Sayangnya, tidak sedikit informasi yang beredar itu masih simpang siur, diragukan kebenarannya, bahkan jelas-jelas tak berdasar. Drama salah tangkap juga terjadi. Dagelan demi dagelan bermunculan.
Jujur, tidak semua orang tertarik untuk terus-menerus berbicara tentang Bjorka. Tidak semua orang pula pada akhirnya mampu berdamai dengan keadaan yang penuh tanda tanya itu.
Malah ada yang kemudian mulai dirasuki perasaan cemas: jangan-jangan pada waktunya data-data pribadinya juga bakal diretas. Apakah Anda salah satu yang merasakannya?
"Hacker phobia"
Gal Ringel menulis satu artikel menarik. Judulnya, "hacker phobia-coping with the fear of getting hacked" yang dipublikasikan di blog.saymine.com, Oktober 2020.
Konteks tulisan itu memang tidak secara khusus tentang Bjorka. Namun, ada sisi menarik dari tulisan itu yang sekiranya masih relevan hingga saat ini.
Ia mempertanyakan apakah ada gejala mental baru yang menampilkan paranoia seiring merebaknya masalah keamanan siber dan meluasnya publikasi terkait fenomena tersebut.
Ketakutan berlebihan akan pelanggaran privasi oleh orang-orang yang tak dikenal di jagad maya yang mahaluas dan tak bertepi itu.
Ketakutan yang menjalar setelah melihat jutaan file bocor ke publik, lantas menjadi konsumsi miliaran orang dan membuat jutaan orang harus menghadapi berbagai risiko baik secara fisik, finansial, politik, hingga emosional.
Ketakutan jangan-jangan pada gilirannya kemalangan itu akan datang menerjang, entah baik atau tidak baik waktunya, membuat ruang-ruang pribadi ambruk tak bersekat.
Soal ini memang masih harus ditelisik lebih jauh. Entah ada gejala fobia mutakhir pada peretas alias "hacker phobia."
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!