Pada titik ini, kesabaran dan ketahanan para pemain Indonesia benar-benar diuji. STY kemudian melakukan beberapa pergantian. Marselino masuk menggantikan Ricky.
Egy yang mengalami cedera bertukar tempat dengan Dendy. Begitu juga Saddil yang harus memberikan kesempatan kepada pemain muda, Muhammad Ferrari.
Dimas juga ditarik keluar digantikan oleh Rafli. Si pemilik lemparan ajaib, Pratama Arhan pun harus menyudahi laga di menit ke-73, digantikan Ramadhan Sananta.
Berbagai perubahan itu memang sempat mengundang kecemasan. Terjadi saat lawan sedang "on fire" dengan tekanan demi tekanan.
Namun, STY membuktikan pilihannya tak keliru. Para pemain pengganti pun demikian. Kepercayaan kepada mereka dibayar lunas dengan permainan yang tetap menghibur dengan daya juang tak juga mengendur.
Selain para pemain muda dan wajah-wajah baru yang berani unjuk gigi, nama-nama seperti Yacob Sayuri, Elkan Baggott, Rachmat Irianto, dan Witan Sulaiman yang bermain penuh dalam dual aga secara maraton semakin menegaskan konsistensi mereka sebagai tulang punggung kekuatan timnas senior.
Ketiga, Witan Sulaiman adalah faktor kunci lainnya yang tak bisa dinafikan. Pemain 20 tahun itu menunjukkan sihirnya.
Mulai dari tendangan "roket" yang berujung gol pertama. Berlanjut dengan tarian mematikan
Itu terjadi saat Indonesia unggul dalam jumlah pemain setelah Juninho Bacuna mendapat kartu kuning kedua, usai melanggar Marselino Ferdinan, di menit ke-80.
Pemain Slovakia FK AS Trenn meliuk-liuk di kotak penalti Curacao, melewati penjagaan dua pemain lawan, sebelum memberikan umpan ke mulut gawang Curacao. Dendy yang berada dalam posisi tepat dan tanpa pengawalan dengan tenang meneruskannya.
Gol yang tercipa dari sebuah aksi individu dan kecermatan memanfaatkan peluang. Gol pamungkas yang meruntuhkan segala perjuangan Curacao agar tak lagi menelan pil pahit.