Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

5 Catatan "Quiet Quitting" dan "Quiet Firing", Kemasan Baru dari Praktik Lama

26 September 2022   21:56 Diperbarui: 27 September 2022   17:41 1058
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama, tindakan "quiet quitting" bisa disebabkan karena budaya perusahaan yang buruk, manajer atau atasan serta lingkungan kerja yang tidak sehat, bahkan "beracun".

Mengharapkan karyawan untuk bekerja bagai robot, menuntut hasil maksimal tanpa memberikan wewenang dan keleluasaan untuk bertindak serta kompensasi yang adil, tidak adanya kejelasan dalam pembagian pekerjaan, serta berbagai sikap yang pasif atau represif.

Bila karyawan bekerja dalam budaya yang sehat, maka mereka tidak akan terjebak untuk melakukan tindakan-tindakan seperti itu.

Penting bagi perusahaan untuk tidak hanya menawarkan kompensasi yang kompetitif, membuka peluang bagi setiap karyawan untuk berkembang dengan sistem meritokrasi, juga membuka ruang-ruang bagi karyawan untuk menjadi lebih kreatif.

Kedua, dengan sengaja memberikan tugas melampaui tanggung jawab apalagi kompetensi juga bisa berdampak buruk. Karyawan merasa stres dan kelelahan untuk tugas-tugas yang tidak sesuai dan diperlukan.

Justru kerja-kerja tambahan seperti itu bisa merusak tanggung jawab utama. Bila sampai terjadi seperti itu, maka atasan semestinya mendiskusikannya dengan bawahannya terlebih dahulu dan memberikan ganjaran sesuai dengan tambahan pekerjaan ekstra.

Di sisi lain, memaksa karyawan melakukan pekerjaan tambahan bisa kontraproduktif. Apalagi bila disertai tekanan dan paksaan yang akan memunculkan reaksi buruk dalam dan dari diri sang karyawan.

Ketiga, memang tidak semua karyawan ingin untuk benar-benar terpaku pada pekerjaan yang sudah digariskan. Tidak sedikit yang ingin lebih berkembang dengan mendapat tanggung jawab dan ruang yang lebih luas untuk bertumbuh.

Selain uang, ada nilai-nilai lain yang dikejar. Bisa jadi karyawan rela melakukan itu termasuk secara pro deo alias gratis karena ada sesuatu yang lebih bernilai dibanding uang.

Dalam situasi seperti ini, perusahaan atau atasan perlu lebih proaktif untuk menangkup berbagai kepentingan dengan tetap menjaga agar perjalanan sang karyawan tetap berada pada rel yang sesuai.

Keempat, bagi karyawan yang terang-terangan merasa menjadi korban "quiet firing" baiknya untuk tidak langsung bereaksi secara membabi-buta termasuk melakukan "quiet quitting."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun