah bagian dari proses awal bagi mereka.
Kesempatan untuk mengais banyak pengalaman dan pelajaran agar lebih siap saat naik level ke jenjang senior dengan tantangan yang jauh lebih berat. Mereka setidaknya sudah mendapat gambaran calon-calon pesaing mereka di masa depan.
Selanjutnya, pulang ke Tanah Air untuk berlatih lebih keras dan terus menambah jam terbang. Pelajaran bagaimana mengontrol diri, mempertebal mental, menjaga fisik dari jadwal pertandingan yang padat, hingga bagaimana berdamai dengan kemenangan dan kekalahan.
Walau gagal merebut medali emas, tidak ada alasan untuk larut dalam kesedihan. Saatnya menggenjot potensi yang dimiliki seperti para pendahulu mereka yang tidak butuh waktu lama untuk berprestasi di level utama.
Putra/Patra misalnya bisa belajar dari The Babies. Menjadikan Kejuaraan Dunia Junior sebagai batu loncatan untuk menggebrak panggung dunia.