Gol-gol dari Piotr Zielinski di menit kelima dan 47, Zambo Anguissa di menit ke-31, dan Giovanni Simeone di penghujung babak pertama yang hanya mampu dihibur Luis Diaz di menit ke-49 adalah pukulan telak.
Liverpool sesungguhnya bisa mengendalikan pertandingan. Sayangnya, "ball possession" 61 persen dan 7 tendangan tepat sasaran hanya bisa berbuah satu gol.
Tuan rumah justru bermain lebih efektif. Sebanyak 18 "shots" dilepaskan, 9 tepat sasaran, dan 4 gol tercipta.
Liverpool hari ini tidak seperti Liverpool musim lalu yang begitu bertenaga dan bersemangat hingga nyaris merengkuh "Si Kuping Lebar" bila tidak kalah dramatis dari Real Madrid.
Liverpool yang begitu digdaya di pentas domestik dengan Piala Liga Inggris dan Piala FA berhasil dimenangkan usai terlibat duel seru versus Chelsea.
Liverpool jelas kehilangan versi terbaiknya sehingga hanya mampu meraih dua kemenangan dalam 7 pertandingan awal di semua kompetisi musim ini. Identitas Liverpool yang sirna menuntut kerja cepat.
Klopp tentu sangat sadar permainan timnya sedang mengalami defisit. Tertinggal 0-3 di paruh pertama jelas menunjukkan seperti apa penampilan mereka. Buruknya penampilan yang diperparah dengan kemasukan tiga gol.
Hilangnya energi, rasa lapar, soliditas antarlini, dan produktivitas.
Bek kiri Andy Robertson, melansir bbc.com mengakui permainan mereka terlalu terbuka. Tidak ada koneksi yang baik antarpemain. Jarak yang terlalu renggang memungkinkan lawan mengambil keuntungan.
Belum lagi, penurunan performa dan kesalahan mendasar beberapa pemain kunci di sejumlah sektor. Gol pertama dari titik putih karena James Milner yang tak sempurna menghalau sepakan Zielinski.
Kesalahan fatal individual dari Joe Gomez, Trent Alexander-Arnold yang terlihat kesulitan menghadapi Napoli yang begitu hidup, serta barisan belakang yang berantakan. Badai cedera dan kepergian Sadio Mane di musim panas semakin memperparah keadaan.