Di balik kegagalan sektor lain di Denmark Open 2022, ada sesuatu yang membuat penggemar badminton Indonesia tetap tersenyum. Penampilan menawan dan konsisten dua pasang ganda putra hingga menciptakan "all Indonesian final" turnamen Super 750 itu.
Satu gelar, sekaligus gelar satu-satunya milik Indonesia, di tengah dominasi China yang juga memastikan gelar ganda campuran dan tunggal putri setelah menciptakan final antarkompatriot, serta kans merebut gelar di dua sektor lainnya.
Pertemuan antara Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo versus Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto di partai pamungkas di Jyske Bank Arena, Odense, Minggu (23/10/2022), menghadirkan satu konkulsi yang sulit dibantah.
Sektor ganda putra masih menjadi tumpuan utama. Tidak hanya itu. Di sektor ini, Indonesia begitu superior.
Selain The Minions, The Daddies (Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan), dan FajRi, Indonesia masih memiliki deretan pasangan muda yang sudah menembus 15 besar dunia.
Mereka adalah Pramudya Kusumawardana/Yeremia Erich Yoche Yacob Rambitan (ranking 12), Muhammad Shohibul Fikri/Bagas Maulana (ranking 14), dan Leo Rolly Carnando/Daniel Marthin yang berada persis di belakang Bagas/Fikri.
Stok ganda putra melimpah yang bakal menghadirkan persaingan internal yang makin ketat, serentak menjadi momok bagi negara-negara lain.
Bukan baru pertama final Men's Double (MD) dikuasai Indonesia. Ini kali ketiga terjadi. Sebelumnya, terjadi di Malaysia Masters dan Singapore Open.
Di Malaysia Masters, Juni lalu, FajRi keluar sebagai juara usai menang straight set atas senior mereka, The Daddies, 21-12 dan 21-19.
Sepekan kemudian, giliran The Babies, julukan Leo/Daniel yang menempati podium juara usai memupus harapan FajRi melalui pertarungan rubber game, 9-21, 21-14, dan 21-16.
Gelar pertama Minions
Bagi The Minions lolos ke partai pamungkas Denmark Open mendekatkan mereka dengan akhir penantian hampir setahun tanpa gelar. Tahun yang benar-benar sulit bagi pasangan yang kini harus kehilangan singgahsana ganda putra.
Belum lagi, konflik antara Kevin dan sang pelatih, Herry IP beberapa waktu lalu sempat membuat suasana kian pelik dan pesimisme akan kebangkitan mereka kian menguat.
Cedera ankle Marcus hingga mengharuskannya naik meja operasi di Portugal pada awal April, benar-benar memengaruhi penampilan, baik secara pribadi maupun sebagai satu pasangan.
Setelah melewati bulan-bulan paceklik, kini mereka perlahan-lahan mendapatkan kembali gairah, kekompakan, mentalitas, hingga berbagai keunggulan yang sempat hilang. Versi terbaik The Minions mulai terlihat.
Keduanya mampu mengatasi tantangan sejak pertandingan pertama sampai menjungkalkan pasangan juara dunia asal Malaysia, Aaron Chia/Soh Wooi Yik.
Pertarungan tiga gim dengan skor akhir 21-17, 13-21, dan 21-17 sukses membuat para penggemar The Minions kembali semringah.
Betapa tidak. The Minions memberi kekalahan pertama bagi unggulan empat yang tengah menikmati "bulan madu" sebagai juara dunia dengan penampilan yang atraktif, menghibur, dan menuai decak kagum.
Kredit memang pantas diberikan kepada Kevin. Pemain yang dikenal tengil ini kembali menunjukkan kualitas dan magisnya sebagai pemilik "tangan petir."
Kevin berani melepas "flick service" di poin kritis. Sebuah keputusan yang sungguh berani. Bila berhasil akan memberi poin yang mendekatkan mereka dengan kemenangan. Bila tidak, entah dianggap "fault" oleh hakim servis atau bisa disergap lawan, maka membuat peluang menang yang sudah di depan mata sirna.
Ternyata, pilihan Kevin tidak keliru. Ia sukses menyumbang poin dari tipuan itu. Match point untuk The Minions. Mereka kemudian mengunci poin kemenangan berkat kombinasi serangan dan pertahanan apik.
Secara keseluruhan, Kevin memang mencuri panggung kali ini dengan bola-bola ajaib, permainan depan net ciamik, dropshot cantik, adu drive mematikan, pertahanan rapat, smes keras, hingga penguasaan lapangan yang bagus.
Namun, peran seniornya Marcus tidak bisa dinafikan. Keduanya kembali menampilkan perpaduan laiknya The Minions sesungguhnya. Komunikasi di antara mereka berlangsung lancar, termasuk dengan kedua pelatih, Naga Api (Herry IP) dan Naga Air (Aryono Miranat) di pinggir lapangan.
Di paruh akhir set ketiga, keduanya sempat tertinggal. Mereka tak terlihat kehilangan harapan. Versi terbaik The Minions yang pantang menyerah dan tak mudah kehilangan akal dan mental tak mudah tergerus, benar-benar terlihat.
Menantikan gelar Super 750
Baik The Minions maupun FajRi sama-sama mengimpikan gelar di Odense ini. Bagi pasangan yang disebutkan pertama, ini akan mengakhiri penantian setahun sekaligus penanda kembalinya mereka ke bentuk terbaik.
Di sisi berbeda, FajRi begitu mendambakan gelar Super 750 pertama di tengah penampilan mereka yang begitu ajek sepanjang tahun ini. Oma Gill, komentator kawakan itu, menyebut mereka sebagai pasangan paling konsisten saat ini.
Ya, tidak ada pasangan lain memiliki catatan sementereng mereka. Mereka sudah tujuh kali ke final dari 15 turnamen yang diikuti dan tiga di antaranya berujung gelar juara.
Ini menjadi final kedelapan FajRi tahun ini yang diraih usai menggagalkan harapan Negeri Jiran lainnya yakni Ong Yew Sin/Teo Ee Yi, 21-16 dan 22-20.
FajRi benar-benar menunjukkan kualitas mereka, terutama mental yang kuat ketika sempat berada dalam tekanan di gim kedua. Keyakinan dan kepercayaan diri mereka begitu terlihat. Di samping komunikasi yang begitu cair.
Apakah FajRi akan menambah gelar mereka di tahun terbaik ini setelah Swiss Open (Super 300), Indonesia Masters (Super 500), dan Malaysia Masters (Super 500)? Atau justru The Minions yang sanggup menggapai klimaks?
Ranking dunia, unggulan, hingga "head to head" masih menempatkan The Minions sebagai favorit. The Minions yang menjadi unggulan kedua sudah enam kali mengalahkan junior mereka dari sembilan pertemuan.
Pertemuan terakhir di French Open 2021 menjadi milik The Minions. Saat itu, The Minions menang 21-19, 12-21, dan 26-24.
Namun, jeda antara pertemuan itu dan saat ini cukup lama. Di antara itu kedua pasangan memiliki grafik penampilan yang justru bergerak ke arah berlawanan.
The Minions boleh diunggulkan karena rekam jejak pertemuan dan peringkat dunia, namun, tahun ini adalah tahun terbaik bagi penampilan Fajar/Rian.
Fajar/Rian sudah menunjukkan seperti apa daya tahan dan perkembangan mereka dari turnamen ke turnamen. Grafik penampilan mereka belakangan ini tentu lebih meyakinkan ketimbang The Minions.
Dengan demikian, "perang saudara" kali ini bakal menjadi tontonan yang menarik dan mendebarkan. Para pengamat tidak bisa begitu saja menjagokan salah satunya.
Demikian juga para penggemar yang tengah berada dalam suasana hati mendua. Memilih mendukung The Minions agar meraih gelar pertama di tahun ini atau berharap Fajar/Rian bisa merengkuh gelar Super 750 pertama mereka.
Terlepas dari berbagai dilema dan kemungkinan itu, hemat saya, sikap terbaik adalah mendoakan kedua pasangan itu agar mengakhiri Denmark Open edisi kali ini dengan pertarungan yang sungguh membuat dunia semakin terkagum-kagum pada ganda putra Indonesia.
Biarlah mereka saling unjuk kebolehan dan ketangguhan dengan sekuat-kuatnya dan setotal-totalnya. Pada akhirya, yang bermain lebih baik, lebih kuat mengatasi tekanan dan meredam emosi, akan menjejaki podium juara.
Seperti yang akan dilakukan coach Naga Api dan Naga Air dengan hanya menjadi penonton tanpa melakukan apa-apa untuk salah satu pasangan, hendaklah kita pun demikian.
Selamat berjuang!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H